Tat viddhi pranipatena
pariprasnena sevaya.
Upadeksyanti te jnanam jnaninas tatvadarsinah
(BG IV. 34)
Belajar
senantiasa dengan tekun, penuh syukur dan sikap disiplin, bekerja keras dan
berbhakti. Guru yang bijak dan sempurna akan mengajarkan kepadamu
kebijaksanaan, ilmu pengetahuan dan budi pekerti nan luhur.
Sifat
egois terkadang membuat kita lupa untuk merendah, tidak menghargai orang lain,
merasa diri sempurna dan enggan belajar membumi. Namun hari ini kami belajar
kembali, dari lingkungan, dari orang lain, dari diri sendiri.
Redite
Pon Wuku Sinta, Purnama Sasih Kasa, Banyu Pinaruh, Piodalan di Griya Kertha
Dharma, Bubunan Singaraja.
Setelah
menempuh perjalanan 1,5 jam dari Tabanan kota, jalur Penebel, kami tiba di
Seririt Singaraja. Hari ini pujawali, puncak upacara piodalan. Sekaligus
merupakan upacara pawintenan Jro Mangku Sukono Wardimin beserta istri. Bukan
suatu kebetulan semata, bila hari ini bertepatan pula dengan Purnama, hari
dimana bulan dalam situasi bulat penuh sempurna. Setelah kemarin umat Hindu
Nusantara merayakan Hari Saraswati, hari ini merupakan Hari Banyu Pinaruh,
melukat, pembersihan diri, sebagai simbol kebajikan dan kebijakan mengawali
jejak hari berikutnya.
Berbagai
simbol aktivitas dan benda yang dimiliki, sudah tentu memiliki makna dalam
kehidupan kita. Sebagai pedoman, acuan, agar kita semakin mendekatkan diri
dengan Tuhan. Bisa saja seseorang melakukan rangkaian upacara dan upakara
pawintenan, tergantung dari peruntukan. Lagipula, dimana bumi dipijak, disana
langit dijunjung. Budaya akan senantiasa ada bila kita sepakati bersama
berbagai perkembangan, perubahan, demi kebaikan dan kebersamaan kita dalam
bekerja sama.
Aku
berangkat bersama dengan Bunda Ratu, nama keren dan beken bagi Desak Sri Rejeki.
Kami naik motor dari Tabanan. Bisa saja kami naik mobil bersama, namun demi
praktisnya, kami berangkat bersama. Menempuh rute yang belum pernah kami lalui,
melewati desa Penebel, menuju daerah Bedugul, melewati Blooms Garden, tembus di
Tugu Jagung Bedugul. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Singaraja.
Tiba
di Griya Kertha Dharma, Bubunan, Seririt, Singaraja, pukul 13.00. kami segera
bergabung bersama Pak Made Sutama sekeluarga, Pak Nyoman Matra sekeluarga, berbaur
bersama warga dan masyarakat lain.
Rangkaian
upacara dimulai pukul 15.00. Beriringan menuju Beji, mecaru, melukat,
membersihkan diri, sebelum bersembahyang di Merajan. Setelah rangkaian upacara
selesai dan berjalan dengan lancar, pukul tujuh malam, kami berpamitan undur
diri.
Bila
melanjutkan perjalanan melalui Banjar, lewat rute Sidatapa, Pedawa, Tigawasa,
dengan rute terjal berliku daerah pegunungan, tanpa penerangan memadai
sepanjang perjalanan, sungguh riskan. Bila melalui bedugul, memakan waktu
berkelok pula, dengan lampu kurang memadai. Maka kami pilih jalan yang lebih landai,
melalui daerah Pupuan. Begitu memulai perjalanan panjang untuk pulang, hujan
gerimis menemani. Semakin lama kian deras, ditambah dengan sayong, kabut yang
turun perlahan. Ah, perih menerpa wajah. Tingkat kewaspadaan harus ditambah,
kami tak hendak galau ini menambah parah keadaan. Sepanjang perjalanan,
terkadang berkilometer tanpa penerangan jalan memadai. Sungguh, suatu tantangan
dan cobaan bagi para pengendara malam, terutama emak-emak seperti kami ini, di
atas usia 50 tahun an.
Dua
jam kemudian, tiba di jalan raya utama, jalur Gilimanuk – Denpasar, aku bisa
bernafas lega. Bahkan, tiada bekas sehabis hujan di sepanjang perjalanan kami
berikutnya. Kuhantar Bunda Ratu ke rumah beliau, di perumahan Giri Persada. Sebelum
kembali melanjutkan perjalanan menuju Denpasar Barat, pulang ke rumah, bersatu
bersama anak-anak dan suami tercinta.
Malam,
kian larut. Namun tak hendak ku luput, dari segala syukur dan puja bagi
kebesaran Tuhan. Perjalanan ini, sungguh menyenangkan, dengan anugrah yang
sempurna, tiada akhir dan berujung….. Purnama Sasih Kasa, Redite Pon Wuku
Sinta, Piodalan Ring Griya, Kertha Dharma, Seririt Singaraja. Minggu, 5 Juli
2020.
Eda ngaden awak bisa
Depang anake ngadanin,
Gaginane buka nyampat,
Anak sai tumbuh lu’u
Ilang lu’u, ebuk e katah,
Yadin ririh, liu enu, ne peplajahin
Terkadang,
kita merasa diri serba sakti, serba hebat dan kuat. Lupa rendah hati, lupa
membumi. Namun hari ini, kembali aku belajar, bahwa kita hanyalah manusia
biasa. Tidak boleh sombong, tetap bisa terluka dan sakit hati, bisa jatuh
sakit. Rasa ini, akan senantiasa hadir, menguji kesadaran kita, menguji
kesabaran kita semua…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar