Minggu, 29 November 2009

Come & Grow 2009

Come & Grow 2009 adalah tema Welcome Party bagi para mahasiswa Program Studi Administrasi Perhotelan, Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali, angkatan 2009. Acara ini diselenggarakan di dekat Pura Sakenan, Desa Serangan, pada hari Sabtu, 28 November 2009.

Hmm, untuk acara-acara Welcome Party sebelumnya, tak pernah kuikuti. Gak pernah diundanglah, tempat acara yang jauhlah, eksklusif bagi mereka saja, karena kesibukanku, dan, banyak alasan lain bisa kuajukan. Namun, kali ini, terasa sungguh berbeda. Ada semangat persaudaraan menggelora pada tema acara kali ini, juga niat mereka untuk melakukan tindakan nyata, penghijauan, sebagai bukti peduli lingkungan. Wah..... harus kusempatkan hadir pada acara mereka kali ini.

Dari jauh hari, sudah kuikuti gerak panitia memulai langkah mereka. Kuwanti pak Dewa agar peristiwa yang dialami Bu Wiwik tidak terulang kembali. Upaya mereka melakukan pendekatan pada adik kelas calon peserta acara, pihak dosen dan manajemen lembaga kampus sendiri, keluarga dan para sahabat, Kepala Lingkungan dan masyarakat sekitar dimana acara bakal berlangsung, harus kuacungi jempol. Tidaklah gampang berurusan dengan berbagai pihak birokrat dan masyarakat luas di luaran sana. Tak jarang, sifat egois dan emosi tercampur baur didalamnya. Hal ini rentan memancing jiwa-jiwa remaja mereka yang masih labil untuk memberontak dan bersikap frontal, bahkan terhadap rencana yang sudah mereka susun dengan rapi.

Saat tiba menjelang pukul 9 pagi hari Sabtu 28 November 2009, tak jauh dari digelarnya acara Come & Grow 2009, acara serupa juga digelar oleh Pertamina Gathering Family dengan tema Go Green. Hmm, kebangkitan kesadaran terhadap Global Warming ternyata telah menjadi perhatian serius dari berbagai pihak. Bumi semakin panas, dan, mau tidak mau, hanya kita sendiri yang bisa lakukan perubahan perbaikan situasi ini. Atau... akan sangat terlambat menyadarinya beberapa tahun lagi. Dan kali ini, baru 500 bibit anakan bakau yang bisa mereka tanam. Namun jumlah ini sangatlah membanggakan.

Namun, remaja tetaplah remaja. Mahasiswa sekalipun.... mereka tetaplah miliki jiwa dan semangat remaja dalam dirinya. Maka, terselip pula acara Games & Fun, Queen & King ala mereka, ber foto ria, saling dorong dan mengerjai temannya bahkan disaat sedang berada di area berlumpur tempat menanam bibit bakau / mangrove, acara perayaan hari lahir salah satu peserta saat itu, teriakan dan celotehan khas remaja yang seolah tiada henti hingga akhir acara, dan gaya tidur panitia yang terlelap di bawah pohon besar karena lelah dan kantuk menyerang.

Keterlibatan pihak manajemen sungguh besar. Hal ini terbukti dengan hadirnya tiga Pembantu Ketua, yakni, Dr. Wisnu Bawa Tarunajaya, MM., Drs. IBP Puja, M.Erg, dan Ir. Sukana Sabudi, MP. pada acara tersebut. Juga beberapa dosen lain, dan bahkan para alumni STPNDB yang telah berhasil meretas prestasi, baik di dalam kampus sebagai mantan Ketua Senat Mahasiswa, maupun di luar kampus, sebagai Owner dari sebuah usaha Cargo ke luar negeri yang sukses. Hal ini membuktikan bahwa prestasi bisa diperoleh untuk membuktikan tingkat profesionalitas, baik dalam hal belajar maupun bekerja. Tidak perlu takut dan malu untuk menampilkan diri, mengejar prestasi, baik dalam proses belajar, aktif dalam kegiatan Senat Mahasiswa Kampus, mewakili STPNDB dalam berbagai kegiatan di luar Kampus, dan mewujudkan cita-cita di kemudian hari.

Tumbuh dan berkembanglah, anak-anakku....

Kepakkan sayap-sayap kalian, terbanglah tinggi menjulang, kejar segala cita dan cinta kalian. Isi setiap relung hati dan jiwa kalian, dengan pahit manisnya, getir dan indahnya hari-hari yang kalian miliki, sejak kalian bergabung dengan Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali, hingga tamat, dan meretas berbagai jalan hidup kalian masing-masing. Jangan pernah menyerah, walau segala cobaan dan tantangan menghadang, walau tangis dan darah tertumpah basahi diri.... Majulah, majulah terus bunga bangsa... Tunjukkan kalian pantas mengisi dunia ini dengan segenap kemauan dan kemampuan yang kalian miliki.....

Selasa, 24 November 2009

Simbok Sakit

Simbok sakit.
Sudah seminggu ini simbok sakit.
Kaki kirinya tersiram kuah daging satu panci pada hari Sabtu, 14 November 2009 lalu. Padahal sebelum kutinggal berangkat ke Ubud bersama para muridku mengikuti Seminar Internasional tentang Meditasi, aku sudah menyelesaikan mencuci dan menjemur cucian sebanyak dua ember, membuat soup dan menggoreng ayam bumbu bali. Tugasnya hanya menunggu nasi selesai ditanak dan semur daging matang, lalu berangkat mengantar anak sekolah. Luka simbok sudah dioperasi, dan kini sedang dalam fase penyembuhan.

Selama dia sakit, tugasku bertambah pula.Bangun lebih awal, menyelesaikan cucian anggota keluarga, memasak, menghantarkan makanan dan obat ke kamar simbok, mempersiapkan keberangkatan anak-anak ke sekolah, baru melaju ke kantor. Aku merasa beruntung memiliki suami dan kedua anak lelaki yang bisa membantu menyelesaikan beberapa urusan rumah tangga. Walau mungkin adalah hal yang biasa dan bisa terjadi pada berbagai rumah tangga biasa lainnya pula, namun mereka membantu memberikan kedamaian pada hati ini.

Hari ini aku bisa tiba lebih awal di rumah. Pukul 15.30. Kulihat suami sedang menyapu di halaman. Biasanya, aku akan sedikit menggerutu karena sang bapak menggunakan sapu ijuk, padahal sudah kusiapkan tiga sapu lidi. Walaupun halaman sebagian berisi paving, tapi, sapu ijuk itu menurutku hanya boleh dipergunakan di dalam rumah. Kuucapkan terimakasih karena kulihat pula seragam sekolah anak-anak hari itu sudah tercuci dan berderet rapi di jemuran. Namun menurut sang suami, putra sulungku yang kini duduk di bangku SMP yang melakukannya.

Akh... betapa indahnya duniaku hari ini. Memiliki keluarga, yang bukanlah sempurna, namun, mereka bisa berikan kedamaian tercipta dalam hati. Tiba di rumah, sebagian urusan sudah selesai, walau yakin toh tidak lama lagi akan berantakan lagi karena kehebohan mereka juga. Mungkin sangat biasa pula bagi keluarga lainnya. Namun, hari ini, inilah surga itu. Apa lagi yg kucari... Home Sweet Home.

Rabu, 11 November 2009

Tentang Cinta Kasih

Sebuah pelajaran mengenai cinta kasih,

"Kangen Jik Rah", demikian kata temanku satu ruangan saat kusapa kemarin, Selasa 10 Nov 09. Wajahnya terlihat murung, dengan tatap mata berkaca-kaca. Akh, ibu Oka terkenal bisa diandalkan dalam bekerja, sejak masih di ADAK dahulu. Kudekati wanita cantik ini. Dia adalah pemain drama gong yang sering pentas di Art Centre dan berbagai panggung lain, pemain arja, perias, salah satu pemain figuran sinetron di Bali teve, dan staf akademik yang ditempatkan di ruang Administrasi Perhotelan. Suaminya bertugas selama hampir tiga bulan di Kedutaan Besar RI di Berlin. Berangkat setelah Kuningan, dan kini, bu Oka terpapar rindu teramat sangat pada suami tercinta, kekasih hati dan teman diskusinya.

Ku hidupkan layar komputer di depan kami. Menelusuri untaian informasi geliat berkesenian duta budaya dari Gusti Ngurah Padang beserta rombongan nun jauh di seberang benua berdasar Mbah Google, bukan hal gampang. Namun secercah berkas harap di mata bu Oka tak mungkin kubunuh. Setelah selesai dengan satu kelas lalu berlanjut dengan beberapa diskusi bersama rekan lain siang itu untuk memastikan tugas penelitian semakin mantap, bu Oka ku temani melacak, mulai dari twitter, dan, face book.

Kulihat beberapa orang yang ajukan add di fb. Tertera nama ibu Nyoman Suyadni dan bapak Made Sukasta Mindhoff. Tidak sekalipun ku kenal mereka ini, apalagi pernah bertemu dan ketahui siapa mereka. Namun tempat tinggal yang merujuk kata Jerman sudah suatu pertanda...... Dengan berani kuajukan permohonan membuka jalan bagi sebuah berita.

"Bisakah minta bantuan? Saya punya teman satu ruang, suaminya dan sekehe gong sedang bertugas tiga bulan sbg duta kesenian di Kedubes RI di Berlin. Bisa post info, foto ttg mereka? Teman saya merindu suaminya. Terima kasih". Itu berita yang kutulis di wall PakDe Sukasta, sebelum mematikan komputer.

Lalu kembali kujalani aktivitas berkeluarga, bermain bersama anak, kumpul, belajar dan diskusi se keluarga, mengantar simbok sekolah malam hari. Hmm, bersyukur punya simbok yg bisa diandalkan walau ikut sibuk dengan sekolah Paket Kejar yang diikutinya, antar jemput.

Bekerja, berkeluarga dan bersahabat, sungguh, manajemen hati juga dibutuhkan dan harus menjadi perhatian, agar bisa terhindar dari konflik, atau menghindari konflik.


Pagi ini, Rabu, 11 Nov 09, setelah satu kelas yang penuh perjuangan, dari sekian email yang masuk, tertera balasan info dari Ibu Nyoman dan Pak Made Mindhoff. "Nama suaminya teman siapa?.....pak Ngurah Padang ya.....? Kalau iya, nanti saya kirim photo bapak dan group kami waktu main di hari kuningan Offenbach.Maaf saya juga baru sekali ketemu bapak karena jauh.....saya tinggal di köln.Entar saya telpon ke berlin salam ya....dr Köln"

Duh, Ratu Bethara, ini hanya sebagian kecil berkah yang diperlihatkan Sang Hyang Widhi bagi umatnya yang percaya dan mau berusaha. Orang yang tak pernah kulihat, kuajak bicara, tak kukenal, tapi mau begitu peduli dan meluangkan waktu mereka bagi hal-hal kecil, namun sangat berarti. Dan, bu Oka menangis bahagia, menutup mulut, mencari tissue mengusap air mata yang berlinang, menyaksikan suami tercinta dengan berbagai aktivitas berkesenian, dengan lagak polah dan gaya, terpisah ribuan km, terpaut benua dan samudra.

Hmm, inikah makna borderless world? IT bantu mereka belajar saling memahami, mengenali, berproses, tanpa sekat jarak, ruang dan waktu. Pernikahan dan persahabatan, adalah bagai kepompong, mengubah ulat menjadi kupu-kupu, terbang bebas kesana kemari.

Terima kasih ibu Nyoman Suyadni Mindhoff, terima kasih pak Made Sukasta Mindhoff, terima kasih untuk kebahagiaan yang telah kalian ciptakan bagi sahabatku ini. Tabikku sangat dalam bagi kalian berdua. Satu pelajaran lagi tentang cinta kasih.... Cinta tentang kepasrahan, cinta yang tanpa nafsu, yang bakal bertahan abadi, dalam diri tiap insani....

Loka Samasta Sukhino Bhawantu....

Senin, 09 November 2009

Akulturasi

Akulturasi adalah fenomena yang timbul sebagai hasil jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus; yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya

Ada juga yang mengkaitkan hal ini dengan nasionalisme dan berkata, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung sehingga tercipta akulturasi budaya ...
www.overseasthinktankforindonesia.com/tag/akulturasi/

Perpaduan dua atau lebih, budaya yang ada. Baik itu, bentuk (simbol, bentuk bangunan, nama, patung, benda-benda), fungsi (manfaat, kegunaan, peruntukan), makna (arti dari nama benda, bentuknya)

Dimanapun, kemanapun, kapanpun, dg cara bagaimanapun (bukan coca cola iklan), ini dan hanya ini yang akan abadi, perubahan, perkembangan, penyatuan, pemilahan, pembedaan, perangkuman....

Intinya, mau tidak mau, ya memang kita harus siap....

Contohnya?:
1. Islam beserta unsur-unsur budayanya di nusantara, merupakan akulturasi dari budaya Islam dengan Hindu-Budha yang sudah lebih dahulu ada di nusantara (id.svhoong.com/.../ akutulrasi budaya islam dan hindu)

2. Akulturasi hindu dan islam lahirkan keunikan Bali (Antaranews/.../Akulturasi-hindu-dan- islam-lahirkan-keunikan-bali)

3.Popo Danes: Akulturasi Arsitektur Modern dan Eksotisme Tradisional Bali. kiwik. Kamis, 27 - Agustus - 2009, 05:57:50. BANDUNG, itb.ac.id- "Arsitektur yang ...

4.Proses akulturasi juga terlihat pada bagaimana kolom-kolom dengan bentuk busur gaya Eropa dipadu dengan bentuk memolo atau mahkota gaya China. ...
kabarmadura.blogspot.com/.../akulturasi-pada-keraton-sumenep
www.itb.ac.id/news/2558.xhtml

5.9 Sep 2008 ... Akulturasi Islam-Hindu di Bali mewujud antara lain dalam bangunan masjid. Itu sebabnya, masjid di Bali kebanyakan berbeda dengan masjid pada ...
www.kompas.com/.../akulturasi.hindu-islam.lahirkan.keunikan.bali

6.[budaya_tionghua] Re: Akulturasi budaya dalam agama. Dada Tue, 16 Sep 2008 21:18
:24 -0700. Agung Bicara senjata makan tuan saya jadi ingat jepang yang ...
www.mail-archive.com/budaya...com/msg23331.html

7.
Kusuma, I Nyoman Weda, (2007) Geguritan Nabi Muhammad: Cermin Akulturasi Budaya Hindu-Islam di Bali. Sari (ATMA), 25 . pp. 119-127. ISSN 0127-2721 ...
myais.fsktm.um.edu.my/7294/ - Tembolok - Mirip
oleh I Kusuma - 2007 - 3 versi

Ada banyak lagi contoh lainnya. Penelitian saya juga buktikan ini terjadi.
Bagaimana di Bali? Dg tuntutan? Hmmm, Santo Yosep jadi pengganti Swastyastu. Barongsai, Mesjid dengan empat menara simbol akulturasi islam dan kristen, adanya geguritan Nabi Muhammad....
Teman saya, sekarang sedang meneliti aliran Hare Krisna untuk disertasinya. Yang memperlihatkan betapa ketidakkonsistenan pemda Bali sendiri. Dulu mengeluarkan larangan, tapi dilanggar sendiri....

Simpulannya?
Asimilasi dan akulturasi, pastilah itu....

Tapi, kita perlu berjuang untuk jelaskan tataran ini. Yo ayo, berjuang nyatakan pendapat kita dalam berbagai cara, sesuai dengan norma yang ada.

Minggu, 08 November 2009

Penggangguran, kekerasan dan tingkat spiritual

Hmmm

Running text Metro TV barusaja jelaskan : Bulan Oktober 2009, tingkat pengangguran di AS menjadi 10,2 %. Itu berarti, 15,7 juta orang. Bukan lagi suatu jumlah kecil. Bagaimana di Indonesia? Di Bali? S'pore mulai protect diri dg berbagai peraturan ketat bagi para TKI. Malay dan berbagai negara lain pula. Hujan batu dan hujan emas kah yang bakal terjadi di negeri orang atau di negeri sendiri.

Salah satu dampak peningkatan pengangguran adalah prediksi bakal terjadi peningkatan tindak kriminal berupa kekerasan. Bicara tentang kekerasan, bisa terjadi karena lemahnya ketidakpercayaan. Ah, ini bagai siklus yang tidak berkesudahan...
Dapatkah kita hanya sekedar bersembunyi dari ribuan sloka atau ajaran Weda? Tertutup dalam bilik spiritual semata? Baru selesai menangani satu kasus, sudah menanti ribuan masalah lain lagi... Hmm.
Ada yg pendek akal, mencuri jadi salah salu solusi, atau... bunuh diri? Atau, gunakan kekerasan sebagai bentuk pelampiasan emosi jiwa di dada.
Apa yang dapat dilakukan bagi peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah, kemampuan pemimpin, kemampuan kita semua, terhadap hukum yang berlaku di negeri ini, untuk terlibat dan saling peduli, sekecil apapun, terhadap penderitaan orang lain?

Ketidakpercayaan masyarakat terhadap praktik keadilan yang diatur oleh sistem hukum juga menjadi penyebab, mengapa mereka menyelesaikan sendiri persoalan hidup mereka dengan caranya sendiri. Menurut Lewis Coser, kekerasan bisa menjadi isyarat atau tanda, betapa masih banyaknya problem dalam sistem sosial yang harus dikoreksi. Hal-hal yang harus dikoreksi mesti dikembalikan pada sistem, struktur sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang melahirkan situasi negatif yang kurang manusiawi. Tanda-tanda ini menampilkan diri dalam masyarakat yang tidak adil dan dalam masyarakat yang hidup terkekang dan terkungkung oleh represi pihak yang berkuasa. Tidak terlalu mengherankan jika dalam hal ini, masyarakat pada level paling bawah, orang miskin, mereka yang terpinggirkan / termarjinalkan, buruh, nelayan, petani ternyata sangat peka terhadap berbagai masalah seperti kesenjangan dan ketidak adilan sosial.

Untuk mempertajam pemahaman atas persoalan-persoalan di atas, tampaknya tepat jika merujuk analisis yang dilakukan Johan Galtung. Galtung membedakan dua kekerasan: kekerasan personal dan kekerasan struktural. Kekerasan personal itu bisa tampil dengan sangat jelas, apalagi kalau peristiwanya hadir di depan mata. Pelaku kekerasan personal bisa dilacak dan ditemukan dengan mudah. Namun, seseorang akan dapat terkecoh dan lupa bahwa kekerasan struktural yang tidak menampakkan diri, bak udara di sekitar kehidupan ini yang terhirup setiap hari, bisa lebih kejam dan mematikan. Kekerasan struktural itu dipahami sebagai suasana struktur yang menekan (Alfian,1980:3-7).

Kekerasan struktural ini adalah kekerasan yang bersifat anonim, para pelakunya tidak bisa dilihat secara gamblang. Kekerasan model ini terjadi dalam kasus-kasus penggusuran,ketimpangan sosial ekonomi, persoalan korupsi, kolusi, manipulasi, ketidak adilan dalam hukum, kemiskinan, rendahnya upah buruh, serta rendahnya nilai tukar hasil tani terhadap industri. Bila massa rakyat hidup dalam kesenjangan yang semakin tajam dan hidup dalam serba kekurangan, maka hal itu dapat dipandang sebagai pertanda bahwa di situ terjadi kekerasan struktural.

Kesimpulan?
Pengangguran tingkatkan kriminalitas, dan, kurangi tingkat spiritual? Hiiiiii

Senin, 02 November 2009

Kwee Chai Pontianak

Kwee Chai, adalah nama makanan yang dibawa adikku, special dari Pontianak.
"Titipan mama untuk kak Santi" demikian katanya. Kulihat, ada 100 biji dalam dua kotak makan itu. Kwee chai merupakan makanan yang dibungkus kulit siomay, dilapisi minyak kacang, lalu dikukus. Berbagai rasa, ada yang berisi irisan daun bawang di tengahnya, ada yang berisi parutan keladi, ada yang berisi kecambah muda. Tak lupa, bahkan emakku menitipkan sambal botol cair, asli Pontianak. Hmmm, sekali makan, kuhabisi 30 potong kwee chai berbagai jenis, lengkap dengan sambalnya. Maruk kaleeee aku ini.

Ada pula bentuk cabe kering yang ditumbuk, lalu jadi bubuk cabe, dimasukkan dalam botol, tanpa bahan pengawet, hingga bisa tahan berbulan. Diekspor ke berbagai belahan dunia. Akh, aku jadi ingat masa kecil di Kalimantan dahulu

Ah, andai banyak orang tahu teknik ini, vegetarian bakal jadi dunia yang sangat indah dan berbagai restonya dikunjungi orang tiada henti, murah meriah dan bikin hidup sehat.