Kamis, 28 September 2017. Sekolah
Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali masih terlibat dalam penanganan kegiatan
terkait Status Awas Gunung Agung. Kali ini ada Pak Anak Agung Ketut Putra Dalem
yang mengkoordinir mahasiswa yang diperbantukan pada Dapur Umum di Posko
Pengungsi GOR Swecapura, Klungkung. Juga ada ibu Ayu Aryasih, bersama 10
mahasiswa Program Studi Manajemen Konvensi dan Perhelatan, mulai mendata
situasi dan kondisi terkini di lokasi pengungsian Desa Ulakan, Kecamatan
Manggis, Kabupaten Karangasem. Aku bergabung bersama mereka, juga pak Yani,
supir kami, pukul 9 pagi. Kami bergerak dari kampus, Sekolah Tinggi Pariwisata
Nusa Dua Bali, menuju Karangasem.
Dengan berbekal barang sumbangan yang
kami kumpulkan bersama, tiga krat telur ayam, mie instan, air minum mineral,
permen, berbagai roti, kami berangkat menuju Desa Ulakan. Tiba pukul 12.00
siang, kami temui bapak Wayan Dipta, perbekel desa Ulakan. Beliau menjelaskan
bahwa desa Ulakan memiliki jumlah pengungsi 3000 orang, di antaranya terdapat
bayi dan balita, anak-anak usia sekolah, mulai dari SD, SMP hingga SMA.
Tidak banyak kaum pria dewasa yang
terlihat di posko pengungsi Desa Ulakan ini. Bapak Wayan Dipta menjelaskan
bahwa berdasar data yang ada, para pengungsi berangkat pagi hari, kembali ke
kampong halaman masing-masing untuk merawat ternaknya, ribuan sapi, babi,
kambing, yang terletak di tegalan, lereng-lereng gunung, kemudian sore hari
kembali ke lokasi pengungsian. Hal ini membuat aparat desa melakukan pendataan
berulang, agar diperoleh jumlah perkiraan pengungsi yang mendekati pasti,
terkait pembuatan komsumsi, agar tidak sia-sia atau mubazir jadinya. Seperti
kemarin, dimana hampir 200 nasi bungkus terbuang karena jumlah pengungsi menyusut
di saat siang hari.
Perlahan aku berjalan menyusuri
tenda para pengungsi, melihat kaum perempuan dan anak-anak yang duduk di
dalamnya, menyapa mereka, berbincang bersama. Ada yang sedang menjemur pakaian
di tali jemuran yang terbentang. Pada salah satu tenda, aku menyapa seorang
anak lelaki, Namanya Komang Budiarta. Disampingnya duduk seorang ibu. Namanya
ibu Sukarti. Aku bersama ibu Ayu Aryasih ikut duduk lesehan di tenda tersebut.
Perlahan, lirih, sang ibu berbisik “Cening, bicara saja pada para ibu ini.
Banyak bantuan bagi para pengungsi, dari presiden, untuk bayi, untuk anak-anak
SD. Bagaimana dengan yang SMA ?”……
Komang Budiarta terdiam termangu.
Kutanya, ada apa? Dia terdiam, lalu berbicara, bahwa mereka tinggal di kebun
timun yang dimiliki ibu nya, dan saat mulai terjadi gempa, mereka segera kabur
bersamaan dengan penduduk desa lain, tanpa sempat membawa baju seragam SMA,
bahkan buku-buku sekolahnya. Dia mencemaskan ujian kompetensi computer yang
harusnya segera dia ikuti, ujian nasional awal tahun depan yang akan dia ikuti.
Komang Budiarta kelas 3 SMAN 1 Bebandem, dia baru hari ini ikut bergabung
bersekolah di SMA negeri Ulakan. Perlahan ibunya meneteskan air mata. Kulihat,
ibu Ayu Aryasih juga menangis……
Mereka berasal dari Banjar Tihingan,
Desa Bebandem, Kecamatan, Kabupaten Karangasem. Termasuk daerah dengan radius 9
km dari pusat gempa Gunung Agung. Ibu Sukarti memiliki dua putra. Putra
pertamanya sedang kuliah di bangku terakhir Fakultas MIPA, jurusan Fisika, di
Universitas Udayana. Sambil kuliah, dia bekerja part time malam hari di salah
satu villa di Kuta. Sekarang dia ikut menginap di tenda di lokasi pengungsian,
menemani adiknya, Komang Budiarta, ibunya, dan bibinya. Kini timun yang ada di
kebun mereka tertutupi abu, terancam gagal panen. Komang mencemaskan bila harus
membayar SPP di sekolah sementara nya kini. Tidak memiliki buku tulis, bahkan
seragam sekolah.
Ah, aku memikirkan kedua anakku.
Semoga tidak alami nasib seperti para pengungsi ini, harus meninggalkan rumah
mereka, tinggal di tenda pengungsian, meninggalkan sekolah, terpisah dengan
sanak keluarga, dan para sahabat yang dahulu senantiasa berkumpul dan bermain
bersama…. Terdapat ribuan pengungsi, ribuan anak usia sekolah. Entah bagaimana
kelanjutan pendidikan mereka. Ini rentan terhadap gangguan program pendidikan
yang dicanangkan pemerintah. Perlu penanganan gabungan dari berbagai pihak,
baik Dinas Pendidikan Provinsi Bali, Pemerintah Desa yang ada lokasi pengungsi
untuk mendata anak-anak usia sekolah ini, kemudian menempatkan mereka pada
berbagai sekolah terdekat.
Dan,
di Posko pengungsi Gunung Agung di Desa Ulakan, Kecamatan Manggis, Kabupaten
Karangasem, kami juga ber jumpa IOM di sini.. Ada pak Nyoman Mahardika, ada Pak
Ngurah Ambara, juga ada beberapa pengurus lainnya. Bahkan, kami jumpai alumni
Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali. Kami ber jumpa pak Wayan Ngidep, Exc.
Housekeeper Alila Manggis, alumni STP Nusa Dua Bali. Sehabis mengunjungi lokasi
pengungsi di Tanah Ampo, Manggis... Kami bahkan berjumpa Indra Lesmana,
penyanyi jazz ternama, yang juga baru mengunjungi Tanah Ampo, salah satu lokasi
pengungsian….
Sepulang mengunjungi Tanah Ampo siang hari ini, rombongan kami kembali ke kampus tercinta, Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali, kami kembali melaksanakan tugas. Aku punya dua kelas di sore hari ini. dan, pukul delapan malam, aku masih sempat mampir di jalan Imam Bonjol, ke salah satu cabang Bank ternama ini, menyapa beberapa ekor anjing yang sering berkeliaran disini. Bukankah, mereka juga adalah mahluk ciptaan Tuhan ? ...... Peduli pada semua mahluk ciptaan Beliau.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar