Dulu, saya pikir, orang yang tingkat spiritualnya sudah tinggi hanya lah orang yang sudah tua. Dulu, saya kira, orang yang sudah terbebas dari ikatan duniawi tidak akan pernah lagi tergoda imannya, sudah suci, hanya berfikir tentang agama, dan bersiap menuju moksa. Dulu, saya bayangkan, orang yang ngiring, Pinandita, Ratu Peranda, Shri Empu, hanya gunakan pakaian serba putih polos, rambut panjang tergelung tinggi dengan wajah serius, tanpa pernah bercanda, tidak boleh diganggu dengan diajak guyon, harus selalu penuh tata krama, etika, dll, dll....
Dulu, saya pikir pula, hidup dan meninggalnya beliau beliau ini, hanya demi agama, bergerak dari satu sloka ke sloka lain, dengan rangkaian upacara dan upakara yang sangat ribet, standar baku, harga mati.
Dulu, saya bayangkan, agama dan spiritual adalah bahasan orang-orang waskita dengan topik bahasan religius atau mengenai spiritual tingkat tinggi.
Namun, perjalanan hidup menghantarkan pada pemahaman yang bervariasi, menghasilkan cakrawala bianglala kehidupan yang beraneka corak dan warna...
Aplikasi dalam berbagai bentuk, pada berjenis ruang dan rangkaian waktu, memberikan cakrawala informasi dinamis pula. Betapa kagumnya pada penampilan chic Ibu Made Mangku, betapa mempesonanya tutur kata dan juga perilaku Ibu Desak Wati, betapa cantiknya dan besar taksu pada Ibu Tatiek Hartanadi, betapa teguh dan dalamnya tatapan seorang Mangku Gede, betapa polos dan rendah dirinya seorang guru Ida Bagus Aji, betapa sederhana seorang Putu namun bisa jadi tempat konfirmasi banyak hal, betapa saktinya kemampuan Nyoman yang sekarang sedang mesineb, betapa logic pemikiran Wayan yang termehek pada spiritual dan jatuh bangun dalam mengejarNya.
Beliau beliau ini, tidak luput pula dari segala salah dan amarah. Hal ini yang buka wawasan pengalaman, bahwa menjadi seorang penekun spiritual dan hamba Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa, tidak selalu terbebas dari dosa dan kesalahan. Bahwa utusan Tuhan, damuh Ide, mereka yang menjadi orang pilihan dan diminta ngiring juga berhak atas pilihan mereka, menjaga penampilan, nyetir mobil mahal, pakaian dari butik ternama, termasuk ngecat rambut dengan berbagai warna.
Seringkali, pesona terhadap Tuhan dan "satria nusantara", sebutanku bagi orang orang pilihan Tuhan dalam menegakkan ajaran Beliau dan menjalankan perintahNya, mengingatkan orang lainnya pula, pesona ini muncul begitu besar, dan membuatku terpukau. Hingga bahkan tak mampu melahirkan ungkapan apa pun, baik dalam perkataan, maupun tulisan...... Bahkan, berjam jam setelah tiba dari Pura Catur Kandapat Sari Pengideran Nawa Sanga, Jum'at, 9 Oktober 2009, rasa itu masih bertahan.
Pura ini menghadirkan secara lengkap Dewata Nawa Sanga, atau sembilan utusan Sang Hyang Perama Kawi, Tuhan Yang Maha Kuasa, yang menguasai ke sembilan penjuru mata angin dalam konsep Agama Hindu, Yaitu Siwa, Wisnu, Sambu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, dan Sangkara.
Namun, hadirnya Beliau, dari berbagai penjuru Bali, berkali kali, dalam berbagai perwujudan, dalam bentuk tutur kata Jero Tapakan dan Jero Utusan saat itu, termasuk berkenan me solah bersama "asisten Beliau" menurut istilahku, atau "Para Hulubalang" meminjam istilah Kelian Babad Bali, Pak Donny Harimurti, di hadapan umat, jelas menggambarkan jalinan hubungan mendalam Beliau dengan umat manusia, pertanda Bahwa Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa tidak pernah meninggalkan umat manusia, bahwa para leluhur dan Bethare selalu mendampingi dan hadir di sisi kita, di tengah berbagai cobaan dan tantangan, penderitaan dan kebahagiaan yang diterima manusia. Entah berupa pewisik, pertanda dan penanda, rasa, via mimpi, melalui astral, berbagai upacara dan upakara, bahkan hadir langsung dengan berbagai penampakan.
Sungguh, suatu fenomena yang begitu indah, takkan sanggup dicerna logika mentah begitu saja, entah dengan mencoba meng gathuk kan, mencari alasan dari cetek nya pemahaman diriku terhadap gejala ini, lalu, kuputuskan, menikmati satu lagi berkah Tuhan, mendapatkan tambahan pengalaman spiritual sejati, bagai ekstasi, termehek mehek pada Hyang Widhi, mencapai orgasme, menyatu dengan Beliau.... Begitu sederhana dan polos, tanpa perlu ribet mencari alasan apa pun.
Wisnu. Dewa Wisnu merupakan penguasa arah utara (Uttara), bersenjata Chakra Sudarshana, wahananya (kendaraan) Garuda, warnanya hitam, bhutanya taruna, shaktinya Dewi Sri, aksara sucinya "A", di Bali beliau dipuja di Pura Batur.
Sambhu. Dewa Sambhu merupakan penguasa arah timur laut (Ersanya), bersenjata Trisula, wahananya (kendaraan) Wilmana, warnanya abu-abu, bhutanya pelung, shaktinya Dewi Mahadewi, aksara sucinya "Wa", di Bali beliau dipuja di Pura Besakih.
Iswara. Dewa Iswara merupakan penguasa arah timur (Purwa), bersenjata Bajra, wahananya (kendaraan) gajah, warnanya putih, bhutanya jangkitan, shaktinya Dewi Uma, aksara sucinya "Sa", di Bali beliau dipuja di Pura Lempuyang.
Maheswara. Dewa Maheswara merupakan penguasa arah tenggara (Gneyan), bersenjata Dupa, wahananya (kendaraan) macan, warnanya dadu, bhutanya dadu, shaktinya Dewi Lakshmi, aksara sucinya "Na", di Bali beliau dipuja di Pura Goa Lawah.
Brahma. Dewa Brahma merupakan penguasa arah selatan (Daksina), bersenjata Gada, wahananya (kendaraan) angsa, warnanya merah, bhutanya langkir, shaktinya Dewi Saraswati, aksara sucinya "Ba", di Bali beliau dipuja di Pura Andakasa.
Rudra. Dewa Rudra merupakan penguasa arah barat daya (Nairiti), bersenjata Moksala, wahananya (kendaraan) kerbau, warnanya jingga, bhutanya jingga, shaktinya Dewi Samodhi/Santani, aksara sucinya "Ma", di Bali beliau dipuja di Pura Uluwatu.
Mahadewa. Dewa Mahadewa merupakan penguasa arah barat (Pascima), bersenjata Nagapasa, wahananya (kendaraan) Naga, warnanya kuning, bhutanya lembu kanya, shaktinya Dewi Sanci, aksara sucinya "Ta", di Bali beliau dipuja di Pura Batukaru.
Sangkara. Dewa Sangkara merupakan penguasa arah barat laut (Wayabhya), bersenjata Angkus/Duaja, wahananya (kendaraan) singa, warnanya hijau, bhutanya gadang, shaktinya Dewi Rodri, aksara sucinya "Si", di Bali beliau dipuja di Pura Puncak Mangu.
Siwa. Dewa Siwa merupakan penguasa arah tengah (Madhya), bersenjata Padma, wahananya (kendaraan) Lembu Nandini, warnanya panca warna, bhutanya tiga sakti, shaktinya Dewi Durga (Parwati), aksara sucinya "I" dan "Ya", di Bali beliau dipuja di Pura Besakih.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar