Pendahuluan
Jacques Delors dalam
Irfa Ronaboyd (2011) menyatakan bahwa konflik-konflik di masa yang akan datang
cenderung terjadi disebabkan oleh faktor-faktor budaya daripada ekonomi atau
pun ideologi. Pernyataan ini ada benarnya mengingat situasi pandemi Covid-19
memaksa masyarakat hidup dalam suatu tatanan kebiasaan baru (New Normal Era). Gagap
budaya yang dihadapi ketika pola kehidupan berubah drastis, membuat orang-orang
memerlukan waktu dalam memahami dan menerapkan pola tersebut pada dirinya
sendiri dan lingkungan dimana dia berada.
Tatanan Kebiasaan Baru (New
Normal Era) bukan merupakan suatu istilah baru. Hal ini sudah beberapa kali
terjadi dalam sejarah kehidupan manusia, termasuk dengan berbagai konflik yang
ditimbulkan, baik konflik internal dan eksternal, konflik batin, maupun
pergesekan dan perpecahan di tengah masyarakat. Emile Durkheim (1893)
menjelaskan tentang terjadinya anomi
(kegalauan dan kekacauan) di tengah masyarakat Eropa era industrialisasi abad
ke 19. Dampaknya, muncul depresi di tengah masyarakat, menyurutnya regulasi
ekonomi, merosotnya norma social, bahkan bunuh diri. Studi kasus yang dilakukan
oleh Irfa Ronaboyd pada tahun 2011 memperlihatkan bahwa klaim yang dilakukan
Malaysia terhadap beragam seni budaya Indonesia menjadi pemicu konflik di
antara masyarakat Indonesia – Malaysia. Saling hujat dan saling serang di media
sosial untuk memperlihatkan sesuatu yang dianggap sebagai bukti negaranya lebih
unggul.
Ini menjelaskan bahwa
konflik bisa terjadi sewaktu-waktu dalam kehidupan manusia, baik terkait bidang
budaya, perekonomian, lingkungan sosial, dan lain sebagainya. Dan dengan
memahami latar belakang pemicu konflik, upaya antisipasi dapat dilakukan semenjak dini, penanganan
tepat terhadap konflik juga dapat dilaksanakan secara bersama.
Konflik bisa terjadi
karena karakter seseorang yang cenderung emosian, gampang terpengaruh perasaan,
terpicu gangguan orang lain, ketidak sesuaian dengan lingkungan sekitar, atau
karena ketidakmampuan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Contohnya jenuh
terhadap suasana kerja rutin, menurunnya semangat kerja karena situasi pandemik,
berkurangnya jalinan kerjasama karena berkurangnya intensitas bersama. Hal ini
mendorong manajemen Politeknik Pariwisata Bali mengadakan kegiatan Outbond sebagai suatu bentuk menggalang
dan meningkatkan kebersamaan di kalangan pegawainya, yang dirangkai dengan
kegiatan terkait pengenalan budaya yang kurang dikenal luas sebelumnya.
Tidak hanya sekedar
menyusun rencana aktivitas Pembinaan Jiwa Korsa bagi para pegawai, manajemen
Politeknik Pariwisata Bali juga merangkai kegiatan dengan menjalin aktivitas
bersama para petani di lokasi dimana aktivitas outbound berlangsung, kegiatan yoga bersama, mengunjungi situs
cagar budaya berupa sarkofagus, dan berbagai aktivitas lain.
Kajian Pustaka
Ernest Renan
menjelaskan bahwa bangsa adalah satu jiwa. Terbukti dengan disaat adanya klaim
bahwa wayang kulit adalah milik Malaysia, Tari Pendet dikomersialkan Malaysia,
sebagian besar rakyat Indonesia menyampaikan rasa tidak terima. Rasa saling
“memiliki” budaya di tiap-tiap daerah telah membuat alam sadar bergejolak dan
mempengaruhi jiwa untuk bergerak muncul dalam bentuk ucapan dan perilaku. Rasa
saling memiliki karena adanya ikatan batin yang menyatukan, kesamaan sejarah
dan cita-cita, walaupun di tengah masyarakat tersebut terdapat berbagai macam
latar belakang perbedaan suku, usia, jenis kelamin, pendidikan dan pengalaman,
bahasa, karakter dan kemampuan, akan membuat mereka bersatu. Hal ini
menjelaskan bahwa budaya mempengaruhi cipta, rasa dan karsa masyarakat yang
mendukung budaya tersebut. Dan aktivitas yang terbentuk dengan sepenuh semangat
tidak bisa terjadi begitu saja. Harus ada upaya pengenalan secara bertahap dan
mendalam semenjak dini.
Konflik yang sudah
terjadi mungkin tidak bisa ditarik kembali dan dilupakan begitu saja dengan
mudahnya. Namun dengan kemauan, kerja sama berbagai pihak, kerja keras serta
usaha mengendalikan diri, hal ini bisa terwujud. Salah satunya, dengan
mengenali latar belakang budaya yang berkembang di tengah masyarakat, sejarah
dan dinamika yang terjadi selama ini, serta niat baik mengaplikasikan demi
kebaikan bersama.
Clifford Geertz
menjelaskan bahwa kebudayaan adalah jati diri dan berkaitan dengan logika atau
nalar, serta budi atau etika seseorang. Kebudayaan merupakan pola makna atau
ide yang termuat dalam berbagai symbol terkait pengetahuan masyarakat.
Kebudayaan juga merupakan sarana yang berfungsi menetapkan identitas
masyarakat.
Kuntowijoyo menjelaskan
bahwa paralelisme transformasi sosial memperlihatkan perubahan positif yang
terjadi dalam skala dan kecepatan tertentu. Namun bila terjadi
ketidakseimbangan di antara perubahan struktural dan kultural, ini akan
menyebabkan terjadinya anomy atau anomie . Dalam bahasa latin, anomia
identik dengan lawless alias nirhukum atau bertentangan dengan hokum. Dalam
bahasa Inggris, anomy atau anomie, menurut Concise Oxford Dictionary (1987)
berarti “lack of the usual social standards in group or person. Kamus Besar
Bahasa Indonesia Pusat Bahasa menjelaskan anomi sebagai: (1) perilaku tanpa
arah dan apatis, (2) keadaan masyarakat yang sinis atau negatif terhadap sistem
norma, hilangnya kewibawaan hukum, dan disorganisasi hubungan antar manusia,
(3) gejala ketidakseimbangan psikologis yang dapat melahirkan perilaku menyimpang.
Anomi ini bisa diartikan suatu keadaan sistem sosial yang berkonotasi kacau dan
membingungkan.
Emile Durkheim (1987)
menjelaskan bahwa keadaan anomi ini menjelaskan permasalahan yang dihadapi
masyarakat Eropa di masa awal era industrialisasi abad ke 19, dimana terjadi
pertumbuhan industri secara pesat (1893), terjadi perubahan aturan sosial,
hilangnya norma social, perilaku individu yang tidak terkendali, sehingga
berdampak meningkatnya tindakan bunuh diri pada masyarakat pertanian (1897).
Marx menjelaskan bahwa
terjadinya konflik bisa ditinjau dari tiga isu utama, yakni berdasar teori
perjuangan kelas, teori materialism dialektika / sejarah perkembangan
terjadinya konflik, dan teori nilai lebih (Marx dalam Scott, 2012: 129)
Uraian di atas menjelaskan
bahwa perkembangan budaya yang dinamis akan senantiasa terjadi sepanjang
kehidupan manusia. Ini terjadi karena interaksi yang berlangsung di tengah
masyarakat, dialektika yang ada, wacana yang berkembang, pengaturan sosial yang
berlaku, terkait pula dengan aspek politis, ekonomi, sehingga konflik merupakan
sesuatu yang tidak terelakkan dapat terjadi.
Wirawan (2012: 69)
menjelaskan bahwa konflik bukan saja menyangkut hal-hal yang bersifat material,
namun juga menyangkut ide. Ide atau persepsi, pikiran, merupakan sesuatu yang
bersifat sentral di dalam diri manusia, yang mempengaruhi perkataan dan
perbuatan dalam mewujudkan niat dan mencapai tujuan. Untuk mewujudkan semua
perjuangan ini tidak bisa terlepas dari konflik.
Charles Tilly (1981:
46) menjelaskan bahwa antisipasi dan penanganan konflik dapat berupa
tindakan-tindakan yang bersifat bersama (collective action’s) mencakup tiga hal
fundamental, yakni kepentingan (interests), kapasitas (capacity), kesempatan
(opportunity). Menambahkan antisipasi ini bisa pula mencakup kekuatan (power),
threat (ancaman), dukungan (facility), baik dalam hal material maupun non material),
termasuk pula peranan aktor (agent) yang membentuk tindakan sosial.
Uraian ini menjelaskan
pendapat Charles Darwin yang menyampaikan bahwa setiap mahluk hidup berjuang
untuk memenuhi kebutuhan dan bertahan hidup. Juga menjelaskan pendapat Sigmund
Freud, bahwa psikodinamika atau dinamika kondisi psikologis ini membantu
seseorang mengontrol ego yang terjadi di dalam diri dalam upaya memperoleh
kebahagiaan. Hal ini pula yang berupaya diterapkan oleh manajemen Politeknik
Pariwisata Bali, psikodinamika lembaga beserta berbagai komponen yang ada di
dalamnya, dalam berbagai aspek lembaga.
Pembahasan
Politeknik Pariwisata
Bali, yang dahulu bernama Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali, melaksanakan
Pembinaan Jiwa Korsa, semangat kebersamaan di antara para pegawai dan juga
dosen, dengan mengadakan outbond,
pada bulan Agustus – September 2020. Pelaksanaan kegiatan, dengan tetap
menerapkan protokol kesehatan terkait Pandemi Covid-19. Masing-masing kelompok
kegiatan terbagi menjadi 30 orang, dilaksanakan selama dua hari, setiap
kelompok nya, dimulai semenjak hari Senin, 3 Agustus 2020. Hal ini sesuai
dengan semangat yang disampaikan oleh Presiden Jokowi, agar perekonomian
masyarakat tetap bergulir, dan tetap memperhatikan serta menerapkan peraturan
yang berlaku.
Tidak hanya sekedar
menyusun rencana aktivitas Pembinaan Jiwa Korsa bagi para pegawai, manajemen
Politeknik Pariwisata Bali juga merangkai kegiatan dengan menjalin aktivitas
bersama para petani di lokasi dimana aktivitas outbond berlangsung, kegiatan yoga bersama, mengunjungi situs cagar
budaya berupa sarkofagus, dan berbagai aktivitas lain.
Marx menjelaskan bahwa
terjadinya konflik bisa ditinjau dari tiga isu utama, yakni berdasar teori
perjuangan kelas, teori materialism dialektika / sejarah perkembangan
terjadinya konflik, dan teori nilai lebih. Pertama, teori perjuangan kelas.
Perubahan terjadi akibat kondisi masyarakat. Emansipasi hanya dapat dicapai
dengan perjuangan kelas, buruh atau masyarakat di level bawah berjuang
meningkatkan kelasnya. Kedua, teori materialism dialektika. Struktur masyarakat
dan sejarah perkembangan memperlihatkan akan selalu ada kelas-kelas sosial.
Bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan sosial, melainkan sebaliknya,
keadaan sosial yang menentukan kesadaran manusia. Ketiga, teori nilai dan nilai
lebih. Hal ini menjelaskan bahwa seseorang menghindari konflik, mendapat
kepuasan bila memperoleh upah, mendapatkan imbalan yang dianggap sesuai,
senilai, untuk memulihkan tenaga, dan pemenuhan kebutuhan keluarganya (Marx
dalam Scott, 2012: 129)
Pembinaan jiwa korsa
menjadi salah satu upaya menghindari timbulnya konflik di dalam lembaga.
Kebersamaan yang terjalin sebelum, selama dan sesudah kegiatan pembinaan jiwa
korsa ini diharapkan mampu memupuk semangat kerjasama interpersonal. Ini yang
dilakukan oleh lembaga Politeknik Pariwisata Bali.
“Saya berharap banyak,
bahwa pegawai dan dosen mampu menjalin kesadaran, kebersamaan, dan kerjasama
yang mungkin sempat turun selama ini”, ujar direktur Politeknik Pariwisata Bali
saat diminta pendapat terkait kegiatan Outbond.
Maka, sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan Charles Tilly (1981: 46), Outbond terlaksana sesuai dengan prosedur kesehatan yang berlaku,
pegawai bersama-sama pergi keluar, menemukan suasana berbeda, kebersamaan dan
diskusi, mampu membuat kita saling mengenali, menjalin kerjasama, mengurangi
konflik. Antisipasi dan penanganan konflik dapat berupa tindakan-tindakan yang
bersifat bersama (collective action’s) mencakup tiga hal fundamental, yakni
kepentingan (interests), kapasitas (capacity), kesempatan (opportunity). Dewa
Agung (2011: 167) menambahkan antisipasi ini bisa pula mencakup kekuatan
(power), ancaman (threat), dukungan (facility), baik dalam hal material maupun
non material), termasuk pula peranan aktor (agent) yang membentuk tindakan sosial.
Panitia membuat
sembilan kelompok yang masing-masing terdiri dari 30 orang, dengan
masing-masing lama kegiatan dua hari, gabungan dari dosen dan pegawai, honorer
dan ASN, semenjak 3 Agustus hingga 4 September 2020, dengan beragam kegiatan.
Total terdapat 292 orang pegawai dan dosen Politeknik Pariwisata Bali. Outbond sebagai bentuk pengejawantahan
Pembinaan Jiwa Korsa kali ini berlangsung di Bali, tepatnya di The Yogi’s
Garden, pada Desa Kerta, Banjar Marga, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar.
Salah satu kegiatan
adalah mengunjungi situs cagar budaya sarkofagus yang berasal dari jaman
megalitikum. Mungkin hanya berupa bentukan sarkofagus yang tidak lagi utuh.
Namun ini melambangkan suatu peradaban yang pernah hadir, budaya yang
berlangsung di tengah masyarakat, dengan berbagai aspek kehidupan, mencakup
aktivitas perekonomian, peta perpolitikan, kehidupan soiial masyarakat, ideologi
yang berkembang saat itu, konflik yang menimbulkan anomi dan juga anomaly di
tengah masyarakatnya.
Kesimpulan
Sepanjang kehidupan
dengan berbagai dinamika yang terjadi di sekeliling, konflik tidak dapat dihindari,
namun bisa diantisipasi dan ditangani bersama. Mau tidak mau, suka atau tidak,
manusia menjadi bagian dari peradaban yang berkembang secara dinamis, dengan
budayanya, kehidupan sosial, ekonomi, politik yang ada. Suka dan duka akan
senantiasa ada, berbagai perbedaan dan perubahan serta pertentangan mungkin
saja terjadi. Politeknik Pariwisata Bali beserta berbagai komponennya juga
tidak dapat terlepas dari adanya anomi
dan anomali yang berdampak hadirnya kegaduhan,
kegalauan, gangguan, konflik, pergeseran dan perubahan tatanan kebiasaan baru. Kita
semua diminta bijak dan dewasa menyikapi ini semua.
Kesimpulan
Referensi :
1.
Agung, Dewa Agung Gede. Pemahaman Awal
terhadap Anatomi Teori Sosial dalam Perspektif Struktural Fungsional dan
Struktural Konflik. Universitas Negeri Malang. Skripsi tidak diterbitkan.
2.
Delors, Jacques. Question Concerning European
Security.
3.
Durkheim, Emile. 1893. The Division of
Labour in Society.
4.
Durkheim, Emile. 1897. Suicide.
5.
Ronaboyd, Irfa. 2011. Hari Budaya
Nusantara sebagai Nation Building, Character Building, dan Inventarisasi
Budaya.
6.
Sastrodinomo, Kasijanto. 2013. Anomi dan
Anomali. Jakarta: Tempo.
7.
Suyana, I Wayan Erna. 2017. Potensi
Wisata Sejarah di Banjar Marga Tengah. Denpasar.
8.
The Concise Oxford Dictionary. 1987.
http://kerta.desa.id/2017/11/15/potensi-wisata-sejarah-di-banjar-margatengah/?unapproved=9&moderation-hash=44d0c426ad4a94899f5385ad5e4ceacf#comment-9
https://www.researchgate.net/publication/336459042_HARI_BUDAYA_NUSANTARA_SEBAGAI_NATION_BUILDING_CHARACTER_BUILDING_DAN_INVENTARISASI_BUDAYA