Pada saat kita mengharap keterlibatan berbagai pihak menjaga keutuhan dan kelanggengan umat serta pulau Bali, dari gencarnya berbagai godaan, gangguan yg hadir, ehm, mau tidak mau, kita harus siap terhadap berbagai kemungkinan. Entah itu dari pemerintah, yg kurang memperlihatkan komitmen positif dalam menyusun RTRW, menjalankan berbagai kebijakan pada berbagai sektor, keberpihakan lemah pada petani, nelayan, pegawai kecil, rakyat jelata. Entah itu dari pengusaha, yg berusaha memanfaatkan setiap celah dan peluang, menggapai profit setinggi tingginya, untuk bayar gaji para karyawan, dan berbagai pajak yg kian mencekik, mengabaikan dan meremehkan amdal, Tri Hita Karana, Desa Kala Patra. Entah itu dari masyarakat sendiri, meramu berbagai konflik tiada henti dan tak berujung, berasyik masyuk dengan berbagai impian lewat minuman oplosan, kemalasan, show off power, kelemahan MDP yg dianggap tidak bergigi dalam menerapkan berbagai peraturan dan sanksi. Jumlah
murid putus sekolah yg meningkat tiap tahunnya, walau katanya sekolah gratis, jumlah bunuh diri yg meningkat.
Apa yg telah kita lakukan, untuk mempersiapkan diri kita sendiri dan masyarakat kita dalam menghadapi berbagai gempuran ini?
Bahkan asosiasi terbesar di dunia yang mewadahi para pebisnis properti (International Real Estate Federation / FIABCI) tertarik menggelar berbagai aktivitas di Bali. Mereka hadir langsung dipimpin oleh World President FIABCI, Lisa Kurrass, Chairman FIABCI Asia Pacific Regional Secretariat, Dato Alan Tong, dan sejumlah anggota pengurus, mengagumi Bali, mengukur berbagai kesiapan sarana pendukung yang termasuk dalam kategori siap dalam menyelenggarakan event / kongres mereka berikutnya di Bali.
Bayangkan,
jumlah anggota FIABCI saat kini 3.500 orang, di Asia sendiri terdaftar lebih dari 1000 orang. Kongres FIABCI ke 62 tahun 2011 nanti rencananya juga mengharapkan kunjungan anggota FIABCI dan anggota keluarga mereka sendiri yang akan ikut berlibur di Bali.
Kelangsungan kongres ini juga diperjuangkan oleh DPP REI Indonesia dan DPP REI Bali.
Pada acara dinner di Restoran GWK, Ketua DPP REI Bali, Ir. AAM Sukadhana Wendha, yg diwakili Sekjennya, Drs. I Wayan Sunasdyana, menjelaskan tentang kesiapan dalam menjadi tuan rumah. Pemerintah dan masyarakat Bali diharapkan mendukung. Panitia pusat menginginkan Bali tetap aman, nyaman dan mampu mempertahankan kelestarian dan keindahan alam, sehingga tetap menjadi tujuan wisata dunia.(BaliPost, Jum'at Wage, 5 Juni 2009, hal. 19)
Ehm...
dampaknya? semakin banyak kunjungan ke Bali, semakin banyak pihak yg ingin terlibat dalam, menjadi bagian dari Bali, tinggal lama, dan memiliki properti di Bali, menggoda para pemilik lahan untuk menjual tanah, sawah, ladang, rumahnya, membeli villa, menganggap pantai milik pribadi.
Memang benar, Bali telah mengundang banyak pihak untuk datang menghampiri, memahami, keinginan untuk memiliki, mengais rejeki dan mendapatkan bagian dari kue pariwisata Bali.
Namun bukankah ini terjadi dimana mana? Di berbagai belahan dunia lain ?
Jika petani terjerang utang tengkulak, nelayan di Kedonganan berhari tidak bisa melaut karena solar dan minyak bersubsidi menghilang dengan berjuta alasan? Jangan salahkan pak tani menggadai lahan, menggadai kopi di pohon, rakyat menjual rumah, kriminalitas meningkat.
Ah.... bukankah...yang abadi ternyata adalah perubahan itu sendiri ?
Mau tidak mau.... kita harus siap hadapi perubahan ini .....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar