Minggu, 26 Maret 2017

Trance : Jalan Spiritual atau Sakit Jiwa ??




Ada kejadian yang kadang terjadi tanpa dapat dipahami logika..... Seseorang dianggap kemasukan roh halus, berbicara, bersikap, seperti bukan dirinya sendiri. Namun inilah fenomena budaya, dimana manusia dengan segala tradisi, ritual, agama, spiritual, simbol, lambang, berbagai bentuk, fungsi dan makna berbalur jadi satu.... 
 
Trance : kelinggihan, kerawuhan, atau kesurupan ? @ Petitenget kala Melasti, Saniscara Wage Julungwangi, Sabtu 25 Maret 2017 .
 
 
Ada yang menggambarkan, trance merupakan sebuah peristiwa dimana roh yang berasal dari dunia lain, leluhur atau dewa, datang hadir di tengah-tengah sekelompok orang, dan menyampaikan pesan. Ada pendapat lain yang menjelaskan bahwa trance sebenarnya merupakan suatu situasi yang dialami oleh orang yang mengalami waham atau delusi, maka ini termasuk sakit jiwa.
 
 
Namun, bagiku sendiri. apa pun itu, kapanpun terjadinya, siapa pun yang sedang mengalaminya, trance bisa terjadi dimana pun dan kapanpun. Ini merupakan urusan pribadi orang tersebut, dan melibatkan orang-orang yang ada di sekelilingnya saat itu. Dan, orang-orang yang alami trance adalah orang-orang dengan fenomena spiritual, yang sudah seharusnya memberikan manfaat spiritual pula bagi orang lain yang ada pada lingkungannya. Orang-orang pilihan, yang dipanggil oleh Tuhan, untuk menjadi teladan, menebarkan kedamaian bagi lingkungan..... Lalu, siapa saja yang bisa alami trance? Ya kita semua.... karena kita semua adalah orang-orang pilihan, yang dipanggil oleh Tuhan....
 
 

Puluhan Jempana dan ratusan Pretima di arak oleh masyarakat Hindu penyungsungnya, diiringi oleh suara gamelan Gong, Kidung suci yang dinyanyikan atau dilantunkan. Perjalanan Melasti berawal dari berbagai pura di daerah Desa Adat Kerobokan menuju Pantai Petitenget, Seminyak. 
 
Berjalan di sepanjang belasan kilometer dari Pura menuju Pantai, kemudian beragam Pretima ditempatkan bersama di Pura Desa Kerobokan, inilah indigenous wisdom, kearifan luhur yang telah diwariskan turun temurun oleh nenek moyang. Makna yang terkandung di baliknya adalah bahwa kita belajar menghargai budaya sendiri, budaya orang lain, memelihara toleransi dalam menjalin hidup bersama dengan orang lain,, menguji kesabaran lahir dan batin, menyucikan pikiran kita, menjaga sikap dan penampilan untuk senantiasa berada di jalan Tuhan. 
 
 
 
Hmmm, benar kata pepatah. Bila ingin dihargai, kita harus menghargai diri sendiri, budaya kita sendiri, dan tidak membiarkan orang lain meremehkan diri kita. Ini semua adalah jalan pilihan hidup. Kusebut ini sebagai jalan pilihan hidup. Sekecil apapun yadnya, dan, dengan segala macam cara yang kita bisa dan mampu, untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa...... 
 
Budaya hanya akan berjalan dan berkembang bila ada masyarakat penjunjung dan penyungsung budaya itu sendiri. Dan, melasti atau melis, adalah bagian dari komponen budaya. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita semua adalah bagian dari struktur atau sistematika yang berkembang di tengah masyarakat 
 
 
 
Dengan melasti masyarakat berharap dapat membersihkan diri, menyucikan beragam benda suci, memelihara kesakralan pretima dan beragam simbol atau perlambang yang disucikan oleh masyarakat. Dengan melasti masyarakat bersiap menyambut hari raya Nyepi, Tahun Baru Saka. Dengan melasti masyarakat berharap agar di tahun yang akan datang mereka akan menjadi semakin bijak dan shantih.... 
 
 
 
Cinta lah yang akan membawa kita pada Tuhan, bersimpuh berkali-kali, meski tak pernah bisa selalu sama..... hadir dalam berbagai cara, sederhana, dengan gaya kita masing-masing. Memohon agar selalu dibimbing di dalam cinta Tuhan.... Petitenget kala Melasti, Saniscara Wage Julungwangi, Sabtu 25 Maret 2017.

Melasti / Melis / Mekiyis





Melasti atau Melis, Mekiyis, merupakan rangkaian prosesi dari Upacara Tawur Kesanga. Tawur Kesanga adalah Upacara yang dilakukan umat Hindu dalam rangka menyambut Hari Raya Suci Nyepi. Dan tahun ini pergantian tahun Saka 1938 menuju 1939. Pretima maupun berbagai bentuk, simbol, lambang yang dikeramatkan atau disungsung umat Hindu dibersihkan, diletakkan dalam jempana atau tempat bagi beragam pretima, kemudian diarak menuju sungai, danau, atau pantai.

I Gusti Made Darmaweda menjelaskan bahwa Tawur Kesanga memiliki makna filosofis dimana kita membersihkan diri dari sifat ego yang melekat, membayar atau mengembalikan sifat hakiki sebagaimana mestinya seorang umat, terlepas dari keserakahan. Dan Tawur Kesanga berlangsung pada Sasih Kesanga dari 12 sasih yang ada.

Masing-masing Desa Adat memiliki awig-awig, perarem, atau peraturan yang ditetapkan berdasar kebiasaan semenjak leluhur maupun kebijakan yang ditetapkan masyarakat di daerah tersebut. Dan Desa Adat Kerobokan, Kuta, melaksakan Melasti terkait Upacara Tawur Kesanga tahun ini pada hari Sabtu, Saniscara Wage Kliwon Julungwangi, 25 Maret 2017. Melasti diadakan di pantai Petitenget, Seminyak.

Bendesa Adat Kerobokan, Anak Agung Putu Sutarja, menjelaskan bahwa terkait Melasti, Desa Adat Kerobokan tidak dapat terpisahkan dari Desa Adat Padang Sambian dan Desa Adat Padang Luwih. Melasti ketiga Desa Adat tersebut selalu dilaksanakan pada saat yang bersamaan. Kebijakan ini sudah berlangsung semenjak nenek moyang, dan merupakan kearifan lokal (indigenous wisdom) yang sekaligus juga bermakna ikatan historis bahwa kita tidak akan pernah berdiri sendiri dalam menjalani kehidupan ini.



Prosesi Melasti bagi ketiga Desa Adat ini diawali dengan kegiatan melakukan Pesamuan Hidangan, atau sesaji bagi para Dewa, Leluhur, Tuhan. Dimana Desa Adat Kerobokan bertugas mempersiapkan dan membuat sarana upakara Pesamuan, Desa Adat Padang Luwih bertugas membawa hewan ternak seperti ayam dan itik, anak babi, dan Desa Adat Padang Sambian bertugas mempersiapkan, membuat dan mengusung banten sesajian loloan. http://koranjuri.com/desa-adat-kerobokan-gelar-pelaksanaan-melasti-di-pantai-petitenget/ . Dari ketiga Desa Adat tersebut, Desa Adat Kerobokan memiliki jumlah pura terbanyak, yakni 400 pura.

I Gusti Made Darmaweda juga menguraikan bahwa di dalam kehidupan, manusia selalu mengambil, menyerap sumber-sumber alam untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Perbuatan mengambil akan mengendap dalam jiwa atau dikenal sebagai KARMA WASANA https://www.facebook.com/darmaweda .

Perbuatan MENGAMBIL, perlu dimbangi dengan perbuatan MEMBERI, yaitu berupa persembahan dengan tulus ikhlas. Mengambil dan memberi perlu selalu dilakukan, agar KARMA WASANA agar hidup menjadi harmonis atau seimbang. Hal ini berarti TAWUR KESANGA bermakna KESEIMBANGAN JIWA, dimana manusia membersihkan diri dan lingkungan. 


Nilai ini yang terkandung dan perlu ditanamkan serta dikembangkan dalam merayakan pergantian Tahun Saka, sehingga kita memperoleh nilai kesadaran dan toleransi, yang selalu dibutuhkan umat manusia di dunia ini, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang. Karena dengan menghargai leluhur, melestarikan ajaran leluhur dan mengembangkan dalam hidup, kita menghargai diri sendiri, juga menghargai orang lain yang ada di sekitar kita. Hal ini yang mampu membuat kita terhindar dari konflik, dan dijadikan pedoman dalam mengantisipasi permasalahan yang timbul.

Sebelum berlakunya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001, istilah yang digunakan adalah istilah “desa adat” sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 1986. Pasal 1 Perda 06 Tahun 1986 menyatakan bahwa:

Desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Daerah Tingkat I Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga yang mempunya wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.


Secara formal, istilah desa pakraman pertama kali digunakan dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman yang ditetapkan pada tanggal 21 Maret 2001. Dalam Pasal 1 angka 4 disebutkan pengertian desa pakraman sebagai berikut:

Desa Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.

Sumber Referensi :



R. Soepomo, 2001, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat. Pradnya Paramita., Jakarta.

Van Dijk, 1979, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Penerbit Sumur Bandung, hal. 18.

I Ketut Sudantra, 2001, Pola Penyelesaian Persoalan-persoalan Hukum Hukum Oleh Desa Adat”. Dinamika Kebudayaan III. Lembaga Penelitian Universitas Udayana, Denpasar.

Tim Peneliti Pusat Studi Hukum Adat Unud., op.cit., hal. 24.

I Ketut Sudantra, 1999, ”Formalisasi Forum Komunkasi Antar Desa Adat dalam Kontek Penyelesaian Persoalan-persoalan Hukum yang Dihadapi Desa Adat”, Kertha Patrika No.72 Th.XXIV. Denpasar: Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Tjok Istri Putra Astiti, 2005, Pemberdayaan Awig-awig Menuju Ajeg Bali, Lembaga Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Kamis, 23 Maret 2017

Dies Natalis ke 39 Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali


Ada pepatah yang bertutur.... “Life began at forty”. Hidup yang sesungguhnya baru dimulai saat kita menginjak usia 40 tahun. Karena bermakna pada usia tersebut kita sudah sungguh dewasa, setelah sekian lama menempuh perjalanan panjang dalam kehidupan, sehingga diharapkan akan semaking bijak pula dalam bersikap.
 
 
 
Sungguh sebuah perjalanan panjang yang telah dilalui hingga menginjak usia ke 39. Terjatuh dan bangkit kembali. Berbagai tuntutan, halangan, dan ujian yang dilalui berkali-kali. Dan, kini Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali telah menginjak usia ke 39. Suatu batas usia untuk memasuki 40 tahun sebagai lembaga di bawah Kementerian Pariwisata.
 
Seluruh rangkaian kegiatan terkait Dies Natalis ke 39 telah dirancang panitia bersama pihak manajemen dan juga mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali. Berawal dari hari Jum’at, 3 Maret 2017, Upacara pembukaan Dies Natalis diawali dengan apel bersama di lapangan olah raga yang diikuti seluruh elemen civitas lembaga ini, dilanjutkan dengan tarik tambang bersama, dan lari berantai yang digabung dengan tangkap belut, memasukkan pulpen ke dalam botol, memecahkan balon dengan mendudukinya, dan lomba makan kerupuk. 
 
 
 
 
 
Pada hari jum’at 10 Maret 2017, diadakan kegiatan Bersi Pantai di Pantai Pandawa. dan Jum'at, 17 Maret 2017, kegiatan terkait Dies Natalis ke 39 kembali dilanjutkan dengan Donor Darah dan beragam lomba Futsal, Bulutangkis, Basket, beragam stand bazar yang dibuat oleh para mahasiswa bertempat di Gelanggang Olah Raga.
 
 
 
 
 
Dan, pada hari Senin hingga Jum’at, 20 sampai dengan 24 Maret 2017, khusus di blok untuk rangkaian kegiatan Dies Natalis, seperti lomba Jegeg Bagus Kampus, lomba Karaoke, lomba Band, lomba Flyer, lomba spanduk, lomba penjor, lomba gebogan, dan berbagai lomba lain. Hingga hari Jum’at, 24 Maret 2017, merupakan puncak dari seluruh rangkaian kegiatan terkait Dies Natalis ke 39 Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali.
 
 
 
 
 
 
 
 
Pada hari Jum’at ini, semenjak pukul 8 pagi, akan diselenggarakan kegiatan di Aula. Mulai dari pengumuman para pemenang lomba, bertemunya para mantan Ketua dan Ketua, seluruh civitas akademika, berbagai elemen kampus, manajemen, pegawai, para dosen dan mahasiswa, Ikatan Orangtua Murid, para alumni, juga perwakilan komponen masyarakat yang ada di sekeliling kampus. Sore hari, mulai pukul 5, diadakan pula kegiatan di panggung terbuka yang terletak di bagian Utara kampus, di sebelah Aula. Mulai dari parade fashion show, parade Jegeg Bagug, parade band, hingga The Changcuters, yang diundang untuk memeriahkan kampus.
 
Dirgahayu, kampusku. Dirgahayu kampus kami. Dirgahayu Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali yang ke 39. Tetaplah menjadi kampus kebanggaan, yang berdiri tegak dengan teguh kukuh, menjadi pusat unggulan dan teladan, pilar dalam menegakkan keadilan dan kebenaran......

Megibung dan Mundut, Menyatukan kita dalam semangat kebersamaan



Guru bijak pernah bertutur.... Sering konflik terjadi karena kurang harmonisnya koordinasi dan komunikasi di antara kita. Dan, salah satu hal yang bisa membantu mengatasi permasalahan ini adalah dengan makan bareng, menjalin hubungan indah di antara kita.
 
 
Leluhur kita sudah semenjak dahulu mengembangkan beragam bentuk, fungsi dan makna dalam rupa kearifan lokal (indigenous wisdom). 
 
 
Mengapa kita sebaiknya duduk bersama menikmati hidangan ? Karena hal ini mengajarkan kita semua, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, di mata Tuhan kita adalah sama. Dan hidangan yang ada bisa dibagi rata, dibagi sama. Terlepas dari ada yang suka atau tidak atas hidangan yang tersedia, namun apa yang ada, buah hasil kerja kita, dinikmati bersama pula. Hal ini hadir pada semua budaya di seantero nusantara, bahkan seluruh pelosok dunia. Salah satunya, pada budaya masyarakat Bali, yang dikenal dengan istilah Megibung.
 
 
 
Mengapa kita seharusnya menjaga dan memelihara serta mengembangkan pusaka leluhur kita? Karena hal ini memperlihatkan bahwa kita mencintai budaya sendiri, menghargai perjuangan leluhur dalam kehidupan, dan, kita belajar dari semangat perjuangan tersebut, untuk tidak gampang menyerah bila menghadapi problema atau situasi yang tidak menyenangkan. Dan, salah satunya, hadir dalam bentuk Mundut pada budaya masyarakat Bali. Suatu proses dimana kita menyungsung, menjunjung pretima, berbagai simbol dan benda pusaka yang disakralkan, untuk disucikan dan diupacarai pada setiap hari raya tertentu.
 
 

Salah satu contoh bentuk, fungsi dan makna mundut yang berkembang di saat Piodalan pada Anggarakasih Julungwangi, Selasa, 21 Maret 2017, di Banjar Kapit, Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali. Sehari sebelum hari raya suci berlangsung, pretima dijunjung oleh anggota keluarga yang hadir di sanggah dadia, pura keluarga, dibawa berkeliling di dalam pura, searah jarum jam. Dan, sehari setelah hari raya suci berlangsung, kembali pretima dijunjung oleh anggota keluarga yang hadir di sanggah dadia.
 
Dan, setelah rangkaian kegiatan selama seminggu menjelang hingga berakhirnya Piodalan Sanggah Dadia, seluruh anggota keluarga yang hadir, berkumpul bersama untuk Megibung, makan bersama, menikmati Prani, hidangan yang disajikan bagi Tuhan, Dewa, dan para leluhur keluarga, di hari Rabunya, Buda, sehari setelah Anggarakasih Julungwangi. Sebelum akhirnya keluarga kembali bubar, ke rumah masing-masing, di kota masing-masing, dengan beragam aktivitas masing-masing pula, untuk berkumpul kembali enam bulan kemudian, seminggu menjelang hari raya Piodalan.
 
 
 
Sudah tentu, banyaknya suku yang ada menentukan pula corak dan ragam bentuk budaya yang berkembang di tengah masyarakat. Di samping semua hal tersebut, dinamika perkembangan yang terjadi di tengah masyarakat yang menyungsung dan menjunjung budaya juga ikut menentukan arah dan bentuk, fungsi serta makna budaya yang berkembang, terkait ruang tempat, gerak dan waktu yang terjadi kemudian. 
 
 
 
Namun, suatu bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai budaya leluhur, sebagai suatu bentuk menghargai diri sendiri, mampu memelihara dengan baik beragam peninggalan leluhur, dan mengembangkan peninggalan leluhur tersebut sehingga sesuai dengan semangat kekinian yang berlaku di tengah-tengah masyarakat pada bangsa tersebut.....

Rabu, 22 Maret 2017

Adil Ka’ Talino. Bacuramin Ka’ Saruga. Basengat Ka’ Jubata.


 
Adil Ka’ Talino. Bacuramin Ka’ Saruga. Basengat Ka’ Jubata. 
 

Presiden Joko Widodo, Jum’at, 17 Maret 2017, mengucapkan salam khas masyarakat Dayak di Kalimantan Barat, sesaat sebelum ia menyampaikan sambutannya dalam rangkaian peresmian Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Aruk di Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. 
 
Salam tersebut memiliki makna mendalam, filosofi mengenai pedoman kehidupan masyarakat Dayak dalam beraktivitas sehari-hari, yang berasal dari bahasa Dayak Kanayatn http://regional.kompas.com/read/201....
Bahasa tersebut bermakna : Bersikap adil pada setiap manusia. Bercermin / berpedoman pada surga / alam semesta/ bumi / langit dan seisinya. Mengingat Tuhan sebagai pemberi kehidupan. 
 
Suku Dayak terdiri dari 152 sub suku, dengan pola bahasa yang berbeda-beda satu sama lainnya. Bandingkan dengan 714 suku yang tersebar di seantero negeri Indonesia tercinta, dari Sabang sampai Merauke, yang memiliki 1100 bahasa lokal. 
 
 
 
Kearifan lokal ini membimbing kita semua sebagai suatu keluarga besar yang harus senantiasa menjalin persaudaraan dalam kehidupan sebagai bangsa Indonesia, jangan sampai perbedaan membuat kita terjerat dalam konflik berkepanjangan

Selasa, 14 Maret 2017

Aplikasi Manajemen Program Studi Administrasi Perhotelan, Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali Tahun 2017 (1)




Aplikasi Manajemen  DIV Administrasi Perhotelan,  Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali 2017.



Program Studi D IV Administrasi Perhotelan STPNB, semester 8, baik kelas A, B dan C, memiliki salah satu program terkait proses belajar dan mengajar, yakni Aplikasi Manajemen. Di awal semester, mereka ditugaskan menemu kenali, menggali informasi, dan menjalin interaksi dengan pihak hotel yang telah mereka pilih sebagai tempat mengaplikasikan rangkaian ilmu pengetahuan, ketrampilan, sikap yang mereka miliki selama ini.



Kementerian Pariwisata mengimplementasikan tiga program prioritas untuk pariwisata Indonesia tahun 2017. Ketiga program tersebut adalah digital tourism (pariwisata digital), homestay (pondok wisata), dan konektivitas udara. Dan, sebagai bentuk dukugan terhadap program kerja Kementerian Pariwisata, implementasi APM kali ini terkait dengan homestay.
 
"Untuk Indonesia, pariwisata sebagai penyumbang PDB (Pendapatan Domestik Bruto), devisa, dan lapangan kerja yang paling mudah dan murah," kata Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya, saat jumpa pers akhir tahun 2016 di Gedung Sapta Pesona Kemenpar, Jakarta, Rabu, 21 Desember 2016. Program digital tourism, dilakukan dengan meluncurkan ITX (Indonesia Tourism Exchange) yakni digital market place platform atau pasar digital untuk mempertemukan pembeli dan penjual di sektor pariwisata (Travelkompas.com).




Dengan artian semua travel agent, stakeholder akomodasi, dan atraksi dikumpulkan jadi satu untuk memudahkan proses transaksi. Rencananya, triwulan ke-dua tahun 2017, ITX sudah berjalan secara penuh. Sedangkan pembangunan homestay atau pondok wisata akan berfokus di 10 destinasi prioritas. "Tahun 2017 kami menargetkan membangun 20.000 homestay, tahun 2018 sebanyak 30.000 homestay, dan tahun 2019 sebanyak 50.000 unit," kata Arief.
 
Triwulan satu tahun 2017, rencananya akan dibangun 1.000 homestay, dengan penyebaran 110 homestay di masing-masing 10 destinasi prioritas.Terakhir, pembangunan konektivitas udara khususnya menambah kursi pesawat, sebanyak 4 juta kursi untuk tahun 2017 menjadi prioritas. Indonesia membutuhkan 30 juta kursi pesawat untuk mencapai target wisatawan mancanegara (wisman) sebanyak 20 juta pada tahun 2019. Strategi 3A yakni Airlines-Airport, Air Navigation, dan Authorities juga disiapkan untuk membangun konektivitas udara. Kemenpar dalam hal ini bekerja sama dengan PT Angkasa Pura I, II, dan Air Nav Indonesia. 
 
 
 
 
 
Sudah tentu, program yang baik membutuhkan kajian dari berbagai pihak dan terkait dengan banyak bidang yang mampu bersinergi dengan harmonis pula. Hal ini melibatkan proses untuk menggali data dan informasi, kemudian dibarengi dengan proses melakukan analisis, evaluasi berkali-kali, kerjasama dengan banyak pihak, hingga pelaksanaan diklat sebelum tiba pada suatu kesimpulan akhir. Maka para mahasiswa dan mahasiswi berupaya menjalin komunikasi intens dengan pihak manajemen dan pelaksana homestay, demi tercipta hubungan baik, kinerja positif, dan mampu mencapai pemahaman yang baik pula secara bersama-sama.
 
 
 
Pada tahap awal, diskusi dilakukan dengan mengundang pihak Ubud Home Stay Association untuk berdiskusi bersama para mahasiswa dan manajemen Program Studi Administrasi Perhotelan, menyampaikan informasi, membuka cakrawala pengetahuan mengenai Ubud, Homestay dan asosiasi yang terkait dengan Aplikasi Manajemen Mahasiswa. Pertemuan tersebut terlaksana pada tanggal 2 Februari 2017, bertempat di Genitri, Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Berikutnya penetapan struktur organisasi dan sistematika kerja agar semua tertata proporsional sebelum bekerja sama dengan jalinan baik di atara berbagai pihak. Aplikasi Manajemen kelas A berada di bawah komando Vito sebagai GM, kelas B dengan Joni sebagai GM, dan kelas C di bawah komando Jeffi. Mereka berupaya memberikan yang terbaik bagi kelas, bagi Lembaga STPNB, bagi pihak homestay yang mereka eksplorasi, bagi masyarakat Ubud, dan bagi masyarakat di mana pun mereka berada.
 

 


 
 


 
 

Setelah beberapa kali berkunjung ke Ubud, melakukan pengumpulan data pada tahap awal, berbagai koordinasi yang terjalin, konfirmasi dan evaluasi yang berulang kali, pemetaan ruang kerja mulai terlihat dengan lancar.
 
 
 
Program Studi D IV Administrasi Perhotelan STPNB, semester 8, kelas B, mengawali kegiatan terlebih dahulu, dengan bentuk pelatihan bagi sumber daya manusia di honestay, pada hari Senin dan Selasa, 6 - 7 Maret 2017. Bertempat di Waroeng Mas, Banjar Nyuh Kuning, Ubud. Menurut rencana, Seminar Hasil akan dilaksanakan pada tanggal 1 April 2017, bertempat di Museum Puri Lukisan, Ubud. Program Studi D IV Administrasi Perhotelan STPNB, semester 8, kelas A, mengadakan pelatihan pada tanggal 16 - 17 Maret 2017, terkait F&B dan Room Division, di Nick's Homestay dan Nyoman Sandi Guest House. Program Studi D IV Administrasi Perhotelan STPNB, semester 8, kelas C, melaksanakan pelatihan dan seminar hasil Aplikasi Manajemen pada tanggal 8 April 2017 di Ubud.
 
 
 
Seminar Hasil Aplikasi Manajemen tersebut dilaksanakan setelah seluruh rangkaian eksplorasi, analisis data terhadap hasil temuan mereka, perumusan hasil penelitian, dan perangkaian saran tuntas dilakukan bersama, dengan bimbingan para dosen pendamping program Aplikasi Manajemen.
Kelas A smt 8 Prodi ADH STPNB, para dosen pembimbing APM adalah Ni Luh Gde Sri Sadjuni, SE., M.Par., Drs. Dewa Ketut Sujatha, M.Si., Ir. Nyoman Sukana Sabudi, MP., Ni Nyoman Sukerti, SE., M.Si., Dra. I Gusti Ayu Mirah Darmayanty, M.Si., Drs. I Nyoman Wirtha, dengan ketua pelaksana kegiatan tersebut adalah Dra. Ni Ketut Sri Sulistyawati, M.Par. Narasumber : Wayan Sucitra (EAM The Sakala Resort Bali), I Made Suama (EAM The Royal Pitamaha Resort & Spa)
  
Kelas B smt 8 Prodi ADH STPNB, para dosen pembimbing APM adalah Dra. NLKS Sulistyawati, M.Par., Dra. NDM Santi Diwyarthi, M.Si., I Wayan Jata, S.Sos., M.Phil., Drs. IB Putu Puja, M.Kes., Irenne Hanna Sihombing, SE., MM., Nyoman Gede Mas Wiartha, SE., S.IPI., M.Par., dengan ketua pelaksana kegiatan tersebut adalah I Gusti Putu Ngurah Budiasa, MA., CHA. Narasumber : Jacinta J. Widiana, (Director of HR Anantara Seminyak), dan Bagus Prajaksa (Director od HRD Intercontinental Bali Resort)
 
Kelas C smt 8 Prodi ADH STPNB, para dosen pembimbing APM adalah I Gusti Putu Ngurah Budiasa, MA., CHA., I Dewa Putu Hendri Pramana, S.Kom., Drs. I Wayan Muliana, M.Ed., Ni Made Suastini, SE., MM., dengan ketua pelaksana kegiatan tersebut adalah Drs. Dewa Ketut Sujatha, M.Si. Narasumber : IB Trisna Widia (E-Commerce Manager Prime Plaza Hotel & Resort), dan Dewa Rucika, (EAM Hilton Bali Resort).