Selasa, 24 Juli 2012

Antonius Hardy

Staf manajemen STPNDB sungguh peduli dan sangat perhatian dengan berbagai situasi dan kondisi STPNDB. Kepedulian ini terwujud dalam banyak hal. Salah satunya, dari sekian banyak kisah, adalah pada peristiwa yang menimpa Antonius Hardy.

134313900010492336

Kami sedang berkumpul di ruang dosen Administrasi Perhotelan pagi itu. Berdiskusi dengan para dosen dari Program Studi Manajemen Akuntansi Hospitaliti, Ibu Ni Ketut Mareni, Ibu Ni Made Sri Rukmiyati, Ibu Riska Yusmarisa, Bapak Ketut Sudarsana, Bapak Ketut Reja Arjana, Ibu Ketut Anggreni.



1343139048582916792

1343139320726576314

Kutuntaskan satu bimbingan skripsi saat pak Wayan Jata tiba di ruang kami. Sambil berdiskusi dengan bapak Ir. Nyoman Sukana Sabudi, M.EP, ibu Dra. IGA Mirah Darmayanthi, M.Si, ibu Diah Sastri Pitanatri, A.Par, kami ketahui info dari pak Jata, salah satu mahasiswa STPNDB sedang berada di rumah sakit.

1343139100909946583

Ah..... duka kami bagi mahasiswa ini. Dan, kami putuskan berangkat bersama, untuk membesuknya di Rumah Sakit Surya Husada, di Sanglah. Aku menggandeng bu Mirah. Kami berangkat dengan 2 motor, menembus panas jalan raya Nusa Dua - Denpasar, di tengah terik mentari, dan macet jalanan berdebu. Satu jam di jalanan, kami tiba juga pukul 11.15 di salah satu ruang tipe Pendet di lantai tiga rumah sakit tersebut. Seorang ibu cantik berdiri di samping mahasiswa yang terbaring lemah. Kalung bersalib terlihat melingkar di lehernya.

13431391501266792313


Antonius Hardy, adalah mahasiswa kami dari Program Diploma III, Program Studi Manajemen Tata Boga, semester 3. Pada saat kejadian kecelakaan menimpanya, Rabu, 17 Juli 2012, dia baru dua minggu menjalani masa training di hotel Bxxxxx Tree. Malam hari, sehabis training dan mengikuti evaluasi hasil training malam itu, mengendarai motor di jalanan sepi dan menikung, dengan kecepatan rendah, laju motornya justru lurus, hingga dia menghantam pagar tembok balok pembatas, hingga tembok balok semen sebesar itu terbelah menjadi beberapa bagian. Motornya masuk jurang, dan dia dalam keadaan koma dibawa ke rumah sakit, oleh staf manajemen hotel.
 

13431391821135794265

Begitu mendapat info tentang anaknya, ibunya berangkat dengan pesawat pertama dari Jakarta menuju Denpasar, dan terus mendampingi di rumah sakit. Tangan kiri patah, kaki kiri patah, darah memenuhi wajah dan mengalir dari telinga kanannya. Namun kini, kaki kirinya berbalut perban setelah menjalani operasi. Tangan kiri dibalut gips, dan, beberapa pen ditanamkan di wajah untuk menyambung tulang rahang dan tulang wajah.

 1343139206816610450

Putra bungsu dari tiga bersaudara ini akan berangkat malam ini juga, dengan pesawat ke Jakarta. "Karena kami tidak memiliki keluarga di Bali, dan agar dekat dengan seluruh keluarga besar" sahut ibunya. Ibunya lanjut dengan uraian, betapa, sebenarnya dia tidak pernah rela mengijinkan putra bungsunya berangkat menempuh pendidikan terpisah jauh dari keluarga. "Banyak sekolah pariwisata yang bagus di Jakarta. Ada UPH, dan juga yang lain. Namun kok ya, dia bisa memilih Bali", ujar sang ibu. Dia juga menyesali keputusan bapak Antonius, yang membelikan motor bagi anaknya.

Ehm, seorang ibu cantik yang terlihat panik dan berduka, karena sang anak mengalami kecelakaan. Ah, duka seorang bunda, adalah juga duka kami. Tidak ada seorang pun, yang ingin berada dalam situasi duka. Apalagi, menghadapi situasi tersebut sendirian, tanpa ada teman curhat, untuk berbagi perasaan dan kesedihan.

"Cutilah dia semester. Lekas sembuh, dan bergabung kembali untuk menuntaskan pendidikanmu", kata pak Wayan Jata. Lalu beliau menghubungi beberapa staf manajemen lembaga kami, memastikan transportasi yang akan turut menghantarkan Antonius Hardy dan ibunya ke bandara sore hari, untuk berangkat menuju Jakarta. Pak Jata juga membantu mengurus administrasi asuransi yang harus dituntaskan oleh ibu Antonius dan pihak manajemen rumah sakit, menyerahkan data kelengkapan surat cuti bagi Antonius dari STPNDB.
Satu jam berada di sana, menguatkan hati Antonius Hardy beserta ibunya, kami mohon diri, berpamit untuk melanjutkan perjalanan kami.

1343139261177699094

Duh, Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Semoga dia lekas sembuh, berkat doa dan kasih sayang dari kedua orang tuanya, keluarga dan para sahabatnya, para dosen dan pegawai STPNDB, juga staf manajemen dimana dia mengikuti training......

Senin, 16 Juli 2012

Morning Crazy & Mac Gyver for my boy

Senin, 16 Juli 2012. Hari pertama para murid kembali bersekolah setelah sebulan liburan kenaikan kelas. Demikian pula dengan anak-anakku. Mereka akan mulai kembali mengawali hari-hari dengan segudang aktivitas belajar di sekolah.

13424527701002832874

Sudah semenjak minggu lalu ku cek berbagai perlengkapan sekolah mereka. Seragam, buku, kaus kaki. Aman terkendali. Pagi ini, makanan pagi dengan menu nasi goreng dan teh anget sudah terhidang di meja. Sudah kusiapkan pula bekal bagi mereka, lengkap dengan sebotol air minum.

Selesai mandi dan mengenakan seragam, mereka mulai mengenakan sepatu. Dan...... olala, baru kusadari. Sepatu hitam putra keduaku, Made Yudhawijaya, tidak memiliki tali sepatu. Tali sepatu hitamnya telah putus dan tidak bisa digunakan lagi.

1342452799560551287

Hmmm, tak kehilangan akal, kupindahkan tali sepatu olahragaku yang berwarna putih. Sambil kurayu dia, bahwa nanti sore akan kubelikan tali sepatu hitam, yang penting, dia bisa berangkat sekolah. Namun dia menolak.

Ah, anakku ngambul bisa berat kasusnya bila hingga dia mogok sekolah. Ini adalah hari pertama. Dia harus mengawali hari bersekolah dengan sepenuh semangat dan juga bertanggungjawab. Maka, ide kreatifku berkeliaran. Daripada harus membelikan sepatu baru demi mendapatkan tali hitam, lebih baik berusaha mencari tali sepatu hitam. 

Ahai, kuambil spidol hitam dari tas ransel yang biasa kubawa kemana-mana, kubuka tutupnya, dan, kuwarnai tali tersebut. Lumayan lah, bisa bertahan untuk se hari ini. Dan segera sepatu digunakan oleh Yudha. Dia mengikat tali sepatu, segera berlalu menuju sekolah tercinta. SD 13 Padang Sambian Kelod, dengan diantar oleh simboknya.

Well. Sepagi ini, seorang ibu telah berusaha menjadi Mac Gyver, dengan segudang ide kreatif, mencoba mencari solusi. Morning Crazy, kesibukan di pagi hari, dengan segala urusan dalam negeri. Karena.... tak ada rotan pun, akar akan mampu berguna.

Cengkeh, Mutiara Hitam dari Sepang......

Setelah sekian lama tidak bisa pulang ke Sepang, entah demi alasan kesibukan demi kesibukan yang menggoda, meski anak2 sedang dalam libur sekolah mereka, maka, Sabtu, 14 Juli 2012, aku dan Putu Widhiasih, simbok, pulang berdua.

13424478221034878252

Yudha menolak ikut, meski sudah kurayu berkali. "Bapak enggak ikut pulang, Yudha di sini aja dengan bapak" Sahutnya sambil mohon ijin melanjutkan proses membuat layangan bebean berukuran 2,5 X 1,5 meter bersama teman-teman, dengan dibimbing oleh Om Putu, tetangga kami. Adi, kakaknya, berangkat ke sekolah mempersiapkan MOS bagi adik-adik kelas mereka yang diterima di SMAN I Denpasar.

Minggu depan adalah minggu dimana para murid mulai mengawali kegiatan belajar mengajar. Mungkin kami akan agak sukar mengatur jadwal untuk pulang kampung. Maka, kusempatkan pulang bersama, menemui para ipar dan kerabat di kampung. Toh Ayu, cucu suami yang sudah 7 tahun bersama kami, mengasuh anak-anak semenjak kecil, baru menuntaskan ujian Kelompok Belajar Paket C, setara dengan SMA.

Kami berangkat sudah siang. Pukul 10. Namun dorongan hasrat akan kerinduan pada kampung halaman begitu kuat. Dengan motor Astrea Grand keluaran tahun 1993, kami menyusuri arah jalan pulang. Banjar Tegallantang, Dalung, Pura Purusadha di Kapal, dan tembus di jalan raya Denpasar Gilimanuk. Kusadari kami terlupakan membawa jas hujan. Hmmm, semoga Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa memberkahi, dengan udara sejuk, mendung, tiada hujan.

13424478551411449440

Tanpa berhenti semenjak dari Denpasar, kami tiba di pinggir jalan, menuju hutan Bading Kayu. Berhenti sejenak untuk menikmati roti dan minuman yang kami beli di warung pinggir jalan. Waktu menunjukkan pukul 11. Menyusuri hutan Yeh Leh Yeh Lebah, jalan aspal yang berlubang dan batu kerikil berserakan, tanjakan dan turunan parah. Ayu menangis tatkala menyadari mobile phone nya hilang. Kami hampir tiba di jalan desa Dapdap Putih. Hmmm, terpaksa kembali menyusuri jalan. Hingga 5 km kembali menuju ke arah Bading Kayu, dan, kami sadari, tak mungkin handphone kembali, pasrah, dan kembali melanjutkan perjalanan menuju kampung halaman.

Tiba di KUD Dapdap Putih, kami berhenti membeli oleh2 dan buah tangan bagi keluarga. Kubelikan pula oleh2 bagi orangtua dan adik bayi Ayu. Ya, Ayu memiliki adik bayi yang berjarak 20 tahun usia dengannya. Ibunya kembali melahirkan anak. Maka Ayu memiliki dua adik.

Kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Utara. Sungguh, sebuah usaha menjadi seorang pengendara motor ulung di daerah ini...... Betapa tidak, jalanan menanjak dan menurun, menikung, aspal yang tidak bisa dibilang bagus. Hmmm, jangan bilang dirimu seorang biker sejati sebelum menaklukkan medan jalanan ini, dengan tantangan luar biasa. 

Di desa Sepang Kelod, kami berpisah. Ayu kutitipkan pada seorang tukang ojek yang akan membawanya menuju ke Dusun Gunung Sari. Jalannya menanjak, dan ada tanah longsor yang menyisakan badan jalan hanya separuh. Aku menyerah kalah untuk medan ini. Aku berbelok ke arah Dusun Asah Badung, menuju ke Pangkung Singsing, istilah bagi daerah dimana rumah tua berada. Disini kujumpai Kadek, keponakan, sedang ngepikin cengkeh. Istilah bagi memisahkan cengkeh dari batangnya, dengan menggunakan kedua tangan.

13424480251105145930

Dia menghidangkan segelas kopi, juga jaje bali hasil bikinan nya pagi ini. Hmmm, keramahan yang sungguh mengobati rasa lelah setelah menempuh perjalanan 3 jam dengan berkendara di atas motor.

1342448057555699260

Selesai bercengkerama dan diskusi, kami berjalan beriringan menemui suaminya yang sedang mengalap cengkeh. Istilah bagi orang yang sedang memanjat dan memetik cengkeh dari pohonnya. Menyusuri jalan setapak menyeruak kebun, diantara aroma cengkeh dan kopi yang memerah, kami temui Nyoman Kopat suaminya, sedang memindahkan tiying banggul, batang bambu untuk memanjat, dari satu pohon, ke pohon lainnya. Dia ditemani oleh 3 orang tenaga pengalap. 

13424482171991473458

Kulihat juga ada seorang anak kecil, yang ikut ngorek, memungut cengkeh yang terjatuh di tanah. Hmmm, betapa, anak sekecil itu sudah ikut terlibat dalam upaya mengumpulkan uang demi membantu orangtua. Dengan wajah ceria kekanakan, dia berlarian membawa kantung plastik kecil yang berisi cengkeh.




134244827511604479

Ponakanku, Nyoman, terlihat sedang mengikat tiying banggul dengan menggunakan tali ke pohon cengkeh, agar tidak mudah bergerak pada saat sedang dinaiki oleh para pengalap.

13424482421636627315

13424480971625830059

Aku kembali melanjutkan perjalanan berjalan kaki menuju ke arah Utara, dimana iparku berada. Kudapati Mbok Ktut Ngempi sedang duduk di dapur rumah. Ponakanku, Ketut, bersiap untuk berangkat ke dokter, mengantar suaminya, Wayan Mulyawan, ke dokter di Dapdap Putih. Juga sambil mencukur rambut Putu Dita, anak mereka, yang akan kembali masuk bersekolah hari Senin ini. 


1342448904375382034

Putu Dita, sang cucu, bermain sepeda mengelilingi halaman rumahnya, di antara timbunan cengkeh dan kopi yang ditutupi terpal plastik.

1342448963177462896

Di halaman terdapat timbunan cengkeh yang ditutupi terpal agar tidak terkena hujan dan embun malam yang bisa meninggikan kadar air dalam cengkeh, hingga bisa membuat cengkeh rusak. Bli Wayan Tinggal menginap bersama Mbok di Bebengan untuk sementara waktu, sambil ngepikin cengkeh yang baru di alap, dan menjemur cengkeh yang sudah dikepikkin. Waktu menunjukkan pukul 4 sore saat setelah makan bersama Mbok, aku berpamit. 


13424490521754805762

Pukul 4 sore, ke empat tenaga pengalap di tegalan cengkeh bli Wayan Tinggal berpamitan pulang. Mereka membawa hasil cengkeh yang mereka alap, dan bakal dikepikkin oleh anggota keluarga. Dan keesokan hari bakal membawa cengkeh yang sudah dikepik agar siap dijemur di halaman rumah Mbok Ktut Ngempi ku ini.

13424491711942358753

Kembali berjalan menyusuri jalan setapak menuju ke rumah tua. Lalu mengambil kunci motor dan melaju mengarah ke Barat, kali ini rumah Bli Made Miasa dan Mbok Tut Sukati.

Jalanan menanjak beraspal yang sudah mengelupas, berkerikil. lalu jalanan dari campuran semen dan kerikil, sebelum akhirnya tiba di halaman rumah Iluh tempat kutitipkan motor hingga keesokan hari. Kuputuskan akan menginap di tempat Mbok Tut Kauh.

13424492432112661788

Terlihat ada beberapa orang sedang menyelip bijih kopi yang sudah kering, agar terlepas dari kulit kopi. Suara mesin selip keras terdengar meraung-raung. Aku melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju rumah Bli Made dan Mbok Ktut Dauh.

1342449346850990954

Kudapati Bli Made sedang ngepikin cengkeh. Simbok malah masih di atas pohon cengkeh. Hmmm, sungguh berat perjuangan para petani cengkeh. Bli Made dan Simbok sudah tua. Anak satu2nya adalah perempuan, menikah dengan orang Jepang, dan tinggal di negeri sakura bersama kedua anaknya. Sudah tentu, mereka sangat kesepian. Ahhh. Seringkali mereka bertanya, andai, salah satu dari anakku mau tinggal bersama mereka.....

13424493711144943609

Di saat ini, panen cengkeh terjadi pada hampir seluruh daerah di kabupaten Buleleng. Berbarengan pula dengan panen kopi. Banyak dibutuhkan tenaga untuk ngalap atau memetik. Per hari, buruh tukang ngalap cengkeh mendapat upah Rp 60.000. Dengan membawa nasi dari rumah masing-masing, mereka mendapatkan lauk untuk makan siang, juga kopi dan jaje bali. Mereka bekerja dari pukul 8 pagi hingga pukul 4 sore. Berdiri di atas tiying banggul yang berisi palit untuk pijakan kaki dan berpegangan, memetik cengkeh dari ranting pohonnya, memasukkan ke dalam kantong dari karung plastik. 

1342449400262836975

Cengkeh yang baru di alap dari pohonnya dan masih bersatu dengan batang.

13424494661699219846

Cengkeh yang telah kering dijemur akan menjadi hitam.

Bila para pengalap ini membawa cengkeh ini ke rumah masing-masing, lalu mengepik dan membawa kembali hasil cengkeh kepikan, akan dihargai seribu rupiah per kg nya. Dan.... panen cengkeh ini akan berlangsung hingga sebulan atau dua bulan ke depannya. Wooww. Sebulan kerja, mereka bisa mendapatkan hampir Rp 2 juta rupiah. Ahai, sungguh, sebuah usaha yang tidak kan sia-sia. Tuhan menghargai dan memberkati orang yang mau bekerja keras dalam mewujudkan keberhasilannya.

13424495441747098747

Banggul yang dipergunakan pengalap untuk mengalap cengkeh dari pohon. Terbuat dari batang pohon bambu, dengan tinggi 15 hingga 30 meter, dibuatkan palit setiap setengah meter, untuk pijakan kaki dan berpegang.

134244966880450207

Di sela kesibukan, simbok masih menyempatkan membuatkan hidangan dan wedang bagi ku. Keramahan khas orang kampung....

13424497332087674884

Memasak dengan menggunakan tungku dari batubara. Hmmm, menikmati suasana alam pegunungan, kokok ayam membangunkan dari tidur, alam hijau pegunungan terhampar indah di depan mata.

13424498221566410583

Bli Wayan Tinggal. Sungguh sudah sepuh, namun tak hendak hanya berdiam diri, masih tetap berkarya, meski hanya sekedar ngepikin cengkeh dan menjemurnya. Tinggal di gubuk bambu, menolak tinggal di rumah baru, demi menunggui cengkeh agar tidak dicuri orang. Hmmm, sungguh berat perjuangan menahan dingin angin malam mengusik rematik yang diidap beliau, juga menjaga benda milik agar aman dari tangan2 jahil....

13424499631537463668

Dalam situasi panen yang terjadi hampir serempak ini, sungguh susah mencari buruh atau tenaga untuk ngalap. Hampir semua tersedot pada lahan milik mereka sendiri, dan juga saling mencari tenaga hingga ke luar daerahnya. Bahkan, Bli Made Miasa menandukan lahan cengkehnya, karena tidak mendapatkan buruh untuk ngalap, dan untuk ngalap sendiri beliau sudah tidak sanggup. Well, daripada cengkeh menjadi berbunga dan tidak layak untuk di alap lagi. Apalagi, faktor cuaca juga ikut menentukan. Mendung dan gerimis yang sewaktu-waktu turun akan meningkatkan kadar air yang dikandung dalam cengkeh, hingga kualitas menjadi merosot. Bahkan, terkadang, petani terpaksa menyeduh cengkeh, agar cengkeh menjadi panas dan tidak memutih / rusak.

Setelah buah cengkeh dipisahkan dari batangnya, batang ini pun bisa dijual seharga Rp 4 ribu per kg. Bahkan, daun kering cengkeh juga bisa dijual seharga Rp seribu per kg. Siapa yang membeli? Selalu ada saja para pengepul yang siap untuk membeli. Mereka lalu membawa ke tempat penyulingan, yang lalu menyulingnya, untuk dijadikan campuran dalam proses membuat balsam cengkeh.  Namun, proses panen ini sudah tentu tidak setiap bulan bisa mereka dapatkan, bahkan juga, belum tentu bisa setiap tahun. Semakin lama pohon cengkeh tentu harus diremajakan kembali, rajin dirabuk, agar rimbun dan banyak buahnya. Dan ini juga tentu membutuhkan tenaga dan biaya lumayan dalam perawatan.

Hmmm, disaat harga cengkeh kering di pasaran adalah Rp 80 ribu per kg, sudah tentu..... sungguh tipis sekali margin keuntungan yang mereka dapatkan. Belum termasuk ongkos pemeliharaan tanaman cengkeh, ongkos upah buruh, dan berbagai biaya lain. Entahlah, apakah aku bisa se sabar dan se bijak para petani dalam melakukan tugas ini..... atau malah menuntut yang serba instant dan selalu terpatok pada hasil dan hasil...... bukannya harus selalu berusaha dan berjuang, dalam jalani setiap proses sebelum meraih hasil dalam genggaman.......

Ah betapa...... Kehidupan mengajarkan padaku untuk belajar semakin memahami dan merendah pada kebijaksanaan alam. Sesuatu yang bagi kita sudah pasti dan indah, namun bisa saja terhempas hingga menjadi hal yang mengecewakan. Namun, hanya dengan pasrah, mengikuti air yang mengalir, selalu berharap dan disertai doa, juga usaha keras, maka kita bisa menjadi semakin bijak. Aku sungguh ingin menjadi smakin bijak, dengan berguru pada alam.

Rabu, 11 Juli 2012

Perijinan....... Mengurus Ijin Penelitian

Menjadi kandidat Doktor ? Bermimpi pun aku tak berani dahulu kala. Namun, kini aku berada pada posisi tersebut. Mahasiswa Program Pascasarjana, S3, Program Studi Kajian Budaya, Universitas Udayana. Sombong? Tidak!  Tak perlu itu, tak pernah terlintas sedikitpun untuk bersikap angkuh. Bangga ? Tentu ! Sudah pasti. Namun, untuk memperlihatkannya secara histeria dan meledak2? Hmmm, jauh kaleee. Lagi pula, bukankah, di atas langit masih ada langit. Jauh lebih banyak masalah yang perlu kita hadapi, daripada hanya ber bangga dan ber sombong belaka.... Maka, biarlah, mengalir bagai air di sungai. 

13420199141492668046

Kali ini, kisahku tentang, proses tatkala mengurus hal yang berkaitan dengan ijin penelitianku.
Setelah berulang kali diskusi dan edit, berulang ujian, dari Pra Kualifikasi dan Proposal, akhirnya tuntas sekian tahap. Meski penelitian telah kulakukan dengan survey ke lokasi semenjak dahulu, namun formalitas tetap perlu. Maka, kulengkapi dengan seperangkat peralatan, dan usaha untuk berjuang, juga disertai doa mendalam semoga upayaku berjalan lancar.

1342020061224250865

18 Juni 2012. Setelah hasil editan proposalku disetujui dan disahkan oleh para Profesor Promotor dan Co Promotor 1, juga Co Promotor 2, Ketua Program Studi S3 Kajian Budaya, aku berangkat menuju kampus Pascasarjana di jalan Sudirman. Waktu menunjukkan pukul 13.00, sedang ada ujian sidang terbuka, promosi doktor, dimana Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, ikut menguji. Maka kutinggalkan 15 set proposal yang sudah kujilid rapi di meja sekretaris beliau, dan baru akan kuambil keesokan harinya.

19 Juni 2012, pagi hari yang cerah, pukul 7.30 sudah duduk manis di ruang kerja Direktur Program Pascasarjana, sempat berdiskusi dengan Prof. Dr. Luh Kartini yang terkenal dengan penelitian beliau tentang cacing yang sungguh bermanfaat bagi produk organik. Akhirnya kudapatkan tandatangan Direktur Pascasarjana pukul 9.30 pagi. Bergegas kugeber motor menuju Nias 13. Namun sungguh, sebuah ujian kesabaran sedang berlangsung........ Ketua Program Studi S3 Kajian Budaya sedang tugas luar pulau selama 3 hari, dan surat pengantar permohonan ijin penelitian masih harus menanti.

13420203411946449252

Jum'at, 21 Juni 2012. Pukul 10.00, di jalan Nias 13, Sanglah. Ada ujian seminar hasil thesis pagi ini, dan aku berharap bisa dapatkan tandatangan segera. Astungkara, bersyukur pada Hyang Widhi Wasa, langkahku lancar. Kudapatkan surat pengantar permohonan pembuatan Ijin Penelitian dari staf akademik di Kajian Budaya. Ibu Luh memberikan padaku, dan setelah menunggu beliau, kudapatkan pula tandatangan Prof. Dr. AA Bagus Wirawan SU. Maka, segera kembali kugeber motor tercinta, kali ini menuju kampus Bukit, Gedung Rektorat. Well, memang, kampus Unud memiliki beberapa lokasi gedung yang terpisah-pisah.
Tiba di samping gedung rektorat kampus Unud di Bukit, waktu menunjukkan pukul 11.00. Aku berjalan melangkah masuk ke Gedung Rektorat. Kutanya satpam yang bertugas, aku ingin mengurus surat ijin penelitian. Mereka mengarahkan ku untuk menuju ke Gedung Litbang yang terletak di bagian belakang Gedung Rektorat. Maka, aku segera melangkah kembali, keluar dari pintu belakang Gedung Rektorat, dan masuk ke Gedung Litbang. Beberapa orang yang kutanya malah bingung, mereka minta aku menemui Kabag TU di lantai 2 Gedung Rektorat, di sebelah ruang IT. Ahay.... Dengan langkah gontai karena belum makan semenjak kemarin, kembali kumelangkah. Naik ke lantai dua, Gedung Rektorat. Mereka kembali bingung, dan aku diminta turun ke lantai dasar. Duh.... Akhirnya berjumpa pula dengan staf yang seharusnya kutuju sedari awal di lantai dasar tersebut. Kuserahkan surat permohonan pembuatan berkas ijin penelitian dari Unud yang kubawa, juga satu berkas proposalku  Aku hanya bisa duduk menunggu hingga suratku selesai dikerjakan mereka, dan, karena sudah siang, maka kuputuskan, usaha baru akan kulanjutkan keesokan hari.

Senin, 25 Juni 2012. Dengan semangat sumringah membuncah, pagi hari pukul 7 sudah di jalan raya menuju Renon. Dahulu, sewaktu di bangku S2 Pascasarjana Program Studi Kajian Budaya Unud, aku juga mengurus sendiri ijin penelitianku. Maka, aku yakin masih bisa mengenali gedung perkantoran tersebut. Ternyata, sungguh banyak perubahan. Berkali bertanya di jalan tak menjamin aku takkan tersesat pula. Setelah 30 menit berputar-putar, akhirnya kutemukan gedung Kesbanglinmas tersembunyi di area Gedung yang diperuntukkan bagi Dinas Kehutanan, di bagian belakang. Area ini persih di sebelah Kantor Samsat Kodya. Ah..... Maka, kuserahkan surat permohonan pembuatan berkas ijin penelitian dari Unud yang kubawa, juga satu berkas proposalku. Dan, ujian kesabaran kembali. Aku diminta kembali keesokan hari, untuk mengambil surat ijin tersebut.

Seminggu berlalu, karena kesibukan Pensisba di STPNDB, dan juga dalam rangka piodalan di Pura Perum dimana kami tinggal, kubiarkan pengurusan berkas permohonan bagi ijin penelitian. Dan kini, Senin, 2 Juli 2012, pagi hari, aku kembali menuju ke Gedung sama, Kesbanglinmas Prop. Bali. Berkas surat kudapatkan, dan karena penelitian ku mengambil lokasi di area Nusa Dua, sedang area tersebut termasuk dalam wilayah Kabupaten Badung, maka harus kubawa Ijin Penelitian menuju ke Kesbanglinmas Kabupaten Badung yang terletak di Puspem Badung. Swaha......

1342020393332458144

Kembali bergerak menuju Puspem Badung. 35 menit kubutuhkan untuk menempuh jarak dari Kesbanglinmas Prop. Bali, menuju ke Kesbanglinmas Kab. Badung.  Parkir di bagian depan Gedung Utama, aku berjalan perlahan menuju lobi. Di lobi Gedung Utama Pemkab Badung, kujumpai Emi, alumni STPNDB DIV ADH 97. Dia menunjukkan arah Gedung KesbanglinmasKab yang terletak di gedung berikut. Well, maka, kunikmati berjalan pagi mengeliling gedung2 pemerintahan tersebut. Anggap olah raga pagi hari.  Tiba di bagian Gedung Kesbanglinmas Kab. Badung, masuk ke bagian Wasnas, dan kudapati Pak Ketua sedang ke Jakarta mewakili bapak bupati, wakil beliau sedang ijin tidak masuk bekerja. Satu staf ramah tersebut berkata, "Balik lagi dua hari kemudian, ya bu. Bapak ke Jkt mewakili Bupati".  Hmmm, ujian kesabaran adalah guru kehidupan juga...

13420204602020086103


Kamis, 5 Juli 2012. Pagi hari sudah meluncur ke Puspem Badung. Karena sudah paham area, maka aku bisa parkir di depan gedung Kesbanglinmas Kab. Badung. Seorang bapak kutemui di ruang Wasnas, aku diminta menggandakan surat ijin penelitian yang telah ditandatangani. Hmmm, gedung semegah ini, kompleks gedung pemerintahan yang banyak, namun aku harus keluar area Puspem, mengendarai motor mencari tempat fotokopi. Ah... urusan fotokopi yg menyusahkan. Namun akhirnya 15 menit kemudian, aku bisa kembali ke ruang Wasnas. Kuserahkan surat yang telah kugandakan kepada seorang ibu. staf di sana. Beliau memberikan stempel pengesahan pada setiap lembar surat yang telah kugandakan, disertai penjelasan, kemana saja harus kubawa dan kuedarkan surat tembusan Ijin Penelitian.

1.Kapolresta Denpasar

2.DanDim 1611/Badung

3.Inspektur Kab. Badung, di Mangupura

4.Ka. Bappeda Litbang Kab. Badung, di Mangupura

5.GM PT BTDC di Nusa Dua

6.Kepala KUD di kawasan pariwisata Nusa Dua

7.Kelompok perempuan pemijat di pantai kawasan pariwisata Nusa Dua

8.Lurah Benoa


Berpindah ke gedung di sebelah Kesbanglinmas Kab. Badung, kudapati Gedung Litbang. Hmmm, Bapak satpam menunjukkan arah, di lantai satu, kuserahkan surat tembusan bagi Inspektorat di ruang TU nya. Berikutnya naik ke lantai dua, ke ruang sekretariat Bappeda. Duhh, lumayan berkeliling juga deh.....
Urusan tuntas? Belum lagi. Kali ini meluncur ke Dan Dim Wirasatya yang terletak di Jalan Sudirman. Salah satu pihak yang harus kuberikan tembusan surat Ijin Penelitian. Kulirik waktu, menunjukkan pukul 10.30. Maka, kali ini motor bergerak menyusuri jalan, menuju jalan raya Sudirman. Tiba di depan kantor tersebut, kubelokkan motor, hendak masuk ke area perkantoran. Dan, aku dibentak, dilarang masuk. Duuhh, jantungku berdebar, berdetak kencang. Provost menanyakan keperluanku, lalu kujelaskan, aku membawa surat. Dheuuuhh, pak provost, jangan galak-galak. Saya bukan berniat jahat. Hiiikksss. Kuparkir motor dengan masih berdebar, dan menjelaskan tujuan sesungguhnya pada petugas di meja jaga. Sayangnya, aku ternyata salah alamat. Seharusnya, kantor yang kutuju adalah Dan Dim Wirasatya yang terletak di selatan puputan Badung. Hmmm, kembali berbalik, berputar arah, dari jalan Sudirman, menuju jalan raya puputan Badung. Di bagian selatan dari lapangan puputan, kutemui gedung tersebut. Aku kembali masuk, dan memarkir motorku, kuserahkan surat ijin penelitian, dan segera pamit.

Bagaimana dengan surat ijin penelitian lain yang masih harus kuedarkan? Hmmm, cukup sudah, untuk hari ini. Aku harus pulang, beristirahat, dan menenangkan diri sejenak. Lumayan heboh dan melelahkan, semua urusan ini......



1342020519179559137

Stres? Ya ! Karena aku hanya manusia biasa yang juga memiliki sisi manusiawi. Namun, kenapa harus berpatah arang? Masih tetap bisa menikmati hidup, dan... enjoy aja lageeee. Misalnya dengan membuat joke-joke ringan, berkumpul dan tertawa bahagia bersama para sahabat, diskusi dengan suami dan anak2 ku terkasih, membuat foto-foto usil, hehehe......

Jum'at, aku ke PT Bali Tourism Development Corporation, menyerahkan surat tembusan Ijin Penelitian bagi Dirut salah satu BUMN ini, sebelum lanjut menunaikan tugas ke STPNDB. Di sana kutemui Ibu Aisyah.

1342020719385999042


Hari Selasa, 10 Juli 2012, pagi di STPNDB, sehabis bimbingan bagi muridku yang sedang berupaya menuntaskan skripsinya, kami berangkat menuju Tanjung Benoa, jalan Segara Ning. Pak Mentra ngunduh mantu. Kebetulan pula mantunya adalah salah satu staf dosen baru di STPNDB. Satu bis, beberapa mobil kecil, dan aku mengendarai motor, demikian pula bu Sri Sadjuni. Sehabis kondangan upacara mapetik, mepandes, dan pawiwahan tersebut, aku mampir ke KUD Mina VI, Merta Segara Samuh.
KUD Mina Segara Samuh adalah salah satu objek penelitianku yang daerahnya terletak di kawasan pariwisata Nusa Dua. Ku serahkan surat bagi Ketua KUD, melalui Ibu Mulyati dan ibu Kristin yang ada di sana.

Hari Rabu, 11 Juli 2012. Seperti biasa, tuntas bertugas di STPNDB, melakukan proses bimbingan skripsi bagi dua mahasiswa ku, Anak Agung Maha Sudianto dari Program DIII Manajmen Tata Boga, dan Siera Mulyana dari Program DIV Bisnis Hospitality. Berikutnya aku bersiap mengunjungi  Kelurahan Benoa, menyerahkan surat Ijin Penelitian, kepada Lurah dari Kelurahan Benoa. 

Well. Semoga langkah-langkah ini akan smakin memantapkan jejak langkah ku, mengumpulkan data-data, menggali informasi semakin mendalam, sehingga tidak bersifat bias dan hanya setengah-setengah. Sungguh...... sebuah usaha, dan, usaha yang bagaimanapun juga, kata kuncinya hanyalah...... jangan pernah menyerah untuk mewujudkan setiap mimpi, harapan, impian. Meski terkadang berat, terjatuh berkali, bangkit selalu, berkali dan berkali lagi.......