Kamis, 24 April 2014

Desa Wisata dan Partisipasi Masyarakat




Tidak ada satu pun aktivitas di dunia tanpa keterlibatan dan interaksi dengan orang lain. Intensitas interaksi ini yang juga akan mempengaruhi kualitas prestasi kerja yang kita hasilkan. Demikian pula halnya dengan pelaksanaan program Aplikasi Manajemen Prodi DIV ADH semester 8 kelas C STPNDB di Desa Wisata Bedulu, Gianyar, pada hari Jum'at, 25 April 2014. 



Rangkaian rapat demi rapat, penyusunan rencana dan pelaksanaan program kerja, beragam evaluasi dan pengawasan yang dilakukan bersama demi kelancaran semuanya. Di antara para mahasiswa, penunjukan struktur organisasi di antara mereka, dengan pihak manajemen kampus STPNDB, dan pihak masyarakat Desa Wisata Bedulu. Semua koordinasi ini merupakan suatu rangkaian partisipasi bersama yang menjadi penentu kelancaran usaha.



Menurut Cohen dan Uphoff (1977), yang diacu dalam Harahap (2001), partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembuatan keputusan tentang apa yang dilakukan, dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan untuk berkontribusi sumberdaya atau bekerjasama dalam organisasi atau kegiatan khusus, berbagi manfaat dari program pembangunan dan evaluasi program pembangunan.



Jika saja, pemimpin APM menggunakan sikap otoriter belaka, hal ini akan mendapat tentangan dari para anggota kelasnya. Jika pihak manajemen tidak terlibat dan menyerahkan sepenuhnya kepada mahasiswa, mereka juga mungkin akan kecewa dan merasa tidak diperhatikan. Jika mahasiswa menolak keterlibatan masyarakat desa wisata, maka acara ini tidak akan pernah terwujud. Ini yang membuat, partisipasi masyarakat menunjang efektivitas dan efisiensi sebuah aktivitas, terutama yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat itu sendiri.



Sedangkan menurut Ndraha (1990), diacu dalam Lugiarti (2004), partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dapat dipilah meliputi; (1) partisipasi dalam / melalui kontak dengan pihak lain sebagai awal perubahan sosial, (2) partisipasi dalam memperhatikan / menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima, menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya, (3) partisipasi dalam perencanaan termasuk pengambilan keputusan, (4) partisipasi dalam pelaksanaan operasional, (5) partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai tingkat pelaksanaan pembangunan.

Hal ini memberi gambaran, bahwa terdapat banyak faktor yang menentukan efektivitas dari partisipasi masyarakat itu sendiri.



Survey partisipasi oleh The International Association of Public Participation telah mengidentifikasi nilai inti partisipasi sebagai berikut (Delli Priscolli, 1997), yang diacu dalam Daniels dan Walker (2005):
  1. Masyarakat harus memiliki suara dalam keputusan tentang tindakan yang mempengaruhi kehidupan mereka.
  2. Partisipasi masyarakat meliputi jaminan bahwa kontribusi masyarakat akan mempengaruhi keputusan.
  3. Proses partisipasi masyarakat mengkomunikasikan dan memenuhi kebutuhan proses semua partisipan.
  4. Proses partisipasi masyarakat berupaya dan memfasilitasi keterlibatan mereka yang berpotensi untuk terpengaruh.
  5. Proses partisipasi masyarakat melibatkan partisipan dalam mendefinisikan bagaimana mereka berpartisipasi.
  6. Proses partisipasi masyarakat mengkomunikasikan kepada partisipan bagaimana input mereka digunakan atau tidak digunakan.
  7. Proses partisipasi masyarakat memberi partisipan informasi yang mereka butuhkan dengan cara bermakna.
Ini memperjelas, bahwa pelaksanaan sebuah aktivitas, baik di dalam kampus maupun di luar kampus, yang membawa nama kampus, khususnya STPNDB, perlu keterlibatan masyarakat, pihak manajemen kampus, para dosen dan mahasiswa  itu sendiri.



Korten (1988) dalam pembahasannya tentang berbagai paradigma pembangunan mengungkapkan bahwa dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat, partisipasi adalah proses pemberian peran kepada individu bukan hanya sebagai subyek melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Sedangkan Migley (1986) melihat partisipasi sebagai upaya memperkuat kapasitas individu dan masyarakat untuk mendorong mereka dalam menyelesaikan permasalan yang mereka hadapi.



Maka, keberlangsungan sebuah aktivitas juga ditentukan oleh beragam komponen yang terlibat. Dalam hal pelaksanaan program APM ini, adalah kurikulum, struktur organisasi, sistematika kerja yang ada, keterlibatan manajemen, mahasiswa, dan partisipasi masyarakat luas, dimana program kerja tersebut diterapkan.




Semoga...... semua program kerja, semua bentuk partisipasi yang ada, semua faktor-faktor yang menentukan efisiensi dan efektivitas partisipasi, akan berjalan lancar selalu...... Bila pun ada masukan, kritik dan saran, mari berikan saran yang bersifat membangun, yang positif, demi kemajuan jejak langkah kita ke depannya. tanpa perlu saling menyerang, tanpa perlu saling menjatuhkan, tanpa perlu saling hujat........

Referensi :

Arnstein, Sherry R. "A Ladder of Citizen Participation," JAIP, Vol. 35, No. 4, July 1969, pp. 216-224

Sherry Arnstein, writing in 1969 about citizen involvement in planning processes in the United States, described a “ladder of citizen participation”

http://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/partisipasi/

Selasa, 22 April 2014

Namaku Rozikin



Namanya Rozikin.
Sering kutemui saat melintasi Patung Ngurah Rai dalam perjalanan menuju ke kampus STPNDB. Tersenyum ramah semenjak pagi hari hingga siang terik. Semenjak bertahun lalu, bahkan sebelum proses pembangunan jalan tol dimulai.



Namanya Rozikin.
Dengan setumpuk koran di tangan kiri, dia menyapa ramah orang yang berhenti untuk membeli koran. Bajunya jarang sekali berganti. "Saya punya beberapa potong baju saja". Katanya sambil menerawang jauh.

Namanya Rozikin.
"Saya tinggal di bedeng kontrakan seharga 250.000 per bulan. Umur saya kini sudah 30 tahun. Tidak ada yang mau menikah dengan saya, karena usaha saya mungkin kurang gigih., Ujarnya sambil tersipu malu......


"Namaku Rozikin"
Hmm, bila kurasa galau dan tertekan, kuingat dia yang tetap berjuang dan tersenyum dalam getirnya hidup..... Kagum aku akan semangat hidupnya.

Minggu, 20 April 2014

Kekuatan kasih yang menguatkan kita.... Aku belajar dari cinta sepasang lansia @RSUD Tabanan hari ini





Karena keluarga adalah awal dari jutaan jejak langkah kita di dunia, maka, luangkan sejenak waktu bersama keluarga, meski tak selalu bisa bersama di setiap jejak langkah kita.....

Sabtu pagi. Setelah tuntas dengan urusan keluarga di rumah mungilku, aku berangkat menyusuri jalan raya di pagi hari, menuju Batuaji, Kerambitan, Tabanan. ingin mengunjungi keluarga dan sekaligus menghantarkan Dw Biyangku kontrol gula darahnya di RSUD Tabanan. Mampir sejenak di RSUD Tabanan hanya untuk mengambil nomer antrian, aku dapatkan nomer urut 126, kembali kulanjutkan perjalanan menjemput Dw Biyang untuk kembali ke RSUD.

Suara burung bernyanyi dengan pemandangan hijau sawah, air gemericik mengalir di kali, aroma segar suasana alam desa, sungguh, sebuah santapan rohani damai di pagi hari. Kujumpai beberapa perempuan desa mebanten saiban, menghaturkan banten sebagai pertanda syukur pada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa masakan terhidang bagi keluarganya hari itu.

Kami tiba di RSUD Tabanan pada pukul 8.30 pagi. Baru pendaftar nomer 50 yang dipanggil untuk mencek kelengkapan berkas sebelum lanjut ke bagian Poli. Ehm.... lumayan lama. Aku duduk bersandar di kursi, dan tertidur nyenyak tanpa kusadari. Terjaga pukul 9.10, sudah tiba pada nomer antrian 115. Kuberikan kursiku pada seorang ibu yang menggendong bayi perempuan lucu, "Anak saya sudah demam 3 hari ini" Ujarnya terbata, sambil menjelaskan, dia dapatkan uang pinjaman untuk menghantar bayinya berobat ke RS.

Di samping meja antrian, seorang pria tua tertunduk..... "Saya dapat nomer antrian 295, istri saya sakit, muntah-muntah semenjak kemarin. Ujarnya sendu..... Ah, tak tega aku menyadari dia mungkin masih harus antri berjam-jam sebelum nomer antriannya tiba. Ku ambil berkas Jamkesmas dan surat rujukan Puskesmas yang dimilikinya, dan kujadikan satu dengan berkas Dw Biyang yang kubawa, segera kuangsurkan pada petugas bagian pendaftaran, aku berteriak lantang "Nomer 125 !!, berkas pendaftaran untuk dua orang !". Petugas pendaftaran menerima, dan mulai memproses berkas kami. Setelah tuntas, kuberikan berkas kepada bapak tua tersebut.

Baru kemudian kusadari, bapak tersebut bernama Ketut Putra, dari Timpag, Desa Tunjung. Dia menuntun istri tercinta yg berjalan dengan sangat perlahan, bergerak menuju Poli Dalam. Istrinya, Ni Made Cita, di periksa darahnya, sedang Pak ketut Putra, diperiksa kadar gula darahnya, karena dia juga mengidap penyakit diabetes.

Ah, kasih sayang...... Siapa yang berani meragukan kekuatan sebuah cinta? Aku berharap, cinta kasihku akan abadi seperti cinta mereka berdua, hingga usia senja, hingga kematian memisahkan kita....

Pawiwahan @Puri Saren Agung Ubud, Minggu, 20/4/2014




Tjokorda Gde Agung Ichiro Sukawati & Cokorda Istri Julyana Dewi, Tjokorda Gde Dharma Putra Sukawati & Gusti Ayu Mahadewi. Semoga pernikahan ini abadi selamanya.....




Tjokorda Gde Agung Ichiro Sukawati & Cokorda Istri Julyana Dewi, Tjokorda Gde Dharma Putra Sukawati & Gusti Ayu Mahadewi. Semoga pernikahan ini abadi selamanya.....

Berawal dari serangkaian prosesi pernikahan semenjak awal bulan, 2 April 2014. Hingga upacara widi widana, pada tanggal 18 April 2014, dimana pernikahan disahkan dengan ritual keagamaan di pura keluarga puri oleh pendeta Siwa Budha. Dan pesta pernikahan digelar hingga hari Minggu, 20 April 2014.




Terlahir cantik dan tampan, sebagai anggota keluarga bangsawan, kaya dan terkenal. Pesta pernikahan dengan ribuan tamu yang hadir setiap harinya dari berbagai penjuru dunia, diliput oleh banyak media. Sungguh, sebuah kesempurnaan di mata banyak orang.



Ibu Nunuk & Ibu Murtini, pedagang tahu dan bakso yang ikut terlibat dalam seksi konsumsi, "Saya sudah terlibat semenjak tanggal 18 April di sini". Ujar mereka...... Bukti nyata interaksi puri dan rakyatnya.
Indahnya harmoni di era globalisasi ini.





"Bu, saya anak ibu di STPNDB juga", Ujarnya sambil perkenalkan diri. Aha, jumpa muridku di pesta ini.... Dia ikut berpartisipasi, sebagai warga masyarakat Ubud.



Inilah sebuah pernikahan abad milenium, bukan lagi bak dongeng semata, yang tidak terjangkau masyarakat luas. Sebuah rangkaian kegiatan yang menggambarkan pernikahan multikultur di tengah masyarakat, dengan keterlibatan banyak pihak, dengan keterbukaan pihak puri, melambangkan kedekatan keluarga puri dengan masyarakat luasnya.



Betapa, tawa dan canda, senyum ramah terpancar dari kedua mempelai dan setiap anggota keluarga menyapa tamu.... Keterlibatan banyak pihak di setiap prosesi upacara dan upakara yang melambangkan keterikatan dan kedekatan hubungan dengan keluarga puri. Disertai hiburan gratis bagi anggota masyarakat yang berada dan turut hadir dalam rangkaian pernikahan tersebut, hingga pesta kembang api di akhir rangkaian.









Ini bukan tentang prestisius belaka, ini juga bukan melegitimasi kekuasaan puri terhadap orang banyak, masyarakat luas. Ini adalah tentang keterlibatan banyak pihak yang memperlihatkan kedekatan keluarga puri terhadap rakyatnya, juga masyarakat lain yang berinteraksi dengannya. Ini adalah sebuah jalinan, ikatan, yang semakin erat berinteraksi bersama, dalam menjalani kehidupan di masa depan.









Semoga..... pernikahan ini kekal abadi selamanya, dan, menjadi teladan / tokoh panutan masyarakat, pemimpin yang dekat dengan rakyat, dan mampu memahami serta memotivasi orang banyak, di era milenium ini.......










Jumat, 18 April 2014

Cinta yang hadir lewat nasgor lindung & ikan asin + keju !!




Cinta, hadir indah dalam segala caranya sendiri.... Dengan sederhana, tanpa terduga, mengalir begitu saja. Dan, cinta sejati akan tumbuh semakin kuat, teguh kukuh dan tangguh. Tak tergoyang dimakan jaman, tak lekang di ruang waktu, tak pupus digerus segala goda.....

Dan, Aseli, dibuat oleh My Lovely Amazing Handsome Bodyguard, My Brondong.

Setelah tiba dari Pengabdian Masyarakat di Desa Pinge bersama para dosen Prodi Administrasi Perhotelan, dan para mahasiswa Prodi ADH smt 8 B, aku tiba di rumah pukul 5 sore. beristirahat sejenak, kemudian aku lanjut mengerjakan jejahitan banten, persiapan untuk masa-masa jelang odalan di kampungku.

Malam hari, Adi, putra sulungku, membuat nasi goreng. Dari sisa tempe yang ada, lindung, atau belut goreng, ditambah telur, dan sayur sawi yang baru kubawa dari Desa Pinge, dihiasi selembar keju, jadilah nasi goreng ala Adi, bagi sang bapak, aku sendiri, dan adiknya, Yudha.

Hmmm. Dan....... segala lelah setelah seharian beraktivitas ilang dah...... 
Astungkara. terima kasih, Hyang Widhi Wasa. Cinta yang terlahir lewat seporsi hidangan. Cinta kami sederhana....

Rabu, 16 April 2014

Mrsi Ghana, Me Rshi Ghana, Ngrsi Ghana @Batubulan, Buda Kajeng Kliwon Gumbreg, Rabu 16 April 2014





Setiap orang inginkan kebahagiaan dan kepuasan. Beragam cara, gaya, dan usaha yang dilakukan dalam menggapai kebahagiaan tersebut. Entah itu secara eksternal maupun internal. Entah itu dengan berdoa, meditasi, mandi, melukat, merapikan rumah dan pekarangan, mendatangi berbagai tempat yang diyakini bisa memberi kepuasan atau kebahagiaan, mengunjungi orang yang bisa menjadi sumber bahagia, dan berbagai aktivitas lainnya lagi. Dan salah satu upaya tersebut yang telah dilakukan semenjak dahulu oleh leluhur adalah Mrsi Ghana, Me Rshi Ghana, Ngrsi Ghana.


Hari Rabu sore, Buda Kajeng Kliwon Gumbreg, 16 April 2014, aku kembali mendapat kesempatan menyaksikan rangkaian upacara dan upakara Ngrsi Ghana, di rumah iparku, pak Wayan Suda Arsana, di Batubulan.



Umumnya, ritual Rsi Ghana disebut caru. Namun, kalau diteliti lebih lanjut penyebutan kata caru tidak tepat. Caru adalah ritual yang ditujukan untuk nyomia Bhuta Kala “menempatkan Bhuta Kala  pada tempat-Nya”.  Dalam ritual Rsi Ghana  persembahan dan permohonan ditujukan kepada Dewa Ghana sebagai Dewa Wighnaghna halangan’. Oleh karena itu, ritual Rsi Ghana  itu lebih tepat kalau disebut ritual penolak baya ‘penolak mara bahaya’, agar kita terhindar dari berbagai halangan dalam hidup ini (Wiana, 2001:198-199)



Ritual ini telah dilakukan semenjak lama dan merupakan kearifan lokal yang telah diwariskan leluhur. Para tetua melakukan rangkaian upacara keagamaan agar kebahagiaan tercapai, agar manusia terhindar dari bahaya dan konflik, agar kesembuhan di peroleh, agar keselarasan hubungan terjaga. Upaya untuk menyeimbangkan alam dan manusia, sesama umat manusia, dan manusia dengan Tuhan, hingga tercapai harmoni.



Rsi Ghana berarti golongan atau kelompok resi (Mardiwarsito, 1978:279). Rsi Ghana terdiri atas kata rsi dan ghana. Rsi berarti ‘pendeta; dewa’. Ghana berarti  ‘makhluk setengah dewa; angkasa; langit’ (Suparlan, 1988:38,79). Yang dimaksud dengan kelompok resi adalah kekuatan Dewata Nawa Sanga yang bergabung menjadi satu dalam tubuh Dewa Ghana. Makhluk setengah dewa dimaksudkan sebagai wujud Dewa Ghana yang berupa manusia berkepala gajah yang datang dari langit dengan kekuatan para dewa. Jadi, Rsi Gana berarti Tuhan dalam manifestasi-Nya sebagai Dewa Ghana yang turun ke dunia sebagai penghalau rintangan atau penyelamat. Ritual Rsi Ghana dimaksudkan sebagai sebuah ritual dengan menghadirkan Dewa Ghana sebagai penyelamat atau pelindung.


Rsi Gana memiliki beragam tingkatan (Wiana, 2001:201; Wikarman,1998:17), seperti nista / alit “sederhana”, madya “menengah”, dan utama. Tingkatan  Rsi Gana Alit diikuti dengan caru ekasata yang lazim dikenal dengan sebutan ayam abrumbunan (seekor ayam dengan bulu lima jenis warna).


Ritual Rsi Ghana umumnya dikenal sebagai Caru Rsi Ghana. Menurut Mardiwarsito (1978:49), kata caru diartikan sebagai ‘kurban’. Kata caru  identik dengan upacara bhuta yadnya yang berarti kurban suci yang ditujukan kepada para bhuta  atau bhuta kala.  Rsi  adalah orang atas usahanya melakukan tapa, yoga, dan semadi, memiliki kesucian yang dapat menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi sehingga dapat melihat hal-hal yang sudah lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang (Wiana, 2001:16). Ghana adalah  simbol dewa bencana (vighnesvara), mahatahu (vinayaka), dan pengelukat (pengeruat) (Atmaja, 1999: 35-90).


Caru Rsi Ghana  adalah usaha manusia untuk membuat hubungan yang harmonis antara keadaan diri, lingkungan, dan Tuhan, yang diwujudkan dalam bentuk atau wujud sesaji dengan menghadirkan manifestasi Tuhan sebagai Dewa Ghana.

Hal ini memberi gambaran, bahwa manusia melakukan berbagai upaya untuk menggapai kebahagiaan, baik eksternal maupun internal, untuk memelihara hubungan, dengan sesama umat manusia, dengan alam sekitar dimana mereka berada, dan dengan Tuhan.

Sumber Referensi: 


Atmaja, I Nengah Bawa. 1999. Ganesa sebagai Avighnevara, Vinayaka, dan Pengelukat. Surabaya: Paramita

Mardiwarsito. 1978. Kamus Jawa Kuna (Kawi)—Indonesia. Flores: Nusa Indah.
Wiana, I Ketut. 2000. Arti dan Fungsi Sarana Persembahyangan. Surabaya: Paramita.

Wiana, I Ketut. 2001. Makna Upacara Yadnya dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.

Wikarman, I Nyoman Singgih. 1998. Caru Palemahan dan Sasih. Surabaya: Paramita.

Sabtu, 12 April 2014

Tidurlah sayang....... tidur, tidur, tidur......









"Bu, potret saya yang bagus-bagus ya? diedit dahulu, setelah oke, baru di upload". Ehm...... Mengapa harus diedit segala? mengapa harus jaim atau ga brani tampil apa adanya?? Bukankah, ini juga pertanda sisi manusiawi kita?? Tampil apa adanya, alami, dan, tetap indah....... memperlihatkan wajah asli, bahwa kita sebagai manusia bisa terluka, bisa memperlihatkan ekspresi bahagia, ceria, cemas, takut, ngantuk, dan, terlelap......

Maka...... Bu pejabat bisa terlelap kelelahan bersandar ala kadarnya, menuntaskan kewajiban kerja, dan kemudian melanjutkan swadharma bagi keluarga dan masyarakat banjar dimana beliau menetap.

Maka, bapak pegawai pun ga peduli ngorok karena harus menuntaskan mengasuh keluarga, bertugas ke luar kota, dan, tetap melanjutkan kuliahnya di sebuah lembaga pendidikan demi masa depan.

Maka, anak-anakku tersayang, bisa tidur dengan gaya mereka masing-masing. Para mahasiswa dan mahasiswi yang lelah dan mengantuk, juga lapar, bisa tertidur lelap di pagi dini hari dalam perjalanan kami tatkala Praktek Kerja Nyata ke Jawa bulan lalu.

Maka...... inilah sisi manusiawi kita, tatkala tertidur lelap.