Sabtu, 28 Desember 2013

Terbanglah, Merpati Putih Bersih..... Terbanglah Tinggi ke Angkasa, Ivan

Putu Ivan Krisnanda Kusuma.....
Setangkup kesan tergambar bersama hadirnya dia.
Alumni STPNDB dari Prodi BHP
yang diwisuda di BNDCC 20 April 2013



Dengan penuh semangat dia bertutur tentang harapannya
Tentang masa depan, tentang segala cita-cita dan cintanya
Tentang keinginan membahagiakan keluarga
Juga tentang membentuk keluarga kecil kelak.
"Saya ingin kuliah saya dibiayai dari jerih payah saya sendiri"
Ujarnya dengan tatapan mata pasti.



Kuliah sambil bekerja membuatnya terkadang sulit mengatur waktu
Berkali hadir di rumahku untuk tuntaskan bimbingan skripsi
Termasuk menempuh jarak Denpasar Klungkung,
Bimbingan dengan bapak Drs AA Oka Waicaka, M.Pd,
Di Puri Satria, Klungkung, akhir tahun 2012

"Saya lanjutkan pendidikan di Pascasarjana UNUD, bu.
Mohon beri restu bagi saya. Saya ingin keluarga bangga akan saya".
Ujarnya setelah tamat dari STPNDB.

Bagai petir menyambar tatkala berita tersebar
Putu Ivan Krisnanda Kusuma meninggal dunia
28 Desember 2013
Di usia yang sungguh Belia
Di tengah segala harapan dan keinginan yang kau cipta



Berangkatlah, Ivan
Temuilah Sang Pencipta
Sang Empunya Jiwa kita semua
Bersatulah dengan Beliau
Terbebaslah dari segala galau
Berangkatlah teriring doa kamu semua

Om swargantu , moksantu, sunyantu, murcantu.
Om ksama sampurnaya namah swaha.

Astungkara... Kebanjiran lagi. "Tinggi, Tan?". Hmmm, lumayan, sepinggang.







Senin, 16 Desember 2013. Hari ini adalah hari pertama Ujian Akhir Semester untuk ujian teori di Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali.. Sudah semenjak dua minggu lalu para mahasiswa mengikuti ujian praktik untuk beragam mata kuliah yang berisi materi praktek.


Simbok dan Yudha berada di rumah sedari pagi. Aku bertugas di Nusa Dua, Adi juga sedang menghadapi Ujian Akhir Semesternya, suami bertugas di UNUD. Bertugas hingga sore, aku mengawasi Prodi Manajemen Perhotelan hingga pukul 5 sore. Hujan deras sedari pagi, ditambah dengan aliran listrik yang padam semenjak pukul 3 sore semakin membuat suasana di ruang ujian semakin tidak nyaman. Tak bisa kubayangkan mereka akan mampu melewati Ujian ini hingga pukul 6.30 sore nanti.

Sudah semenjak pukul 3 sore Yudha menjelaskan bahwa hujan disertai petir membuatnya takut. Kuyakinkan dia bahwa kami akan baik2 saja. Kuminta simbok untuk selalu mendampinginya. Pukul 4 sore Yudha kembali menelponku di mobile phoneku, menjelaskan bahwa air di jalan di depan rumah kami sudah tinggi. Pukul 5 sore kembali dia menjelaskan bahwa air sudah melampaui tanggul semen yang kami buat di pagar depan rumah. Hhhhh, kuminta mereka menaikkan perabotan yang berada di lantai, dan, apa pun yang terjadi, untuk pasrah saja.

Aku membungkus diri dengan jas hujanku, ransel dipunggung berisi laptop dan beberapa kertas kerja, kukendarai motor Honda tua milikku, dan mulai menerobos hujan deras. Banjir melanda sepanjang jalan yang kulalui, By Pass Gusti Ngurah Rai, simpang menuju jalan tol Bali Mandara, daerah dekat Perum Taman Griya, seputran Patung Ngurah Rai. Macet total karena banjir yang membuat perjalanan Nusa Dua - Denpasar harus kutempuh dalam waktu hampir 2 jam sebelum tiba di perum kami pukul 6.30 sore jelang malam. Kulihat Bu Dayu Puspaadi, beliau teman se kantorku, juga tetanggaku, berteduh di teras rumah tetangga, masih mengenakan pakaian kerja juga. Dia menjelaskan kondisi rumahku yang kebanjiran, dan Yudha masih berdiam di rumahku. 



 
Ah..... kutitipkan motor di pinggir tembok rumah tetanggaku, kutitipkan pula ranselku di rumah tetangga, bu Nyoman Runteg. Aku masih mengenakan jas hujan, berjalan menerobos hujan deras dan banjir setinggi lutut, kulihat suami berdiri di tengah banjir dan hujan deras, berbicara dengan beberapa bapak lainnya tentang aliran air yang makin tidak terkendali. Aku masuk ke halaman rumah, banjir merendamku hingga pinggang. Kulihat anakku berdiri di tengah banjir di halaman rumah kami, kupeluk erat dia, kukatakan bahwa kami akan baik2 saja. Kuminta dia mengungsi ke rumah tetangga yang tidak kena banjir dan berganti dengan baju kering. Yudha menolak. Dia bersikeras untuk tetap bersama kami, apa pun yang terjadi.

Duh Gusti, Tuhan...... Haruskah aku menangis, menjerit, atau meraung menyesali hidup??? Hmmm, tidak ada waktu untuk mencaci atau mengutuk hidup, tidak ada waktu untuk berkeluh kesah. Aku masuk ke dalam rumah. Aliran listrik tidak mati. Ku cek agar tidak ada kabel mengarah ke air. Kudiskusikan dengan suami apakah kami akan membiarkan aliran listrik hidup atau harus kumatikan. Kulihat tempat tidur kami mengapung seolah melayang di tengah banjir, kulkas dua pintu terendam banjir, beras yang baru kubeli tadi pagi satu karung sebanyak 25 kg, terendam banjir, buku-buku kami, lemari baju........ Ahhhh.

 
 
 

Aku beranjak ke rumah sebelah. Rumah kami terdiri dari 2 kaplingan. Rumah yang terletak di belakang ini dijadikan perpustakaan oleh suamiku. Lebih tinggi 50 cm kontur lantainya, lumayan menghibur, ribuan buku koleksi suamiku dalam kondisi aman, terhindar dari banjir. Kedua anjing peliharaan kami berada di teras berpasir, monyet peliharaan di dalam kandang, dan kedua motor lain berada di bawah teras, terlindung dari hujan. Kuambilkan baju kering untuk ganti baju Yudha yang basah kuyup, kuminta simbok mengganti bajunya juga dengan pakaian kering.

Aku bersyukur masih punya satu magic com nasi hangat dan semangkuk ayam goreng kecap. Yudha yang baru merasa lapar, kusuapi, dan dia dengan lahap menghabiskan makanannya. Kuingatkan suami untuk menggunakan jas hujan yang lebih tebal untuk melindungi tubuhnya di tengah hujan deras dan banjir yang masih menggenangi rumah kami. Kami juga bersyukur memiliki satu pompa air untuk memompa air yang menggenangi keluar menuju selokan. Kuminta simbok bersama Yudha tidur beralas karpet di lantai perpustakaan. Mereka telah lelah mengangkut barang2 untuk terhindar dari banjir. Kusempatkan memberitahu Adi, putra sulungku, tentang banjir. Dia bersikeras untuk pulang. Aku juga bersikeras melarangnya pulang. Butuh waktu 2 jam untuk menembus perjalanan di tengah hujan deras dan banjir, sedang dia masih dalam minggu ujian. Whatever it is, kuminta dia menjaga kesehatan dan bersiap hadapi ujiannya, itu akan jauh lebih baik bagi kami semua.






 
Pukul 11 malam, air mulai surut. Kami tidak bisa bersantai. Lumpur yang memenuhi lantai rumah harus segera dibersihkan selagi basah, atau esok akan semakin sulit membersihkan. Aku dan suami saling bahu membahu bekerja sama dengan sapu dan kain pel mendorong sisa air dan kotoran yang menggenangi lantai rumah kami. Pukul satu malam, setelah menikmati segelas susu hangat, kami tidur kelelahan di atas tempat tidur yang telah dialasi jas hujan.

Tanggul sungai kecil yang jebol menjadi penyebab aliran sungai dengan bebas terjun memasuki perumahan kami. Inilah banjir terparah yang kami alami semenjak tinggal disini, dari tahun 1993 dahulu. Banyak rumah yang terendam di perumahan kami. Kubayangkan, rumah Ibu Nyoman Karang yang barusan ditinggal suaminya meninggal 2 minggu lalu, dengan putra bungsu yang masih berusia 2 tahun, dan kini harus alami kebanjiran hingga setinggi dada. Kubayangkan pula rumah ibu Bintoro yang juga terendam hingga sedada, membuat suaminya terpeleset di depan kamar mandi, kakinya terluka hingga harus diamputasi karena penyakit diabetes, dan akhirnya meninggal. Kubayangkan rumah Pak Ronny yang terendam hingga dada. Ahh..... ujian Tuhan bagi kami semua.

Selasa pagi, 17 Desember 2013, bersama simbok kubawa 3 karung besar berisi baju basah kami yang terendam banjir ke laundry di depan perum. Kusempatkan ke pasar, membeli lauk pauk bagi makan siang keluiargaku. 4 bungkus nasi bagi sarapan kami bersama. Dan, kusadari, tak satupun aku punya pakaian dalam. Semua terendam banjir dengan sukses. Masih bersyukur, aku masih memiliki cukup uang di kartu atm ku. Ku beli celana dalam bagi suami, anak, dan juga diriku, serta bh di mini market dekat rumah. Dheuh...... sungguh-sungguh terasa seperti orang yang mengungsi karena banjir, hanya baju yang melekat di badan. Aku kemudian pamit pada suami dan anakku, kembali bertugas menuntaskan Ujian Akhir Semester di Nusa Dua, rapat persiapan Akreditasi BAN-PT.

Bencana, malapetaka, musibah..... haruskah membuat kita merana dan nestapa? Menangis sungguh sangat wajar, itu adalah hak setiap orang untuk menikmati kesedihan dan mengekspresikan dalam beragam cara. Namun, aku belajar dari setiap permasalahan yang kutemui dan kuhadapi, bahwa aku tetap cuma manusia biasa, yang bisa terluka, yang bisa hadapi mara bahaya, yang bisa temui masalah, dalam berbagai bentuknya, di kehidupan ini. Brazilia menghadapi banjir terparah di negaranya dengan puluhan orang meninggal. Di Amerika badai dan banjir telah menyebabkan aliran listrik putus berhari, juga ribuan orang mengungsi, serta puluhan orang meninggal. Di negara-negara Eropa juga alami banjir terparah kali ini. Musibah ini bisa terjadi pada siapa pun, dimana pun, dan kapan pun. Dan, aku juga belajar menjadi smakin tangguh, pasrah, dan selalu berdoa, juga berusaha, melakukan segala hal yang mungkin, dalam mengatasi setiap cobaan dan rintangan yang kutemui.






Senin, 23 Desember 2013, di tengah deras hujan yang melanda, dan aku sedang melaksanakan tugas mewawancarai 25 kandidat calon pegawai negeri sipil di STPNDB, aku kembali menerima berita, rumahku kembali kebanjiran, kali ini setinggi 5 cm di atas lantai rumah. Pasrah.... dan, tetap dengan bersyukur, ada Adi sang putra sulung di rumah. Dia bisa diandalkan dalam mengatasi kepanikan adik dan simbok, dan bisa dengan tenang hadapi situasi yang mungkin terjadi. 

Kujelaskan pada kedua putraku, bahwa kita semua mungkin saja hadapi beragam cobaan dari Tuhan, kita bisa saja hadapi situasi yang lebih buruk lagi. Namun, bila situasi tersebut tiba, yang bisa kita lakukan adalah menghadapinya dengan sebaik mungkin yang bisa kita lakukan. Manja dan emosi tidak akan bisa tuntaskan masalah dengan baik. Mereka suatu saat kelak akan menjadi kepala keluarga yang harus bisa membimbing keluarganya dengan sikap bijak dan dewasa, entah dimana pun mereka berada, dan apapun yang terjadi pada mereka.......


Rabu, 25 Desember 2013, kami sempatkan sejenak menikmati makan malam bersama di sebuah restoran, dan bermain bersama, sebelum kembali pulang dan tertidur lelap bersama...... Hidup adalah sebuah anugerah terindah, demikian juga kesempatan untuk belajar dari pengalaman yang kita peroleh dari kebanjiran, yakni kebersamaan.....

Senin, 09 Desember 2013

Merantaulah, sayang......







Muridku berbagi kisah......

Merantaulah....
Agar kamu tahu bagaimana rasanya rindu dan kemana kamu harus pulang.

Merantaulah....
Engkau akan tahu betapa berharganya waktu bersama keluarga

Merantaulah...
Engkau akan mengerti alasan mengapa kau harus kembali

Merantau lah...
Akan tumbuh cinta yang tak pernah hadir sebelumnya,
pada kampung halamanmu, pada mereka yang kau tinggalkan

Merantaulah....
Engkau akan menghargai tiap detik waktu yang kau lalui,
bersama bapak, ibu, adik, kakak, ketika engkau pulang ke rumah

Merantaulah....
Engkau akan lebih paham kenapa orangtuamu berat melepasmu pergi jauh.

Jumat, 06 Desember 2013

Menangis saja tidak akan hentikan masalah, bukan? Aku bangga pada kalian semua.....





Putra bungsu ku, Yudha,  demam. Semenjak kemarin tidak bersekolah, dan hanya terbaring lemah ditempat tidur. Minum obat dan berbaring dijaga oleh bapaknya. Aku juga dari kemarin alami keram di perut. Suami meminta ku untuk berobat ke dokter, ah kupikir akan segera hilang setelah minum obat. Namun tidak juga. Maka, kuputuskan akan segera ke UGD di RS Sanglah.

Tidak ada lauk pauk di rumah, maka harus ada yang ke pasar. Namun, simbok yang kuminta ke pasar di pagi hari menolak. Dengan alasan, dia harus berangkat kerja pagi sekali, sebagai penjual es di salah satu kantin sekolah SMP. Hmmm..... menangis takkan hentikan problem yang kita hadapi, bukan? Well, aku beranjak ke pasar depan perumahan kami untuk belanja sayur dan bahan mentah lainnya. Lanjut masak, hingga hidangan siap, berupa ayam goreng, babi kecap berkuah, dan sayur pakis berbumbu kesuna cekuh.

Waktu menunjukkan pukul 8 pagi, tatkala aku bersama putra sulung, Adi, berboncengan dengan motor, berangkat menuju RS Sanglah. Suami merawat putra bungsu, memberinya obat, dan merayunya untuk sarapan. Di tengah jalan kami mampir untuk memfotokopi surat-surat yang mungkin dibutuhkan, seperti KTP ku dan Adi sebagai penghantar, kartu ASKES yang kumiliki.

Tiba di UGD, aku dilayani oleh tiga gadis cantik dari sekolah perawat yang sedang praktek disana, cek tensi dan suhu tubuh. Namun dokter jaga menjelaskan bahwa aku hanya akan disuntik dengan obat penghilang nyeri di bagian perut, sedang tindakan rontgen / Ultra Sono Grafi tidak dilakukan bagi pasien UGD. Hanya ada tindakan penanganan sakit yang dialami. Aku menolak untuk disuntik, karena aku ingin tahu, ada apa sesungguhnya di dalam tubuhku ini. Kami disarankan untuk mendaftar ke poliklinik, dan kemudian baru ke internis, atau bagian penyakit dalam. Well. Maka, kami bergeser, dari UGD ke bagian pendaftaran Poli Umum. Mengambil tanda daftar elektronik khusus peserta ASKES, dan duduk mengantri di antara puluhan pendaftar lain. Tiba urutan nomer kami, sang ibu cantik di bagian pendaftaran loket ASKES bagi PNS mengatakan, pasien yang mendaftar dengan kartu ASKES hanya diterima dengan surat rujukan. Aha, maka, kembali kami mengulang mendaftar untuk pasien dengan jalur umum. Dari loket 1 di bagian pendaftaran, kami bergerak menuju ke Poli 9, khusus bagi pasien dengan keluhan penyakit internis atau penyakit dalam.

Duduk bersama puluhan pasien di Poli 9 ini, 30 menit kemudian kami masuk bilik periksa. Ibu perawat mengecek tensi ku dengan alat elektronik, sebelum diperiksa lebih lanjut oleh sang dokter tampan tentang sakit di perut bagian kanan atas ini. Kujelaskan padanya, bahwa aku sudah pernah operasi usus buntu saat SMP, sudah melahirkan dua kali, sedang alami menstruasi, dan tidak pernah bermasalah dalam menstruasi, seperti beberapa perempuan yang alami kejang perut, pusing, hingga muntah2 di kala menstruasi.

Dokter tampan menjelaskan, untuk riwayat penyakit keram perut ku yang tidak disertai demam, dan sudah berlangsung dua hari ini, maka yang bisa disarankan adalah rontgen, cek darah, dan rawat inap beberapa hari. Bila memang benar hasilnya seperti yang dicurigai, maka sang benda asing kemungkinan harus diangkat. Arrggghhhh......... Menangis saja dan berdiam diri, takkan hentikan masalah, bukan, sayang???

Aku ingin segera mengetahui hasilnya. Sementara, jika mendaftar untuk melakukan tes rontgen di RS ini, harus sesuai daftar urut dan nomer tunggu. Maka, setelah berdiskusi, kuminta dokter membuat surat pengantar melakukan cek laboratorium dan tes rontgen, akan kuusahakan mengunjungi salah satu lab. ternama di kota ini.



30 menit kemudian, kami sudah duduk di ruang tunggu kantor laboratorium terkenal ini. Dan...  30 menit berikutnya lagi, sang staf di bagian depan menjelaskan bahwa daftar tunggu untuk rontgen hari ini sudah penuh, aku disarankan kembali hari Senin, 9 Desember 2013. Namun untuk tes darah dan tes urine bisa dilakukan dan diketahui hasilnya hari ini juga. Dan kami diminta membayar lunas sebelum dilakukan pemeriksaan.

Well, well, well......
Sehat itu sungguh sebuah karunia Tuhan terindah. Kutanamkan lagi pada Adi, pentingnya menjaga kesehatan dan tertib administrasi, terutama terkait surat-surat diri. dan kemudian aku ke kamar mandi, dan menghasilkan 30 cc urine di dalam botol, dilanjutkan dengan pengambilan sampel darah sebanyak dua ampul. Ehm.... Selesailah sudah dengan urusan RS dan Laboratorium hari ini. Aku dan putra sulungku kembali pulang ke rumah. Apa pun hasil laboratorium kelak..... entah keram perut karena sembelit atau usus terbelit, diabetes, kista, tumor, kanker, peradangan empedu, batu empedu, ginjal bermasalah, batu ginjal, hepatitis..... Que serra serra lah. Bukan itu inti permasalahan. Namun, bagaimana kita menyikapi beragam situasi dan kondisi yang hadir lah. Aku tidak takut, tidak ada yang kutakuti lagi selain Ida Sang Hyang Widhi Wasa.... Telah kutanggalkan segala ketakutanku, kekhawatiranku, kecemasanku, kebencianku. Toh semua juga hanya sementara, hanya titipan. Kita semua akan berlalu, tinggal masalah waktu. Aku berbahagia atas segala yang ada, kusyukuri apa adanya, dalam suka dan duka.




Astungkara...... demam Yudha sudah berkurang. Si bapak mengompres dahi dan dadanya. Kusuapi dia dengan semangkuk sup dan nasi anget, disertai jus jambu biji. Adi dan sang bapak makan siang bersama, dilanjutkan dengan Adi memberi makan sang penjaga rumah, Momo dan Chopi, lalu  Adi pula mencuci perabot dapur sehabis makan..... Dia sungguh dapat diandalkan. Kami tidur sejenak setelah hari yang melelahkan, sebelum lanjut dengan jutaan aktivitas lain lagi.

Apakah inti cerita hari ini???
Menangis saja tidak akan hentikan masalah, bukan?? Akan selalu ada jutaan situasi dan kondisi yang kita hadapi. Siap atau tidak, ini adalah proses kehidupan yang menjadi bagian dari pengalaman untuk semakin bijak dan dewasa dari hari ke hari.

Memang benar pepatah yang mengatakan...... "Bimbing dirimu dengan baik, kemudian bimbing keluargamu dengan baik pula. Maka, kalian siap hadapi dunia dengan segala yang ada, dan yang mungkin terjadi di dunia, baik suka dan duka". Menangis saja takkan hentikan masalah......

Aku bangga pada kalian semua...... My Lovely Amazing Handsome Bodyguards, My Brondongs & My Husband, I Wayan Adi Pratama, Made Yudhawijaya, dan Drs. Wayan Tagel Eddy, M.S.