Minggu, 30 Agustus 2009

Dari International Symposium `bout Cultural Studies, 27-28 Agst `09

Cultural Studies adalah suatu ilmu yang awal mulanya berkembang di dunia Barat, lalu kemudian mempengaruhi berbagai bidang pengetahuan sosial dan pemahaman berbagai aspek kemanusiaan. Banyak pihak yang beranggapan bahwa Cultural Studies telah menjadi suatu institusi utama tempat berkembangnya berbagai interdisiplin ilmu, antara lain mengawali dan menggawangi postmodernisme. Kajian multikultural interdisiplin ini lah yang semakin tepat untuk dipilih dan diterapkan dalam dunia globalisasi masa kini, dimana dunia itu sendiri telah menjadi sebuah dunia tanpa batas sekat ruang dan waktu lagi (Borderless world).

Globalisasi yang melibatkan cakupan tentang pergerakan manusia (ethnoscape), uang (finanscape), teknologi (technoscape), media (mediascape) dan ideologi (ideoscape) menurut Appadurai (1993) memperlihatkan wujud nyatanya, terutama di Bali, melalui pintu pariwisata. Konsekuensi ini menghasilkan dampak masuknya pengaruh berbagai aspek budaya global yang pula mempengaruhi berbagai praktek kehidupan masyarakatnya, termasuk di dalamnya, entitas sosial yang bernama remaja.

Dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, dalam makalah yang disampaikan pada simposium ini memaparkan, betapa remaja kota Denpasar sebagai bagian remaja Bali, juga mendapat pengaruh dari globalisasi, pada aspek persepsi dan perilaku yang berkaitan dengan seksualitas pranikah.
Gaya hidup (lifestyle) remaja kota Denpasar ini terrefleksi dalam perkembangan praktek-praktek hubungan seksual pra nikah, yang banyak ditandai dengan munculnya kasus kehamilan tak diinginkan, infeksi menular seksual, termasuk di dalamnya HIV dan AIDS. Survey Kesehatan Remaja Indonesia 2002-2003 yg dilakukan oleh BPS menemukan, laki-laki berusia 20-24 yg belum menikah yg memiliki teman pernah melakukan hubungan seksual adalah 57,5 %, yg berusia 15-19 th sebanyak 43,8 %. Perempuan berusia 20-24 th yg miliki teman pernah melakukan hubungan seksual adalah 63 %, dan perempuan berusia 15-19 th sebanyak 42,3 %.

Walau data ini adalah data tahun 2002-2003, dan hanya berkisar pada remaja di kota Denpasar, tapi ini telah memberi gambaran tentang remaja Indonesia, dan bahkan dunia. Persepsi dan perilaku yang tumbuh dan berkembang di antara mereka, khususnya mengenai hubungan seksual pranikah. Mereka benar benar membutuhkan pendampingan dan suri teladan dalam mengembangkan wawasan, pengalaman dan ketrampilan, menapaki kedewasaan, sebelum memasuki dunia kehidupan berumah tangga.

Hal senada yang dikemukakan oleh Hardiman adalah bahwa wanita merupakan sesuatu yg kodrati dan selalu dipasangkan dengan oposisi binernya, lelaki, dengan segala atribut keberadaan mereka yang secara esensial dianggap inheren. Pria, dg segala fenomena dan cirinya, demikian pula wanita. Intinya, pria dan wanita memiliki batas yg mutlak, tubuh mereka, fisik mereka. Hal ini sering memperjelas bahwa hegemoni yang terjadi di kalangan mereka telah membentuk suatu situasi dan kondisi pengklasifikasian, kuat - lemah, tinggi - rendah, pintar - bodoh, dimana pada akhirnya kelas dominan dan berkuasa menjadi pengatur, penentu. Mereka mengarahkan masyarakat melalui pemaksaan kepemimpinan moral dan intelektual, mereka yg tentukan tingkat konsensus dan ukuran stabilitas sosial yang besar, dimana kelas bawah yg termarginalkan akan dengan aktif menerima dan mendukung nilai-nilai, ide, tujuan dan makna budaya yg mengikat. Bahwa, ada benar dan salah, bahwa ada populer dan tidak, bahwa ada terpinggirkan dan pada episentrum, bahwa ada yg tersingkir dan terkenal.

Ah, inikah yg disebut Anthonio Gramsci sebagai "intelektual organik" ? Profesi yang dimiliki seseorang, yang mampu menghadirkan buah pikiran, perkataan dan perbuatan dengan berbagai cara dan dalam berbagai sistematika, telah memperlihatkan keberpihakan pada pihak tertentu, menghegemoni orang lain, pihak lain, dimana sesungguhnya mereka juga telah dibentuk oleh lingkungan dunia yang mengitari mereka...

Ini memperjelas, bahwa mereka yg sering kali dianggap sebagai kelompok terpinggirkan, sebenarnya juga adalah kelompok yg terkadang memainkan peranan sebagai penguasa. Mereka yang sakit, mereka yang pintar, mereka yang miskin, dan banyak mereka lainnya pula...













Senin, 24 Agustus 2009

Malaysia dan Pendet

Ribut-ribut soal tari Pendet dalam iklan promosi Malaysia


Sekian ribu rakyat Indonesia yang mengais rejeki di negeri Jiran, ada yang sudah beranak pinak di sana, mereka yang membawa adat istiadat dan kebudayaan Indonesia. Mereka memelihara dan menumbuhkembangkannya di sana. Dengan berbagai alasan, membunuh rasa kangen pada kampung halaman yang tidak lagi ramah dalam mengais rejeki, jika Indonesia bisa beri kami makan tentu kami memilih untuk tidak dipermalukan disini begini...

Mungkin sama seperti masyarakat kita yang tinggal dan hidup di berbagai belahan dunia lain, di Eropa, di AS, di Aussie, bikin Sekehe Gong, bikin Pura, dan berbagai perangkat adat istiadat disertai dengan tatanan norma yang juga diterapkan di sana. Bukan tidak mungkin, mereka ini pula bisa klaim bahwa kebudayaan tersebut tumbuh dan berkembang di sana, lalu memasang iklan pada berbagai media massa dengan gunakan gambar yang sebenarnya berakar dari kebudayaan Indonesia pula. Bahkan, kini kita harus belajar dari Belanda, karena banyak lontar dan benda masa lalu yang berpindah ke sana?

Saya pribadi, protes dan tidak terima saat batik, reog, pendet diikutkan dalam iklan promosi pariwisata mereka. Tapi kita harus arif dalam menyikapi ini semua. Apakah perlu saya ke Jakarta dan ikut demo, atau cukup teriak teriak di jalan Sudirman seputran kampus Unud, atau paksa semua saudara turun ke jalan, atau datang ke Malaysia, push Depbudpar untuk bertindak keras pula, panggil Diplomat Malaysia untuk jelaskan ini semua dan paksa mereka minta maaf.

Keponakan saya bilang, perlakuan mereka disana benar-benar tidak bisa diterima, tapi kami butuh kerja, butuh uang untuk makan, jadi, kami pilih bertahan dan kumpulkan uang.

Ada ribuan orang Malaysia yang berada di Indonesia. Mereka bekerja atau sekolah. Ada banyak mahasiswa Fak. Kedokteran Udayana yang berasal dari Malaysia, terutama keturunan India. Jumlahnya lebih dari 100 yang tersebar di berbagai angkatan. Beberapa di antara mereka katakan, jauh lebih menyenangkan situasi dan kondisi di Indonesia, sehingga kami pilih belajar disini. Namun, tidak etis bahas berbagai bentuk perlakuan yang bahkan mereka anggap tidak adil, yang mereka dapatkan di Malaysia, negara asal mereka sendiri, dimana mereka lahir di sana... Bukan tidak mungkin, asumsi seorang sahabat yang katakan, lima tahun ke depan, dalam setiap keluarga india yang berasal dari Malaysia, terdapat seorang dokter, akan dapat tercipta. Sedangkan kita? Masih berkutat pada tataran berbicara belaka. Mereka ini pula, bocoran info lain katakan, untuk tahun 2005 saja, dihasilkan 3,7 milyar sumbangan dari mahasiswa baru fakultas kedokteran. Tahun 2007 dan 2008 turun dibawah 3 milyar karena situasi krisis. Dana ini digunakan untuk membangun gedung fakultas kedokteran UNUD yang berdiri megah beserta berbagai fasilitasnya.

So, Indonesia dan Malaysia adalah bangsa yang se rumpun. Dengan segala yang kita anggap kejelekan dan kelicikan mereka, mereka punya kelebihan untuk manfaatkan itu semua, perpecahan di antar kita, ketidaksiapan kita untuk patenkan, sikap tenggangrasa tinggi terhadap orang dan bangsa lain, kurangnya program-program berkelanjutan untuk jangka panjang terhadap perkembangan kebudayaan kita, pengemasan produk yang menarik sehingga bisa melestarikan adat istiadat dan budaya kita sendiri dan juga diterima wisatawan, penerapan standar perlakuan (dengan standar baku, reliable, valid, sanksi, norma) sehingga bisa dihargai bangsa sendiri dan bangsa lainnya.

Tari Pendet hanya nama, tapi ini adalah sebuah tarian Bali, ada penciptanya, ada fungsinya, ada maknanya. Ini mencerminkan harkat dan martabat sebuah bangsa, jati diri bangsa Indonesia. Bukan hanya perjuangan segelintir orang. Perlu trik untuk dihargai, untuk bertahan lama. Bukan hanya saling caci atau ber keluh kesah, dan saling serang. Bukankah, sistematika dan aplikasi sempurna akan lebih menungkinkan bertahan lama?

Sabtu, 22 Agustus 2009

Musketeers

Musketeers adalah sahabat - sahabatku
Mungkin cuma sekedar istilah....
Namun mereka selalu ada dalam hati, tumbuh dan berkembang setiap hari...

Berbagai ingatan dan kenangan di masa lalu yang hadirkan jiwa - jiwa mereka untuk saling dipertautkan di masa kini, memiliki bentuknya, mengembangkan fungsinya, dan menyeimbangkan makna nya.

Udin, adalah orang yang memperkenalkanku pada mereka yg lain. Udin bagai awan yg berjalan perlahan, di kejauhan. Terlihat, tapi jauh. Jauh, tapi terlihat. Sekian lama, beriringan, berarak, jadi tempat bertanya dan konfirmasi. Ah, Udin, terima kasih telah warnai hidup ini dengan pahit dan getir, dengan kelegaan dan ceria. Apa pun yang kau lakukan kini, berapa pun jumlah anakmu kini, kakang mbok Dyah Gembili selalu berdoa yang terbaik akan jadi milikmu sekeluarga.....

Yudi...
Hidup itu tidak lah mudah. Bahkan tidak semudah ikuti hembus angin semilir di pagi hari... Ingatlah bahwa hanya sang istri perhiasan yang pantas dimiliki, bukan segala atribut lain yang terlihat indah namun semu. Seberapa pun langkah kaki terjejak, keluarga adalah sahabat terdekat yang tancapkan kerinduan begitu mendalam di hati. Namun, jangan lupakan sahabat... mereka juga yang penuhi hatimu dalam ruang dan waktu. Konflik akan selalu ada, dan, sepanjang hidup, konflik keluarga akan semakin menyesak kehidupan....

Nyoman, sang jiwa yang gundah....
Berlari kian kemari takkan sanggup pupuskan segala mimpi dan takutmu.
Maaf jika resah tak jua sirna, lelah tak lagi cukup terhapus rehatmu di sgala waktu.
Kenapa kau bawa beban dipundakmu tanpa pernah biarkan mereka 'tuk bantu?
Malu kah kau? Tersipu dan tak mau mengganggu?

Wayan, The Last but Not The Least.....
Aku banyak berharap padamu, terlalu banyak malah. Samurai itu sebenarnya bukan milikmu... Hanya dititipkan. Saat mereka tahu efeknya begitu dahsyat, begitu banyak orang terlibat, begitu memakan korban, bahkan mereka pun tercengang... namun tak melakukan apa apa. Saat hadirku berusaha membuka jalan, kau pergi dan berlalu. Hmmm, setiap orang berkata tidak sesuai dengan harapmu, chakra yang tertutup, terbalik, dan coba kau ungkap dengan segala teori, analisis, dan fakta... kau hindari tanpa menoleh lagi? Terima kasih.... terima kasih untuk ini semua. Kau, bukanlah orang itu... Tapi kau bisa jadi The Winner, dan.... The Winner always takes it all. Dan kau hindari label itu.

Musketeers...
Bukan cuma sekedar obsesi. Mereka hadir di hati. Jauh di jarak, ruang dan waktu, bertemu se sekali. Cinta kalian pada Nya... tetaplah tumbuh, temui Beliau dalam berbagai bentuk, dalam berbagai cara...

Jumat, 21 Agustus 2009

Wirausaha Muda Mandiri

Selasa, 19 Agustus 2009,
Pukul 7.45 pagi, kujemput Ibu IGA Mirah ke KayuMas Kaja, lalu kami berdua melaju di atas motor astrea 800 ku menuju kampus Udayana di Bukit. Tiba di parkir samping kiri Auditorium Widya Sabha, kulihat tenda putih raksasa berjejer. Segera kutemui 21 mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali yang telah tiba dan menanti kami disana. Hem, ada Desak Putri dari Jurusan BHP, Ada Krisna Arya yg Bagus Bali tahun 2007, ada Winda, Erwin angk.tua. Ah, mereka terlihat gagah dan cantik dalam balutan uniform kampus berjas.

Setelah menyelesaikan pendaftaran, kami segera beranjak menikmati kudapan yang telah disediakan panitia. Kupilih jagung rebus manis bertabur parutan kelapa, disiram gula aren, secangkir kopi panas. Lalu melangkah perlahan menikmati booth yg disediakan bagi para pemenang lomba Wirausaha Muda Mandiri tahun lalu.

Program ini diselenggarakan oleh Bank Mandiri sebagai suatu bentuk Corporate Social Responsibility, yang sudah diselenggarakan semenjak th. 2007, dengan rangkaian road show ke berbagai kota. Kali ini Denpasar mendapat kehormatan dislenggarakannya di kota ini. Bank Mandiri mengundang para Wirausaha dan calon wirausaha yang ada pada berbagai perguruan tinggi di Bali, seperti Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali, Universitas Warmadewa, Universitas Dwijendra, Universitas Ngurah Rai, Universitas Mahendradatta, ISI Denpasar, Undiksha, dengan jumlah mahasiswa hampir seribu orang yang memenuhi ruang auditorium Widya Sabha kampus Unud Bukit ini.

Tepat pk 9 pagi, kami bergegas beranjak ke dalam auditorium. Ah, segera muridku ini bersorak, karena pembawa acaranya adalah Agni Pratistha, Puteri Indonesia tahun 2007. Hem... cantiknya dia dalam balutan baju batik kembang berwarna biru..

Pembicara pertama tampil. Bapak Mohamad Najikh, pemilik dan Chief Executive Officer dari Kelola Hasil Mina. Beliau menceritakan awal mula berdirinya usaha miliknya, jatuh bangun, diversifikasi usaha, hingga peningkatan pengolahan yang tersebar hingga ke seluruh Indonesia.
Pembicara kedua, ibu Carmanita. Ah, perancang ini yang gaun dan desainnya ku senangi, walau takkan pernah mampu kubeli... Dia wanita energik, walau sudah tua tapi terlihat sangat cantik dan modis dalam balutan syal dan celana gaulnya.

Hingga disini, pk 12.30 peserta diajak rehat dan menikmati hidangan. Kembali kami memasuki tenda raksasa berwarna putih ini, untuk mengambil berbagai hidangan yang disajikan ala buffet. Tak lupa pula seluruh peserta mendapatkan dessert berupa buah, puding dan es krim. Pk 13.00 kembali kami berbondong bondong masuk auditorium untuk mengikuti kelanjutan workshop.

Pembicara ketiga, bapak Made Artana, seorang pemilik usaha Bali Medianet, Bali Suket, dan pengelola Era Titan. Banyak memaparkan kiat kiat sukses untuk tidak pernah lelah dan merasa malu dalam mencoba berbagai jenis usaha.
Pembicara ketiga, Bapak Rhenald Khasali. Tokoh yg aku kagumi. Ketua Program Studi MM UI, dan penulis 14 buah buku terkenal.

Pukul 17 seluruh rangkaian workshop berakhir.
Terima kasih, Mandiri, segera kutuntaskan laporan hasil mengikuti workshop ini. Semoga kubisa memotivasi muridku, rekan kerja, keluarga, tetangga, untuk menjadi wirausaha-wirausaha tangguh dan sukses di masa yang kan datang....

Rabu, 19 Agustus 2009

PDSP STPNDB 3

Pembinaan Dasar Sikap & Profesi

Setelah kunjungi RS Surya Husada, RS Sanglah, dan penunjuk waktu di HP menunjukkan pukul 11. Aku bersama Ibu Mirah berangkat menuju Suci, menunggu rombongan yang berangkat bersama kijang Innova dari STP Nusa Dua. Kuparkir motor di depan jejeran toko mas. Kami masih sempat menikmati semangkuk mie ayam, disiram saos tomat dan sambal. Hmm, tanpa sungkan dua orang dosen duduk di bawah pohon, di samping pura kecil yang terletak di Suci, menikmati mie panas dan pedas.

Lima belas menit kemudian, Kijang kampus tiba, kami naik dan duduk di deret tengah, di bagian belakang ada Pak Suadi dan Ibu Sulistyawati, di depan ada Pak Sukana Sabudi, dan supir, Pak Sunari. Topik pembicaraan bergerak dari kondisi mahasiswa yang baru kami kunjungi di RS Sanglah, arisan yang kini berakhir dan Pak Sabudi berhak dapatkan 1.500.000 rupiah yang jadi haknya, jadwal perkuliahan yang belum tuntas diprogram bagian akademik, hingga perjalanan kami menuju Taman Mumbul, Sangeh.

Tiba di Taman Mumbul, terlihat rombongan mahasiswa baru dalam kelompok tertentu, mencoba melintasi sungai dengan gunakan dua utas tali yang terbentang. Kualihkan pandangan ke arah kelompok lain yang sedang berusaha menyelesaikan games mengisi batangan pipa pralon sepenuh mungkin dengan air. Ah, ini bagian dari pembentukan mental mereka, agar tidak manja, menjalin kekompakan mengembangkan toleransi diantara sesamanya, dan meningkatkan stamina, karena kelak mereka harus hadapi dunia industri pariwisata yang sesungguhnya...

Tergerak hati ini bersembahyang di tempat penglukatan di bagian ujung Taman Mumbul ini... Kuajak Bu Mirah, disertai Pak Sabudi, kami bersembahyang disana, lalu, kubasuh wajah dan rambut pada ke tiga tabung bambu yang mengalirkan air keluar dari balik bebatuan di bawah pohon beringin besar ini, berharap Hyang Widhi hadir memberi seuntai kasih dan berkah bagi jiwa yang lelah dan selalu mencari hadir Nya ini....

Lalu, perlahan ku titi pematang sawah yang dilewati mahasiswa dengan uniform penuh berlumpur mereka akibat lewati rintangan, kuhampiri sungai yang juga harus mereka sebrangi. Terjatuh ke dalam sungai jika titian tali tidak kuat mereka arungi, dan akibatkan basah sekujur tubuh. Kuyakinkan diri ini... Jika mereka bisa, kenapa aku juga tidak mencoba untuk sebrangi dengan gunakan dua utas tali ini. Lalu kugeser kaki perlahan di atas tali, menggenggam erat utas tali yang terletak di bagian atas... selangkah, berhasil. Kuseret lagi kaki kanan bergerak menjauh, gerakan tangan pun mengikuti, hingga akhirnya, berada di tengah. Ah, keyakinanku bertambah. Majulah, langkah tegapku, jangan mudah menyerah. Genggaman erat jemari tangan pada utas tali di atas semakin menguatkan keyakinanku, andai, aku terjatuh pun, ransel telah kuletakkan di pinggir sungai, saku celanaku tak berisi benda apapun yang perlu khukhawatirkan jika terjatuh dan basah. Andai, aku terjatuhpun, tidak mungkin akan terluka, karena sang air siap menangkapku... Mahasiswa yang menjerit-jerit menggoda dari pinggir, dari bawah, karena mereka berendam dalam air, dan rekan rekan dosen yang mengawasi dari pinggir, ikut memberi semangat... Akhirnya... Terima kasih Tuhan, kau buktikan diri ini mampu meliwati lagi satu tantangan.

Pukul 3, rombongan terakhir dari kelompok mahasiswa baru peserta PDSP yang membawa bendera kuning tiba di Taman Mumbul. Kami kembali bergerak ke Lapangan Parkir Sangeh.
Pk. 4, rombongan terakhir tiba di post terakhir. Latihan upacara penutupan segera digelar. Cek sound system, aliran listrik, selang untuk mengaliri air pam, tempayan dari tanah liat untuk menyirami mahasiswa dan taburan kembang dipersiapkan. Pk. 4.15 sore, upacara penutupan PDSP digelar. Pataka kembali diserahkan pihak Brimob yang selama ini bina mereka, diterima oleh Pak Sabudi, dan diambil alih oleh mahasiswa. Pengguyuran air kembang pun dimulai. Hm, 711 mahasiswa peserta PDSP yang terdiri dari 671 mahasiswa baru, 40 mahasiswa yang sebelumnya tidak lulus PDSP, dikurangi jumlah siswa yang tidak mengikuti PDSP ini, jumlah mereka yang sekarang diguyur air kembang oleh deretan pejabat, Ketua Program Studi dan Ketua Jurusan Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali, dosen hingga pegawai yang hadir di sini.

Ah, akhirnya tuntas lah sudah rangkaian PDSP. mereka kembali menaiki 14 truk yang memuat ratusan mahasiswa kami untuk kembali menuju kampus tercinta di Nusa Dua, pulang dan beristirahat. Kembali keesokan harinya untuk menikmati hiburan di panggung aula STP. Kemudian persiapan untuk rangkaian perkuliahan yang akan mengejar mereka minggu minggu berikutnya... Terbanglah, anakku, terbanglah ke angkasa, kepakkan sayap sayap kalian... gapailah angkasa nun jauh tinggi di atas sana...

PDSP STPNDB 2

Pembinaan Dasar Sikap dan Profesi

Kamis, 13 Agustus 2009. Pukul 8 pagi, saat kukendarai Astrea 800 yg setia temaniku menuju kampus Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali. Di bypass Ngurah Rai, kulihat berjejer truk berwarna kuning yang memuat ratusan mahasiswa dengan uniform olahraga STP. "Wah, mereka sudah bergerak meninggalkan kampus menuju Sangeh", pikirku.

Setiba di kampus, kumulai berjalan menuju ke Pura Jagatnatha yang terletak di bagian ujung sebelah kanan. "Tuhan, semoga kesejahteraan dan damai selalu meliputi kami yang berada dan menjadi bagian dari lembaga ini". Demikian salah satu doa yang kupanjatkan saat itu. Cukup sudah segala hambatan dan gangguan yang kami alami. Termasuk berita bahwa belasan siswa baru dan panitia dari mahasiswa yang alami kerawuhan hari Rabu kemarin, diluar Desak Putri Ariani, yang sempat kutangani, sebelum kutinggalkan mereka menuju Klungkung, menghadiri upacara Ngaben Ngerit paman Wayan Suda Arsana, iparku. Yup, dia adalah adik dari Nyoman Marpa, pria yang menikahi kakak kandungku yang kini tinggal di Jakarta.

Berjalan menuju Aula, kutemui Winda yang sedang sendirian bersama sekitar 50 an mahasiswa baru yang tidak bisa mengikuti perjalanan ke Sangeh, karena sakit, jatuh dan alami luka di kakinya, dan berbagai alasan lain. Mereka membuat hiasan dengan berbagai bentuk, burung, rangkaian tanaman, bendera, dan lain lain...

Kembali kutinggal mereka, kali ini menuju ruang Administrasi Perhotelan, selesaikan dua bimbingan skripsi, dengan si Galung dan Cempaka. Lalu membuka komputer. "Dua mahasiswa baru masuk UGD Surya Husada" Demikian tertulis di wall Pak Sudiksa, staf PKN yang juga dosen. Duh Tuhan, cobaan apa lagi yang sedang kami hadapi ini. Segera kukontak dia via telpon. Menurut nya, pak Duwita yang terima info dari pihak rumah sakit. Dan pak Sukana Sabudi selaku puket III yang handle kemahasiswaan sudah berangkat menuju ke sana. Info terakhir, satu siswa tidak sadarkan diri, satu alami patah tangan.

Bu Mirah, rekan dosen yang juga berminat ke rumah sakit segera kenakan slayer di kepala, lalu kami berangkat menuju RS Surya Husada Denpasar. Namun, setelah bertanya pada bagian informasi, tak terdaftar satu pun nama Aditya dan Agus, sebagai siswa STP yang alami kecelakaan dan dibawa ke RS tersebut. Berkah Tuhan hampiri kami. Staf informasi RS yang ramah, membantu hubungi RS Surya Husada di Jl. Pratama Nusa Dua. Memang benar mereka tadi pagi dibawa ke sana, namun kini sudah dibawa ke RS Sanglah. Untungnya lagi, RS Sanglah hanya terletak 5 menit perjalanan dari RS Surya Husada Denpasar yg kami datangi ini.

Pak Adi Astawan berdiri di samping brankar. Agus, terlihat lemah memegangi pundaknya. di samping kirinya berdiri bapak dan pamannya. terlihat bebat perban di tangan kiri. "Sebentar lagi akan dioperasi, karena terkilir dan patah". Demikian info yang kami terima. Ah, menyedihkan melihat kondisi Agus. Tuhan, bantu dia untuk segera lewati fase ini. Tuhan, bantu pula Aditya yang saat itu sedang berada di ruang operasi, dibius total dan sedang dikelupas kulitnya, untuk membersihkan aspal yang menempel di beberapa bagian tubuhnya akibat kecelakaan yang mereka alami.

Semoga mereka segera sembuh dan bergabung bersama teman temannya, ikuti perkuliahan di kampus STP.... Mereka masih muda, hidup mereka masih panjang, masih banyak bagian dunia yang akan mereka lihat, akan mereka jelajahi dan warnai dengan segala bentuk perjuangan mereka....

Senin, 17 Agustus 2009

PDSP STPNDB

Pembinaan Dasar Sikap dan Profesi

Adalah suatu kewajiban yang diikuti seluruh mahasiswa baru dan lama di Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali, yang belum pernah mengikutinya. Mereka hanya diperbolehkan mendaftar ujian skripsi jika bisa menunjukkan sertifikat tanda kelulusan PDSP yg pernah diikutinya.

PDSP untuk tahun 2009 diadakan dari tgl 10 s/d 14 Agustus 2009.

Sebanyak 28 kelas, terdiri dari 671 orang mahasiswa baru dan 40 mahasiswa lama, hadir mengikuti persiapan jelang pelaksanaan PDSP, pada hari Minggu, tgl 9 Agustus 2009 di lapangan STPNDB.

Hari Senin, 10 Agustus, pk 9 pagi, kulihat seorang mahasiswa duduk dengan mengenakan celana robek, tanpa baju kaus putih, tubuh penuh dengan goresan dan lumuran betadine menandai tiap lukanya di pundak kiri dan kanan, siku tangan kiri dan kanan, punggung tangan kanan, dan bahu kanannya. Kutanya alamat orangtua dan nomor telponnya. "Ah, mereka sedang di Jawa saat ini", sahutnya seraya memberikan nomor telpon kakaknya yg Bekerja di Dinas Kehutanan. Setengah berlari, kumasuki ruang kantor STP Ekstensi untuk meminjam telpon. Kuhubungi Dinas Kehutanan Prop. Bali. Namun tidak ada satupun nama tersebut dikenal disana. Bahkan, Pak Kadis dengan ramah memberikan bantuan beberapa nomor telp dari beberapa UPT yg mereka miliki untuk kuhubungi. Kembali rasa kecewa mendera, karena tak ada satupun dari mereka yg mengenal nama tersebut. Akhirnya, kembali kutemui Sang Putu, nama siswa baru yg terluka tersebut. Dia berikan satu nomer telepon genggam baru, berhasil pula kuhubungi kakaknya untuk memastikan datang melihat kondisi adiknya yg terluka.

Tugas berikut tidaklah mudah. Meyakinkan siswa ini untuk pulang ke tempat kost nya. Melihat kondisi luka di sekujur tubuh, kuyakin dia tidak akan cukup kuat menyelesaikan rangkaian PDSP. "Dari tadi kami sudah lelah memberitahu, tapi tidak didengarkan" Demikian komentar Pak Agung Sumadi, salah satu rekan dosen yang bertugas di Sie P3K . Namun Puji Tuhan, dengan kelembutan berhasil kutaklukkan hati keras ini, meyakinkannya untuk lebih baik beristirahat di tempat kost. Tidak menunggu berlama lagi, kutemani Pak Agung membawa mobilnya, mengantar Sang Putu ke Banjar Peken, 3 km dari kampus STP. Menjelaskan pada ibu semangnya situasi yang terjadi, dan menitipkan untuk turut memperhatikan kondisi anak kostnya ini.

Aku bukan lah panitia PDSP. Bukan pula pejabat di STP. Namun kenapa aku peduli? Karena kubayangkan, andaikata kejadian ini menimpaku, terjadi padaku, menimpa anak-anakku, berada di suatu tempat baru dengan orang orang asing yang baru ku kenal, tidak mendapatkan perhatian yg kuinginkan... Alangkah menyedihkannya...

Setiap orang, entah dia kaya atau miskin, cantik atau jelek, siap atau tidak dalam menghadapi berbagai tantangan dan rintangan, tidak ada satu pun yang ingin diabaikan. Perasaan yang paling menyiksa dalam hidup ini, menurutku, adalah perasaan bahwa tidak diakui, tidak diterima, disisihkan. Maka, ku slalu berusaha, sedapat mungkin, berikan perhatian pada siapa pun. Walau mungkin tak kukenal dia...

Sabtu, 01 Agustus 2009

Saraswati

Sang Dewi Saraswati,
bagiku, adalah Dewi Ilmu Pengetahuan,
pedoman dalam mengungkap berbagai misteri kehidupan, mendalami pengetahuan terdalam lalu memilih dan memilah agar sesuai bagi seseorang, sebelum menerapkan apa yang diperolehnya dalam berbagai bentuk pikiran, perkataan dan perbuatan setiap hari.
simbol perjuangan seseorang dalam menapaki jalan hidupnya untuk semakin arif dan berlaku bijak, semakin dewasa, dari hari ke hari.

Pagi ini, setelah mempersiapkan banten Saraswati bagi suami dan anak-anak yang akan mereka bawa ke sekolah, aku pun mempersiapkan diri memuliakan Beliau, dalam wujud Sanghyang Dewi Saraswati. Mentari masih perlahan membuka diri, tatkala kususuri jalan Imam Bonjol kota Denpasar, menuju Nusa Dua. "Ida Ratu Peranda akan memulai upacara pagi hari", demikian komentar teman mengingatkan kami untuk datang lebih pagi lagi.

Setibaku di kampus STP, kuparkir motor astrea 800 tercinta depan pos satpam, berganti dengan kain panjang yang kubawa dari rumah, menjunjung banten dan berjalan perlahan menuju ke Pura. Kutemui rombongan rekan yg pertama tiba bersama bis dari Denpasar. Kami lalu mengawali perjalanan berkeliling kampus, meletakkan canang di atas tugu Penunggun Karang di sisin Pura, di samping hotel praktek bagi mhs di STP, Langoon Resort & Spa Hotel, dan pelinggih di dekat pintu gerbang kampus. lalu kembali ke Pura, menunggu Sang Ratu Peranda dari Geriya Sanur rawuh. Para mahasiswa, memilih duduk bergerombol, dibagian belakang, saling bercanda dan menyapa satu sama lain. Beberapa ibu dan bapak pegawai menghaturkan ayah dengan menyanyikan beberapa untai kidung terbaiknya, sementara, Ibo Jero Melati dan beberapa ibu lain melakukan prosesi ngelis, melukat, mengawali rangkaian upacara, pegawai dan mahasiswa pria menabuhkan gamelan dengan jalinan nada yang kompak, walau tanpa latihan sekalipun, sementara di bagian lain, seksi konsumsi menata hidangan kue dan nasi yasa.

Saat genta mengalun, tergetar hati mengingat sejarah perjalanan hidup. Entah berapa kali kutolak menjadi dewasa, bertahan kekanakan dengan segala sifat egois, dendam, melarikan diri dari kenyataan, baik terhadap teman, keluarga, tetangga, dan murid-muridku sendiri... Sang dewi Saraswati, jadikan aku lebih bijak, mampu menjadi tiang bagi keluarga sendiri, membuka cakrawala pemikiran ini, semoga semakin jernih dan suci, semoga tiada lagi murka...

Akhirnya, acara persembahyangan keluarga besar kampus Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali, berakhir pukul 11.30. Ku persiapkan diri untuk perjalanan berikut, menuju Pura Dhang Kahyangan Gunung Payung.

Pura ini terletak kira kira dua kilo dari STP, di pinggir pantai dengan tebing tinggi dan curam.
Ini kali ke 3 aku mendapat kesempatan mengunjungi rumah Beliau, Tuhan Yang Maha Kuasa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dalam bentuk Bethare Wisnu. Paparan laut luas nan biru langsung menyambutku, berkilauan tertimpa sinar matahari siang, dengan beberapa perahu nelayan yg terlihat dikejauhan. Hem, situasi yang tenang, sungguh membantu dalam melakukan samadhi dan mencapai kekhusyukan bersembahyang yang sempurna. Sama sekali tidak ada perasaan takut tercipta, walau saat itu, aku hanya satu satunya orang yang hadir di sana. Kenapa harus takut jika kita berada di rumah Tuhan, dan datang dengan niat tulus ikhlas.....

Berikutnya, ku persiapkan diri kembali, menyusuri jalan sepanjang 10 km, menuju Pura Uluwatu. Kali ini, kutemui jauh lebih banyak orang, mulai dari rombongan mahasiswa Poltek UNUD hingga berbagai instansi yang melakukan persembahyangan berkaitan dengan perayaan hari Dewi Saraswati, sebagai lambang Ilmu Pengetahuan, hingga rombongan wisatawan yang memasukkan Uluwatu sebagai daerah kunjungan mereka. Hmm.. tidak ada yg berubah dari saat terakhir ku kunjungi Pura ini....monyet yg berseliweran, menghampiri pengunjung untuk mengintip barang yg dibawa, semilir angin membawa udara laut segar berhembus ke udara, debur ombak menghempas tiap sisi tembok dinding terjal Pura, serasa selalu penuh getar, memanggil tiap insani menghadap Beliau, berlutut dan memuja Nya. Kuhidupkan tiga tangkai dupa, lalu menghaturkan banten di atas meja, dan mulai bersimpuh, memanjatkan doa bagi keluarga, sahabat, dan tiap orang yg sempat ku kenal. Segar air tirta menerpa rambut dan wajah, serta melintasi bibir ini, kuharap bisa segarkan pula isi hati tatkala kuharap Sang Dewi berkenan senantiasa dampingi diri ini. Tuhan, semoga jiwaku tidak rapuh dan menjauh dari kemampuan mencerna segala pengetahuan Mu...

Matahari semakin condong. Waktu telah menunjukkan pukul 15.00 tatkala aku tiba dirumah temui keluarga tercinta. Istirahat sejenak, sebelum janjiku bersama simbok, akan mengajaknya bersembahyang bersama ke Pura Narmada dan Pura di perumahan pukul lima sore ini. Motorku mungkin lelah meretas perjalanan spiritual ini, jiwaku mungkin capai menggapai bijaksana ini, fisikku mungkin rapuh mewujudkan cita cita dan tiap mimpi. Tapi kan kucoba, dari hari ke hari, semakin menjadi lebih bijak lagi.