Jejeneng Mpu Keris Pande Wayan Suteja Neka : Seni
adalah ekspresi jiwa dan semangat, baik itu individu, maupun budaya
Keluarga Neka merupakan
keluarga terkenal dalam bidang budaya, khususnya terkait dengan berbagai benda
seni, seperti keris. Berasal dari garis leluhur Mpu Keris, pembuat peralatan
perang, Pande Pan Nedeng, dari Kerajaan Peliatan, Ubud, Ida Dewa Agung
Djelantik, berkisar tahun 1823 – 1845.
Sebagai keturunan dari seorang
Mpu Keris, darah seni dan budaya mengalir pada anak dan cucu. Pande Made Neka
(1917 – 1980) terkenal sebagai seorang seniman patung yang unik dan
berkualitas. Salah satu karya beliau adalah patung burung garuda setinggi tiga
meter, untuk New York World Fair, di Amerika Serikat, pada tahun 1964.
Terletak di jalan Raya
Sanggingan Ubud, Museum Neka merupakan sumber informasi tepat bagi para
pengamat keris yang ingin mendalami dedikasi seorang pakar keris terhadap
kehidupan. “Museum Neka saya dedikasikan bagi ayah tercinta, Pande Wayan Neka,
yang merupakan seorang seniman keris Indonesia” ujar Jejeneng Mpu Keris Pande Wayan Suteja Neka.
Pande Wayan Suteja Neka
pada awalnya merupakan seorang guru. Beliau mengabdikan diri bagi perkembangan
awal Seni Rupa di Bali. Sebagai seorang pionir seni rupa, sudah tentu bukan hal
mudah. Banyak perjuangan pada bagian awal perjalanan Suteja Neka. Termasuk
meninggalkan pekerjaan sebagai Guru.
“Untuk menjadi fokus pada
sebuah bidang yang dicintai, kita tidak bisa main-main. Maka saya putuskan
jalan menjadi seorang pencinta seni dan budaya, agar tidak mengecewakan anak
didik dan dunia pendidikan karena tidak serius bekerja”. Beliau menjelaskan
sejarah perjalanan perjuangan bagi seni yang beliau lakukan.
Museum Neka Ubud Bali
berdiri pada tanggal 7 Juli 1982. Dari awal buka, Museum Neka hanya memiliki
100 an benda seni. Namun hingga kini tercatat 400 benda seni terdapat di Museum
Neka. Dan semenjak Juli 2007, tersimpan ratusan keris yang berasal dari abad ke
13 hingga masa kini. Museum Neka saat ini memiliki empat ratusan keris yang
terdiri dari 40 an bilah keris pusaka, 100 an bilah keris kuno, juga buatan
para empu atau ahli keris masa kini.
Keris merupakan karya
yang memperlihatkan Genius Local Wisdom, keluhuran yang sungguh bernilai tinggi
dari budaya nusantara, sebagai senjata tradisional, benda berwasiat warisan
sejarah, dan sarana upacara keagamaan yang membudaya dalam hidup masyarakat
Indonesia, termasuk masyarakat Bali. UNESCO memberikan pengakuan terhadap keris
semenjak 25 November 2005, dengan mengukuhkan keris Indonesia sebagai karya
bangsa Indonesia, dan diakui seluruh dunia.
Berbagai benda seni
yang terdapat di Museum Neka memperlihatkan bahwa sepanjang hidup seseorang
akan senantiasa terlibat dalam seni dan budaya. Bahkan semenjak masih di dalam
kandungan, sang janin akan sudah bersentuhan dengan seni dan budaya, sentuhan,
suara, gerakan, gambaran. Ini yang membuat seorang wajib menghargai seni itu
sendiri.
Pada Museum Neka
terdapat pusaka kerajaan Karangasem yang berasal dari abad ke 18. Dibuat oleh
Mpu Keris Kerajaan Karangasem pada abad ke 18, Pande Rudaya dari Desa Jasri,
Karangasem. Disamping kedua pusaka Karangasem tersebut, terdapat pula Keris Ki
Baju Rante dari masa Raja Karangasem, Ida Anglurah Made Karangasem. Juga Keris
Ki Baru Upas, Keris Bengkel, Keris Ki Baru Kumandang, Keris Ki Taman Mayura,
serta Keris Ki Taman Ujung.
Dari Puri Kanginan
Singaraja, terdapat pusaka kerajaan berupa Keris Ki Gajah Perak.
Dari Puri Gelgel
Klungkung, terdapat pusaka kerajaan berupa keris Ki Tantri Tumurun.
Saat ditanya, mengapa
beliau senantiasa berupaya mengumpulkan, merawat dan memuliakan berbagai benda
seni, termasuk keris pusaka kerajaan dari seluruh pelosok negeri, Pande Suteja
Neka menjelaskan ini adalah salah satu upaya melestarikan budaya, mengembangkan
rasa bangga terhadap kebudayaan negeri, melambangkan nilai estetika yang
terkandung pada keris tersebut juga pemilik dan pemakainya, dan memberikan aura
positif bagi Museum Seni Neka, sebagai museum pelestari berbagai benda seni dan
keris pusaka nusantara. Beliau ingin Museum Neka menjadi pusat penelitian,
pusat pembelajaran dan perkembangan studi pengetahuan mengenai benda warisan budaya
luhur nusantara.
Ketertarikan beliau
pada keris karena karakteristik unik yang terdapat di dalamnya, baik dari segi
penampilan, fungsi keris tersebut, teknik pembuatan, hingga pemberian nama atau
istilah.
Keris sesungguhnya
bukan bermaksud sebagai senjata atau alat berperang. Istilah senjata bagi keris
lebih bermakna spiritual, filosofis, dan perlambang. Ditinjau dari bentuk,
kontur, keris terbagi menjadi ratusan macam bentuk. Klasifikasi dari satu
bentuk dengan bentuk yang lainnya ditandai dengan ada atau tidak bagian
tersebut pada keris yang diamati. Istilah bentuk keris disebut dengan Dhapur,
jadi Dhapur Keris adalah bentuk standar sebilah keris. Sedangkan bagian-bagian
keris yang dipergunakan untuk menandai nama Dhapur, disebut Ricikan Keris.
Keris terbagi menjadi
tiga bagian utama, yaitu : Bilah Keris, bagian Ganja, dan bagian Pesi. Dari ketiga
bagian tersebut, hanya bagian Pesi yang bentuknya selalu sama dan tidak
mempengaruhi penamaan Dhapur.
Pesi, atau sering pula
disebut Paksi, atau Peksi, merupakan ujung tangkai yang masuk ke dalam pegangan
keris (Ukipan/Dedep/Deder). Pegangan ini disebut pula Hulu Keris, Putting, atau
Punting (Sumatera, daerah kepulauan
Riau).
Ganja, atau Gonjo,
merupakan bagian alas dari kedudukan Bilah Keris. Pada bagian tengah Ganja
berlobang untuk tangkai Pesi. Bilah Keris dengan Ganja memiliki filosofis
perlambang Lingga dan Yoni. Di beberapa tempat di Kalimantan, bagian Ganja
disebut dengan istilah Aring. Bagian Ganja pada proses pembuatan keris dipotong
dari pangkal bilah keris. Cara pembuatan semacam ini juga berlaku untuk Ganja
Wulung, yakni ganja tidak berpamor. Ganja, Pesi dan Bilah merupakan satu
kesatuan dari awal pembuatan. Ganja yang menyatu bahannya dengan bilah keris di
sebut Ganja Iras.
Ricikan Keris - Seseorang bisa menandai atau menyebutkan nama Dhapur
keris apabila ia mengetahui dengan benar nama-nama bagian dari
sebilah keris, karena itu sebelum kita membicarakan soal dhapur keris, kita
harus lebih dulu mengetahui bagian-bagian keris yang menandakan dhapur keris. Sebilah
keris yang lengkap mempunyai 26 macam bagian atau ricikan dan masing-masing
ricikan memiliki nama. Untuk penamaan ricikan baku sifatnya dan sesuai
dengan pakem.
Nama-nama ricikan telah dipakai
turun-temurun sejak ratusan tahun lalu. Dalam perjalanan waktu, bisa dipahami
jika terjadi kesalahan dalam pengucapan, gaya bahasa tiap daerah dan pengucapan
berdasarkan sinonim, sama maksudnya tetapi lain penamaannya.
Pada artikel kali ini sengaja
diberikan sinonimnya, selain itu ricikan yang dipakai adalah yang menurut pakem
Jawa, terutama Jogyakarta, Surakarta dan sedikit Madura. Dalam melihat ricikan
keris, yang paling utama adalah dibagian sor-soran, berikut ricikan keris untuk
mempermudah membedakan dhapur suatu keris :
Pesi
Tangkai bilah keris yang terbuat
dari bahan yang sama dengan bahan bilah kerisnya, terletak di bawah ganja.
Untuk keris-keris tangguh/buatan pulau Jawa, Bali dan Lombok, ukurannya cukup
panjang, antara 5,5 cm s,d 9 cm. Sedangkan keris buatan Palembang, Riau, Luwu,
Makasar dan Semenanjung Melayu umumnya pendek, antara 4 cm s.d 6,5 cm. Pesi ini
sering juga disebut dengan Peksi, Paksi, Puting atau Punting.
Ganja (dibaca Gonjo)
Ada yang terpisah dari bagian bilah,
ada pula yang menyatu dan hanya dibatasi semacam guratan. Ganja yang menyatu
dengan bilah disebut Ganja Iras. Ganja ini sering juga disebut dengan Aring
atau Ariang.
Bungkul
Bungkul atau Sebungkul atau Bonggol.
Bentuknya mirip irisan bawang. Bungkul ini merupakan kelanjutan dari bagian
Janur yang bersinggungan dengan bagian ganja.
Blumbangan
Blumbungan atau Pejetan atau
Pijetan, merupakan daerah lekukan di belakang bagian Gandhik. Keris-keris yang
terbilang garapan baik, bentuk blumbangan ini digarap dengan manis.
Srewehan
Srewehan merupakan bagian melandai
di belakang Sogokan sampai ke bagian Greneng. Srewehan disebut juga dengan
istilah Sraweyan, Sarewehan atau Sreawahan.
Gandhik
Gandhik merupakan raut muka dari
sebilah keris. Ada yang polos, ada yang dilengkapi dengan Kemang Kacang, Lambe
Gajah dll. Gandhik biasanya terletak di bagian depan bilah keris. Tetapi ada
pula yang berada di bagian belakang, antara lain pada dhapur Cengkrong. Bagian
bawah pada Gandhik bersinggungan dengan Ganja.
Jalu Memet
Merupakan tojolan runcing pada
bagian paling bawah dari Gandhik, paling dekat dengan Ganja.
Lambe Gajah
Lambe Gajah atau Bibir Gajah
merupakan dua tonjolan runcing, atas bawah, pada bagian Gandhik, dekat dengan
ujung Kembang Kacang. Walaupun kebanyakan Lambe Gajah ini rangkap dua, namun
ada pula keris yang hanya memiliki satu Lambe Gajah.
Kembang Kacang
Kembang Kacang atau Tlale Gajah atau
Belalai Gajah, bentuknya memang mirip dengan namanya. Bentuk Kembang Kacang ada
beberapa macam yaitu : Gula Milir, Bungkem, Nguku Bima dan Pogok.
Jenggot
Jenggot atau Janggut merupakan
beberapa tonjolan tajam di bagian dahi Kembang Kacang. Jumlah tonjolan ini
umumnya 3 buah.
Tikel Alis
Sebuah alur melengkung seperti Alis,
mulai dari atas Gandhik ke atas, dengan panjang sekitar 3,5 cm. Alur Tikel Alis
ini tidak sedalam alur Sogokan.
Jalen
Jalen merupakan tonjolan tajam,
hanya sebuah, persis di ketiak Kembang Kacang. Ada sebagian yang berpendapat,
yang disebut Jalen merupakan Jalu Memet, begitu juga sebaliknya. Memang dalam
buku-buku kuno terdapat perbedaan pendapat, tidak ada alasan yang kuat untuk
membenarkan salah satu pendapat atau menyalakan pendapat lainnya.
26 November 2017, JMK Pande Made Suteja Neka
menjelaskan bahwa Keris Ki Taman Mayura dan Ki Taman Ujung, seperti keris
kembar yang dibuat oleh Mpu Keris Pande Rudaya. Nama keris itu juga diambil
dari nama taman yang dimiliki Kerajaan Karangasem. “Saat itu kekuasaan Kerajaan
Karangasem sampai pulau Lombok, salah satu peninggalannya adalah Taman Mayura,”
jelasnya.
Suteja Neka mengungkapkan, kedua keris itu
memiliki banyak kesamaan. Keduanya berpamor beras wutah. Begitu juga dengan
teknik penempaanya. Bahkan, kedua keris itu panjangnya sama. “Bahan yang
digunakan juga sama. Begitu juga dengan tatahan emasnya,” jelasnya.
Selain memiliki persamaan, kedua
keris itu juga memiliki perbedaan. Perbedaannya ada pada Dhapurnya. Ki Taman
Mayura dhapur Surapati, sedangkan Ki Taman Ujung dhapur Sinom. Selain itu, juga
ada perbedaan pada sorsorannya. “Kembang kacangnya juga ada perbedaan. Ki Taman
Mayura kembang kancangnya pogok, sedangkan Ki Taman Ujung kembang kacangnya
seperti Keris Bali pada umumnya,” paparnya.
Mendak atau Cincin Keris - Mendak atau Mendhak adalah perlengkapan dari ukiran yang
berada di bagian bawah hulu, berfungsi sebagai hiasan dan sekaligus sebagai
penguat tancapan pesi pada ukiran. Mendak terbuat dari logam emas, perak,
kuningan atau campuran keduanya. Mendak biasa dihias batu mulia mulai dari
intan, berlian sampai manik-manik berwarna-warni merah dan hijau. Mendak
demikian disebut Mendak Kendit, sedangkan Mendak yang tidak dihiasi dinamakan
Mendak Lugas.
Mendak
terdiri dari beberapa bagian yang saling berhubungan, bagian paling tengah
berupa bentukan seperti kerucut terpancung yang dinamakan Srumbung.
Bagian-bagian mendak dari atas ke bawah adalah sebagai berikut :
- Meniran yaitu deretan butir-butir kecil berjumlah 30 s.d 31.
- Bingkai halus dimana meniran itu melakat
- Ungkat-ungkatan, berjumlah 8/9 - 16, tempat bergantung bola-bola kecil terletak di bagian atas.
- Untu Walang (gigi belalang) yaitu lempeng-lempeng tajam kecil.
- Widheng ialah tempat bertenggernya bola-bola batu mulia, terletak pada setiap untu walang dan setiap ujung ungkat-ungkatan. Pada Mendak Lugas, widheng ini polos. Bola-bola batu mulia ini melekat pada dasar cincin, disebut dhamping (penyokong, penahan).
- Ri Pandhan (duri pandan) ialah segitiga-segitiga kecil yang melekat pada cincin yang langsung berhubungan dengan bola-bola batu mulia, Ri Pandan ini berada pada sebuah cincin, disebut tumpang sari (tiga balok yang disusun seperti tangga pada atap bangunan pendapa).
- Sor-soran (bagian paling bawah) yaitu deretan butir-butir kecil yang terletak paling bawah, Meniran Klawang adalah meniran bagian atas sebagai kebalikan Meniran Sor-soran. Semua bagian tersebut melakat dalam sebuat tabung yang disebut srumbung.
Selut
Guna mempercantik keris,
seringkali di atas mendak masih dilengkapi dengan Selut, yaitu cincin logam
emas, perak atau logam lain di sekitar bungkul ukiran. Terdapat beberapa jenis
Selut yaitu :
Selut Trap-Trapan ialah selut yang
dibuat dari beberapa bagian yang lepas.
Selut Tatahan ialah bilamana selut
itu terbuat dari logam yang ditatah.
Pada Selut Trap-Trapan, motif
hiasannya bisa berupa :
- Kembang Unthuk-Unthuk (Unthuk Busa).
- Kembang Anggur.
Sedangkan Selut Tatahan, Motif
hiasannya bisa berupa tatahan motif batik, seperti
- Semen Jlengut
- Wilaya
- Kuma Iraawan
- Lung Gadhung
- Saton (bentuk adonan roti yang siap untuk di bakar/panggang)
- Tlacapan (tumpal, tumpang, sarah, seret/cerat panjang), Selut biasanya dipasang berlekatan dengan mendak