Jumat, 28 Februari 2014

@BRSU Tabanan, 1 Maret 2014. Tilem Kawulu ku di jalan....



Hari ini Tilem Kawulu. Banten ku belum lagi tuntas kusiapkan. Namun, bila panggilan itu tiba, bahkan Tuhan pun kuyakin akan maklum. Pagi heboh dengan urusan rumah tangga, dari urusan mencuci juga menjemur, dan si bungsu ngambul kembali dari sekolah karena saltum (salah kostum). Kurayu dia, hingga kembali berangkat sekolah diantar sang ayah. Udengnya mekenyir menjulang langit, senyumnya merekah saat berpamitan untuk berangkat sekolah. Sedangkan aku meluncur menuju Kerambitan Tabanan. Hari ini jadwal mengantar Dewa Biyang check up ke RS Tabanan.

Ah, sungguh, Aku belajar cinta kasih dan semangat berjuang dalam kehidupan dari orang seperti mereka..... Tidak mudah menyerah kalah menjalani setiap proses dalam kehidupan demi mewujudkan situasi yang semakin baik, semakin bijak, semakin dewasa, dari hari ke hari. Doa yang kupinta selalu, Ajari aku bahasa cintaMu dalam beragam ruang gerak dan waktu tiada henti, Ida Sang Hyang Widhi Wasa....... 



Kami tiba di BRSU Tabanan, antrian panjang menguji kesabaran kembali. Dari meja pendaftaran, lanjut ke ruang poli cek darah. Hmmm. Setelah cek darah ini, dua jam kemudian baru kembali cek darah dilakukan bagi penderita diabetes. Hal ini untuk mengecek kadar gula dalam darah, saat berpuasa, dan setelah makan.



Sepasang lansia menarik perhatianku. Kuhampiri mereka, dan mengawali percakapan. Dari Puri Kaba Kaba. Sang bapak menderita diabetes yang mengakibatkan rusaknya syaraf penglihatan. Sang anak, kemudian kuketahui namanya, Turah Ari. Bersaudara dengan rekan kerja ku pula, bapak Ngurah Putra. Dan juga pernah bersekolah di SMA sama dengan ibu Dayu Puspaadi.

"Saya juga tidak tinggal di sini. bertugas di Denpasar dan hanya bisa pulang seminggu sekali menjenguk keluarga dan menghantar beliau check up". Ujar  Turah Ari dari Puri Kaba Kaba. Sungguh, meluangkan waktu, meski hanya sejenak, bersama keluarga tercinta selagi bisa dan mampu kita lakukan.....



Sang ibu lansia, perlahan, potongan kecil roti diangsurkan pada suami tercinta. Di usapnya tumpahan minuman di pinggir bibir itu...... "Diabetes telah mengganggu banyak fungsi syaraf, termasuk mata", ujar beliau sambil saling bergenggaman jemari. Gosshh. Aku ingin kisah cintaku sepanjang masa, dalam suka dan duka, lara pati, bahkan..... abadi hingga setelah kematian memisahkan kami nanti.

Hidup terkadang tidak berjalan mudah bagi kita....... Tidak seindah impian dan harapan yang kita inginkan. Namun, terjatuh dan tersungkur berkali, bangkit kembali berkali dan berkali. Aku belajar semangat berjuang dalam kehidupan dari beliau. @BRSU Tabanan, General check up bersama Dewa Biyang.

"Eda pesan, ngajihin bebek ngelangi !!!" Jangan ajari aku tentang bagaimana sang bebek berenang, sayang...... Ajari aku tentang bahasa cinta, ceriteralah padaku, tentang sang embun pagi mencium bumi, tentang nyanyian burung menikmati bulir padi di sawah, tentang tangisan anak yang kehilangan orangtua di IRD, tentang antrian panjang wajah galau harap cemas akan kesembuhan anggota keluarga, tentang irama cinta di balik makna ini semua......

Senin, 24 Februari 2014

Desa Wisata, Pondok Wisata, Bali CoBTA (Community Based Tourism Association)







Banyak pemaparan dan penelitian telah dilakukan yang berkaitan dengan Desa. Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan sebuah desa ?

Desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Egon E. Bergel (1955: 121) mendefinisikan desa sebagai “setiap pemukiman para petani (peasants)”. Namun ciri utama yang terlekat pada setiap desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Koentjaraningrat (1977) memberikan pengertian tentang desa melalui pemilahan pengertian komunitas dalam dua jenis, yaitu komunitas besar (seperti: kota, negara bagian, negara) dan komunitas kecil (seperti: desa, rukun tetangga dan sebagainya). Dalam hal ini Koentjaraningrat mendefinisikan desa sebagai “komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat” (1977:162). Beliau menggambarkan bahwa masyarakat desa sebagai sebuah komunitas kecil itu dapat saja memiliki ciri-ciri aktivitas ekonomi yang beragam, tidak di sektor pertanian saja




Peraturan perundangan RI Indonesia (PP No. 72 Tahun 2005) tentang Pemerintahan Desa yang dapat pula diperbandingkan dengan PP No. 73 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Kelurahan. Di dalam PP No. 72 Tahun 2005 yang antara lain didasarkan atas penerapan UU otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, dinyatakan bahwa: ... desa atau disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut dengan desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Atas dasar ini pulalah maka masing-masing daerah menyesuaikan dengan keadaan-keadaan setempat, misalnya di Provinsi Sumatra Barat, mengaturnya sendiri dengan menerapkan istilah kenagarian (nagari) yang terdapat di daerah kabupatennya, di Bali dengan istilah banjar.


Bapak Anak Agung Oka Astawa, dari Desa Wisata Bedulu, Gianyar
 

 Bapak Nyoman Moneng, dari Desa Wisata Penglipuran, Bangli.


Bapak Made Denayasa dari Desa Wisata Pinge, Kec. Marga, kab. Tabanan


Bagaimana dengan Desa Wisata? Terdapat beberapa peraturan pemerintah yang berkaitan dengan Desa Wisata dan Usaha Pondok Wisata, antara lain : 


Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.74/PW.105/MPTT-85 tanggal 30 Agustus 1985 tentang Peraturan Usaha Pondok Wisata.
Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. 86/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyediaan Akomodasi

Terdapat banyak tinjauan mengenai desa wisata, misalnya :

Pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan sebuah desa melalui sektor pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi.
  1. Mengonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya untuk perawatan dari rumah tersebut. Contoh pendekatan dari tipe pengembangan model ini adalah Desa Wisata di Koanara, Flores. Desa wisata yang terletak di daerah wisata Gunung Kelimutu ini mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-rumah tinggal yang memiliki arsitektur yang khas. Dalam rangka mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal penduduk yang masih ditinggali. Untuk mewadahi kegiatan wisata di daerah tersebut dibangun juga sarana wisata untuk wisatawan yang akan mendaki Gunung Kelimutu dengan fasilitas berstandar resor minimum dan kegiatan budaya lain.
  2. Mengonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata. Contoh pendekatan pengembangan desa wisata jenis ini adalah Desa Wisata Sade, di Lombok.
  3. Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut sebagai industri skala kecil. Contoh dari bentuk pengembangan ini adalah Desa Wisata Penglipuran di Bangli, Desa Wisata Pinge di Tabanan, Desa Wisata Bedulu di Gianyar. Ketiga Desa Wisata ini yang menjadi fokus analisis oleh para mahasiswa dan para dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali, khususnya dari Program Studi Administrasi Perhotelan, pada tahun 2014.



Prinsip dasar dari pengembangan Desa Wisata, antara lain :

  1. Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta pelayanan di dalam atau dekat dengan desa.
  2. Fasilitas-fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu bisa bekerja sama atau individu yang memiliki.
  3. Pengembangan desa wisata didasarkan pada salah satu “sifat” budaya tradisional yang lekat pada suatu desa atau “sifat” atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan desa sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi kedua atraksi tersebut.


Definisi Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryanti, Wiendu. 1993)

Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan Pariwisata yang Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) ? Ada pendapat yang menjelaskan bahwa pariwisata yang berkualitas seharusnya dengan fokus pada situasi dan kondisi masyarakat yang bersangkutan.

A community by definition implies individuals with some kind of collective responsibility, and the ability to make decisions by representative bodies. Community based tourism is tourism in which local residents (often rural, poor and economically marginalised) invite tourists to visit their communities with the provision of overnight accommodation.

Masyarakat sebagai pemilik lahan dan pengusaha dari pondok wisata yang dimilikinya, pegawai dan wirausahawan, juga provider. 

Community based tourism enables the tourist to discover local habitats and wildlife, and celebrates and respects traditional cultures, rituals and wisdom. The community will be aware of the commercial and social value placed on their natural and cultural heritage through tourism, and this will foster community based conservation of these resources.

The community may choose to partner with a private sector partner to provide capital, clients, marketing, tourist accommodation or other expertise. Subject to agreement to the ideals of supporting community development and conservation, and to planning the tourism development in partnership with the community, this partner may or may not own part of the tourism enterprise.

Apa kaitan Desa Wisata, Pondok Wisata, dengan Bali CoBTA ? Bali CoBTA merupakan sebuah organisasi non pemerintah yang berupaya mempromosikan pariwisata yang berkelanjutan, yang melakukan beragam upaya memfasilitasi berbagai pihak yang terkait, meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya melestarikan budaya dan menjaga kelestarian lingkungan. Bali CoBTA termasuk dalam salah satu finalis 2013 Wild Asia Responsible Tourism Awards.



Komitmen Bali CoBTA seperti terlihat dalam uraian yang ada pada situs mereka sebagai berikut :
 
Our favourite things about them!
  • Strong capacity building.
  • Supports larger community.
  • The advisory committee and organisational structure of the association (including the governor of Bali!) is really a great achievement.
  • The organisation is coordinating support for the communities, so in this sense it is highly involved in community development.
Inspiring Management
  • Working with tour operators to sell packages showcasing local agriculture, nature, home industries, historical sites etc.
Community Engagement and Development
  • Working with seven villages with approx minimum 10 homestays per village.
  • Association operates as non-profit NGO with multi-stakeholder engagement.
  • Willingness to participate in association must come from community itself with support from community leader.
  • Work with NGOs/private sector to tackle issues e.g. water shortages and drinkable water.
  • Community encouraged to source local food produce and local crafts from village craftsmen.
  • Their mission is Tourism, Trade and Investment – using tourism as a way to open up investment to support local SMEs to grow.
  • Work with potential communities for CBT and provide training (housekeeping,  guiding) in collaboration with other institutes or tourism businesses, to empower them to join.
  • Office staff receive minimum wage; communities receive alternative income through tourism packages.
  • Regular meetings with community leaders to progress, improvements required and local needs.
Cultural Preservation
  • During traditional gatherings or ceremonies, the host invites guests and lends traditional dress to participate in. The host provides insightful information about what the event is about.


Referensi:

Nuryanti, Wiendu. 1993. Concept, Perspective and Challenges, makalah bagian dari Laporan Konferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal. 2-3)

 http://www.asitabali.org/permen/Usaha%20Penyediaan%20Akomodasi.pdf

http://tourism.wildasia.org/2140/bali-cobta-indonesia-community-engagement-development/

http://www.responsibletravel.com/copy/what-is-community-based-tourism

http://id.wikipedia.org/wiki/Desa_wisata

Minggu, 23 Februari 2014

Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terarah)



Diskusi Kelompok Terarah atau Focus Group Discussion merupakan suatu proses pengumpulan informasi mengenai suatu masalah tertentu yang sangat spesifik (Irwanto, 2007). Henning dan Columbia (1990) menjelaskan bahwa diskusi kelompok terarah adalah wawancara dari sekelompok kecil orang yang dipimpin seorang narasumber atau moderator yang mendorong peserta untuk berbicara terbuka dan spontan tentang hal yang dianggap penting dan berkaitan dengan topik saat itu. Menurut Andi Prastowo (2008) Diskusi Kelompok Terarah merupakan suatu bentuk penelitian kualitatif dimana sekelompok orang dimintai pendapatnya mengenai suatu produk, konsep, layanan, ide, iklan, kemasan / situasi kondisi tertentu.

Tujuan dari Diskusi Kelompok Terarah itu sendiri adalah untuk memperoleh masukan atau informasi mengenai permasalahan yang bersifat lokal dan spesifik. Penyelesaian masalah ini ditentukan oleh pihak lain setelah informasi berhasil dikumpulkan dan dianalisis.



Karakteristik Diskusi Kelompok Terarah adalah (1) Jumlah peserta Diskusi terbatas, dengan tujuan agar setiap peserta mendapat kesempatan untuk berbicara, mengemukakan pendapat dan terlibat aktif dalam diskusi, (2) Peserta diskusi berasal dari satu populasi sasaran yang sama atau kelompok homogen, dengan ciri-ciri yang sama, ditentukan dari tujuan penelitian.

Menurut Andi Prastowo (2008), prinsip yang harus dipegang teguh dalam Diskusi Kelompok Terarah adalah:
1. FGD adalah Kelompok Diskusi, bukan wawancara atau obrolan. Ciri khas metode riset FGD yang tidak dimiliki oleh metode penelitian kualitatif lain (baik wawancara mendalam maupun observasi) adalah adanya interaksi.
2. FGD adalah Group, bukan individu. Sehingga, agar dinamika kelompok berjalan lancar, setiap anggota kelompok terlibat secara aktif.
3. FGD adalah diskusi terfokus, bukan diskusi bebas. Tidak hanya terfokus pada Interaksi dan Dinamika Kelompok, namun pula terfokus pada Tujuan Diskusi.

Ada beberapa alasan mengapa Diskusi Kelompok Terarah dipilih adalah:
  • Adanya keyakinan bahwa masalah yang diteliti tidak dapat dipahami dengan metode survei atau wawancara.
  • Untuk memperoleh data kualitatif yang bermutu dalam waktu yang relatif singkat.
  • Sebagai metode yang dirasa cocok bagi permasalahan yang bersifat sangat lokal dan sepesifik oleh karena itu FGD yang melibatkan masayarakat setempat dipandang sebgai pendekatan yang paling serasi.
  • Untuk menumbuhkan peranan memilih dari masyarakat yang diteliti, sehingga pada peniliti memberikan rekomendasi, dengan mudah masyarakat mau menerima rekomendasi tersebut.



Syarat agar Diskusi Kelompok Terarah dapat berjalan lancar adalah: Setiap Diskusi Kelompok Terarah membutuhkan 1 (satu) orang moderator, 1 (satu)  pencatat proses, 1 (satu) pengembang peserta dan 1 (satu) atau 2 (dua) orang logistik dan blocker (Irwanto, 1998).

Tugas utama moderator atau fasilitator adalah :
  1. Menjamin terbentuknya suasana yang akrab , saling percaya dan yakin diantar peserta. Peserta harus saling diperkenalkan.
  2. Menerangkan tatacara berinteraksi dengan menekankan bahwa semua pendapat dan sasaran mempunayi nilai yang sama dan sama pentingnya dan tidak ada jawaban yang benar atau salah.
  3. Cukup mengenal permasalahannya sehingga dapat mengajukan pertanyaan yang sesuai dan bersifat memancing peserta untuk berfikir. Perlu adanya garis besar topik yang akan didiskusikan untuk menentukan arah diskusi.
  4. Moderator harus berskap santai, antusias, lentur, terbuka terhadap saran-saran, bersedia diinterogasi, bersabar dan harus dapat mengendalikan suaranya.
  5. Memperhatikan keterlibatan peserta, tidak boleh berpihak atau membiarkan beberapa orang tertentu memonopoli diskusi dan memastikan bahwa setiap orang mendapat kesempatan yang cukup untuk berbicara.
  6. Memperhatikan komunikasi atau tanggapan yang berupa bahasa tubuh atau non verbal.
  7. Mendengarkan diskusi sebaik-baiknya sambil memperhatikan waktu dan mengarahkan pembicaraan agar dapat berpindah dengan lancar dan tepat pada waktunya sehingga semua masalah dapat dibahas sepenuhnya. Lama pertemuan tidak lebih dari 90 menit, untuk menghindari kelelahan.
  8. Peserta diskusi adalah orang dari populasi sasaran terpilih secara acak sehingga dapat mewakili populasi sasaran. Tetapi seringkali cara ini tidak mungkin dilakukan atau tidak diinginkan karena adanya keterbatasan ekonomi, demografis atau kebudayaan, maka lebih baik membentuk kelompok yang umumnya, yaitu dengan menyaring berdasarkan karakteristik tertentu.

Kegagalan sebuah Diskusi kelompok Terarah antara lain karena :
1. Karakter Konsumen / Peserta. Para peserta merupakan peserta pasif, pengguna produk yang tidak potensial
2. Dinamika Kelompok. Terdapat peserta yang dominan dan menguasai para peserta lainnya
3. Keterbatasan Waktu. Keinginan untuk segera mendapat hasil temuan dan dengan biaya murah. 
David Minter & Michael Reid menjelaskan bahwa hal ini yang sering membuat hasil kurang mendalam, kurang cerdas dan inovatif mengenai sebuah temuan, misalnya tentang produk yang laku di pasaran. Namun hal ini juga akan terbentur dengan dilematis, karena jika waktu diskusi ditambah atau ditingkatkan, mungkin saja mengakibatkan peserta bosan atau mengalami Syndrom Respondent Fatique.

Referensi:
Frey, JH & Fontana, A. 1993. The Group Interview in Social Research. in Ed. DL Morgan: Succesfull Focus Group

Irwanto, 2007. Focus Group Discussion: Sebuah Pengantar Praktis. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Knodel, J. 1993. The Design and Analysis of Focus Group Studies. in Ed. DL Morgan: Successfull Focus Group.

Minter, David & Reid, Michael. 2007. Lightning Innovation Strategy. Jakarta: Serambi.

Prastowo, Andi. 2008. Menguasai Teknik-teknik Data Penelitian Kualitatif. Jogya: DIVA Press.

Minggu, 16 Februari 2014

Sanggah Dadia Warga Tanjung, Klungkung. Redite, 16 Februari 2014






Banjar Kapit, Nyalian, Banjarangkan, Klungkung. Ngaturang ngayah bareng. Bersama dalam kebersamaan kita, sungguh indah.....

Bersama suami tercinta, kami bermotor ria pulang kampung. Hari ini adalah Minggu. Dan, bepergian bersama sungguh menyenangkan. Tujuan kami adalah ikut membantu keluarga untuk bersama bergotong royong, meratakan halaman. Setelah para tukang selesai membuat pagar bagi sanggah dadia, kami ingin merapikannya lagi.

Pura Dadia, adalah pura bagi keluarga besar. Dan pura kami ini terdiri dari beberapa kepala keluarga. Piodalan dilaksanakan setiap Anggarakasih Julungwangi. Kami berusaha untuk pulang dan berkumpul bersama.







Well...... bergotong royong bersama, memudahkan semuanya tuntas dengan lebih cepat. Kami bukanlah keluarga yang kaya, namun selalu berusaha menyumbangkan sedikit demi kebahagiaan keluarga, meski itu hanya tenaga fisik yang kupunya.







Suamiku juga berusaha untuk melakukan yang bisa dilakukannya. Mengapa harus malu dan ragu, jika dilakukan dengan tulus ikhlas, sebagai bukti yadnya kami, bhakti kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Maka, dari mengaduk adonan semen dan pasir, dicampur air, mengangkatnya dalam ember bersama2, kami lakukan tanpa ragu.










Iparku yang juga tiba pagi ini, Nyoman Sumadi, kembali memesan 10 zak semen untuk menuntaskan meratakan adonan semen tersebut ke halaman sekitar. Tanpa ragu aku turut membawa semen tersebut ke dalam pura agar bisa dipergunakan segera.




























Berkali kami bersenda gurau bersama sambil bertukar ceritera, agar tidak bosan dan terasa letih dalam bekerja.

















Berkumpul bersama..... megibung, segelas kopi dan ubi rebus, mengalirkan banyak ceritera di antara kita, tentang kita, bergulir seiring waktu berlalu, tentang masa kini, dan masa yang akan datang......















Menatap wajah mereka, sungguh, sebuah alur kehidupan dalam suka dan duka yang melahirkan ceritera dalam kebersamaan dan kerja sama. Mungkin...... kita takkan pernah bisa sama, baik dalam ide, pikiran, perkataan dan tindakan. Namun, ceritera ini akan selalu mengalir, ceritera tentang cita-cita dan cinta kasih, akan keluarga besar. Keluarga besar Warga Gede Tanjung, di Banjar Kapit, Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali, yang tersebar hingga ke berbagai daerah, seantero negeri, juga hingga ke berbagai belahan dunia.......












Diplomasi bungut paon..... adalah kesederhanaan yang mendekatkan kita dalam kebersamaan. Tanpa batasan usia, tanpa sekat yang membuat jurang hebat, tanpa kata terurai, tanpa laku munafik. Ehm...... duang porsi pun beres kusikat.














Waktu menunjukkan pukul lima sore, tatkala aku berkemas untuk kembali ke Denpasar. Pekerjaan usai sudah. Bersama suami,dengan motor tercinta. Well, suamiku sayang. Cinta kita sederhana....... Meski tak selalu bisa sama dan bersama, kebersamaan dan kerja sama akan selalu ada..... My Lovely Amazing Handsome Bodyguard.




Minggu, 09 Februari 2014

Will you always be My Valentine ? (4) Ttg suamiku, kekasih hatiku, sahabatku, musuhku....



"Will you always be my Vals ?". Tanyaku sambil berbisik genit mengedipkan sebelah mata..... "Ngapain tuh mamak mu, Yud. Liat deh, kumat, duh, gawat !" Ujar suami tercinta, sahabat sekaligus teman berdebat, kakak sekaligus musuh di banyak aktivitas bila kami tak sependapat, kekasih sekaligus selimut tidurku.....

Ehm.... Valentin, kasih sayang, atau, entah dengan kata apa lagi istilah mereka menyebut nuansa cinta kasih, tidak harus selalu hadir mendayu-dayu, dan menggebu sepenuh hawa nafsu, bukan?

Romantis tidak selalu harus hadir bagai romansa seperti gambaran yang kita inginkan. Namun, aku mencintaimu apa adanya, dan, biarkan akan selalu hadir begitu, tetaplah seperti apa adanya, tanpa perlu dibuat-buat, menghujat, atau, berharap namun salah tempat.....

Maka, sekali lagi aku berbisik......
"Will you always be my Vals ?". Tanyaku sambil berbisik genit mengedipkan sebelah mata.....

Will you always be My Valentine ? (3) Ttg Ibu dan Bapak....



"Sampai maut memisahkan kita, bahkan, sampai lama setelahnya", ujar pepatah lama tentang kisah cinta.

Ah, emak.....
Ber puluh tahun mencoba mendalami makna cinta,
ber puluh tahun pula kusadari,
takkan pernah sama seperti persepsi kita.
Kekuatan persepsi kita kah ?
Semangat kah ?
untuk bersama, meski tak selalu bisa sama....

Namun aku berjanji,
akan kujaga harapan bahagia,
bagi keluargaku, di tengah keluargaku,
untuk hadir senantiasa bagi keluarga,
sebisa dan semampuku,
seperti emak dan bapak mengajariku dahulu......

Setangkup doa dan puja kasih,
bagi orang tua terkasih,
Semoga, cinta kasih kalian
menjadi sumber inspirasi dan semangat hidupku......

Will you always be My Valentine ? (2) Ttg kakakku, bahagia dan mesra itu sederhana



Cinta hadir sederhana,
karena cinta hadir apa adanya,
meski banyak jurang yang beda kan kita di batas ruang dan waktu
namun, cinta jua akan buktikan,
tak lekang dimakan jaman, tak lapuk di rentang waktu.

Terimakasih, kakakku sayang......
Dikau mengajariku,
tegas dan tangguh terkadang tidak mudah
namun, cinta keluarga akan selalu hadir dalam beragam cara
dengan caranya sendiri, yang, terkadang diluar logika

Terima kasih, kakakku sayang.....
Terkadang, hidup tidaklah mudah
Tidak seindah impian dan harapan kita
Namun, aku kan selalu berjuang
demi segala kebaikan demi segala keluarga.....

Will you always be My Valentine ? (1) Ttg Pande Wayan Suteja Neka



"Ni Gusti Made Srimin, ibu, senantiasa mendukung saya, meski terkadang banyak rintangan yang kami temukan". Ujar beliau disaat bertutur mengenai usaha menegakkan pelestarian budaya yang ada, agar tidak beralih ke lain hati, ke para pemilik di luar negeri, atau tanpa sempat dinikmati oleh banyak pihak.

Kami berjalan perlahan di senja hari, Kamis, 6 Februari 2014 ..... menyusuri satu ruang ke ruang lain, dari satu gedung ke gedung lain, dengan lebih dari seribu rupa ragam benda seni budaya yang ada. Ada lebih dari 400 an karya seni lukis, 300 an patung, dan 300 an keris.

"Agar anak cucu kita kelak bisa dengan bangga memandang dan menikmati budaya leluhurnya, juga melestarikan dan mengembangkan budaya itu sendiri", ujar JMK Jero Pande Wayan Suteja Neka, ketika kutanya alasan, mengapa beliau lakukan ini semua, bahkan dengan mengorbankan materi dan emosi dalam diri.

Ah, guru......
Aku ingin seteguh karang di hatimu, dalam melestarikan dan mengembangkan budaya leluhur. Bukan sebuah hal mudah, mengumpulkan berkas sejarah dalam beragam rupa, baik lukisan, patung, keris, bahkan, dengan membeli dari pemiliknya, dan kemudian memberi kesempatan pada anak - cucu, untuk belajar memahami dan menikmati sejuta makna dibalik rupa tersebut.......

Aku ingin belajar dari cinta kasih seorang Pande Wayan Suteja Neka dan Ni Gusti Made Srimin...... Bahwa, cinta yang menguatkan mereka untuk menjalani hari-hari bersama, bahwa kebahagiaan hadir dalam beragam cara, dalam cinta tentang seni dan budaya, yang hadir di tengah kehidupan mereka berdua.....

"Saya mendapat kebahagiaan dari dunia seni, maka saya kembalikan kebahagiaan itu kepada dunia seni itu sendiri". Pande Wayan Suteja Neka, sebagaimana tertulis dalam buku beliau, "Keris Bali Bersejarah" (2010).