From Shrimad Bhagvad Gita
Chapter 5: Verses 8, 10, 12
Even though working for Me, with senses controlled,
Success will be yours; you’ll arrive at the goal.
As a lotus, though in water, never gets wet,
A detached soul walks freely through Maya’s false net.
Surrendering the fruits of his actions to Me,
He cannot be disturbed by reaction’s rough sea.
Unalloyed peace belongs to the devotee,
Who offers the results of all action to Me.
Saat resah gelisah, gundah gulana sekalipun...
Namun, jika seseorang bekerja atas nama Tuhan, demi Tuhan,
Ida Sang Hyang Widhi Wasa...
Bagai sebuah teratai yang tumbuh di atas kolam, tiada terbasahkan,
jiwa yang terbebaskan dari ikatan duniawi,
menghaturkan sembah sujud pada Beliau,
Maka dia tidak akan mudah terombang-ambingkan nafsu dunia,
egois, emosi, takut kehilangan, ketidakpercayaan, rapuh, pengecut...
akan meraih kedamaian dan ketentraman dalam hatinya,
dalam menghadapi berbagai godaan dan tantangan
menuju Tuhan, menghadap padaNya...
Rabu, 31 Maret 2010
Selasa, 30 Maret 2010
Paket Kejar C
Hujan mulai tumpah satu-satu, kian lama kian deras selimuti bumi dengan tangisnya. Langit gelap seolah enggan buka jalan bagi tiap orang yang sedang meretas dimalam hari. Kulirik jam di dinding, pukul 18.30. Ah, aku harus berangkat. Sudah tiga minggu tidak bertemu mereka. Bukan hanya sekedar idealisme yang membara di dada, atau honor yang tidak jelas tersedia atau tidak anggarannya, bukan sekedar dukungan bagi program pemerintah mencerdaskan anak bangsa....
Hmm, kubayangkan diriku sama tidak beruntung seperti mereka, nikmati pendidikan berkualitas di kelas internasional, hingga jenjang pendidikan tertinggi, dengan fasilitas antar jemput mobil dan supir pribadi, pintar sehingga bisa lompati beberapa kelas. Kubayangkan anak-anakku sama seperti mereka, harus menempuh pendidikan malam dalam Paket Kelompok Belajar pula, kelas yang sering dipandang sebelah mata dan dicap siswa rendahan...
Udara kian tidak bersahabat, angin bertiup kencang, hujan kian deras, air di halaman mulai naik. Kukenakan jas hujan, mendorong motor keluar halaman. Bersama Ayu, simbok yang juga masih cucu jauh suami, kami berboncengan menuju SD yang terletak di pinggir jalan Imam Bonjol ini. Banjir di beberapa ruas jalan, hujan yang menerobos nakal jas hujan yang kukenakan, dan cipratan air telah dengan suksesnya basahi celana panjang hitam yang kukenakan. Ah, Tuhan, terima kasih, untuk tiap situasi dan kondisi yang telah Engkau berikan padaku. Susah maupun senang, baik maupun buruk, berlebih atau kekurangan, semoga semakin membuatku makin bijak dan dewasa menyikapi ini semua. Tapi, jika masih egois dan emosian juga, itulah sisi manusiawi yang kumiliki. Khan saya bukan seorang dewi atau malaikat... Masih sering ijo jika liat duit, masih kesengsem jika liat Tom Cruise, Brad Pitt, Ariel Peterpan, hihihi...
Wayan Warta, Siti Hanifa, Agus, sebagian dari siswa yang terpaku diam di dalam kelas. Diwajah mereka terpampang kelelahan, karena pagi hingga siang hari masih harus berjualan nasi di terminal Ubung, menjadi penjaga toko baju, bahkan, menembus banjir dan hujan dari jalan Hayam Wuruk untuk tiba di kelas ini. Kusapa mereka, ada yang segera berlalu pindah bangku ke belakang. "Takut ditunjuk dan ditanya terus" demikian katanya. Segera kukeluarkan buku dan mulai bahas materi hari ini. Big Bang Theory & Steady State Theory kubahas dengan kedinginan karena celana basah kuyup namun semangat membara...
Ah, anak-anakku... mungkin emakmu terkadang egois, terlalu keras menekan kalian. Tapi, kuingin kalian menjadi bukan orang manja, kuingin kalian disiplin. Banyak orang diluar sana tidak seberuntung kalian. hidup smakin keras, dan hanya orang cerdik dan beruntung yang bisa bertahan. Tumbuhlah besar, tumbuhlah dewasa, tumbuhlah arif dan peduli pada sesama... Hidup bukan sekedar lewat, hidup bukan sekedar menyerah dan hura-hura, hidup tidak hanya materi dan emosi semata. Terlalu banyak komentar dan caci maki yang keluar tanpa solusi hanya membuat jiwa-jiwa terlahir resah. Mental yang lemah hanya membuat dunia semakin sesak dari nilai-nilai spiritual dan rohani yang seharusnya penuhi hati kita. So, mari kita mulai dari sisi kita sendiri, peduli pada diri sendiri dan sesama, sederhana dan dari hal-hal kecil dahulu lah...
Hmm, kubayangkan diriku sama tidak beruntung seperti mereka, nikmati pendidikan berkualitas di kelas internasional, hingga jenjang pendidikan tertinggi, dengan fasilitas antar jemput mobil dan supir pribadi, pintar sehingga bisa lompati beberapa kelas. Kubayangkan anak-anakku sama seperti mereka, harus menempuh pendidikan malam dalam Paket Kelompok Belajar pula, kelas yang sering dipandang sebelah mata dan dicap siswa rendahan...
Udara kian tidak bersahabat, angin bertiup kencang, hujan kian deras, air di halaman mulai naik. Kukenakan jas hujan, mendorong motor keluar halaman. Bersama Ayu, simbok yang juga masih cucu jauh suami, kami berboncengan menuju SD yang terletak di pinggir jalan Imam Bonjol ini. Banjir di beberapa ruas jalan, hujan yang menerobos nakal jas hujan yang kukenakan, dan cipratan air telah dengan suksesnya basahi celana panjang hitam yang kukenakan. Ah, Tuhan, terima kasih, untuk tiap situasi dan kondisi yang telah Engkau berikan padaku. Susah maupun senang, baik maupun buruk, berlebih atau kekurangan, semoga semakin membuatku makin bijak dan dewasa menyikapi ini semua. Tapi, jika masih egois dan emosian juga, itulah sisi manusiawi yang kumiliki. Khan saya bukan seorang dewi atau malaikat... Masih sering ijo jika liat duit, masih kesengsem jika liat Tom Cruise, Brad Pitt, Ariel Peterpan, hihihi...
Wayan Warta, Siti Hanifa, Agus, sebagian dari siswa yang terpaku diam di dalam kelas. Diwajah mereka terpampang kelelahan, karena pagi hingga siang hari masih harus berjualan nasi di terminal Ubung, menjadi penjaga toko baju, bahkan, menembus banjir dan hujan dari jalan Hayam Wuruk untuk tiba di kelas ini. Kusapa mereka, ada yang segera berlalu pindah bangku ke belakang. "Takut ditunjuk dan ditanya terus" demikian katanya. Segera kukeluarkan buku dan mulai bahas materi hari ini. Big Bang Theory & Steady State Theory kubahas dengan kedinginan karena celana basah kuyup namun semangat membara...
Ah, anak-anakku... mungkin emakmu terkadang egois, terlalu keras menekan kalian. Tapi, kuingin kalian menjadi bukan orang manja, kuingin kalian disiplin. Banyak orang diluar sana tidak seberuntung kalian. hidup smakin keras, dan hanya orang cerdik dan beruntung yang bisa bertahan. Tumbuhlah besar, tumbuhlah dewasa, tumbuhlah arif dan peduli pada sesama... Hidup bukan sekedar lewat, hidup bukan sekedar menyerah dan hura-hura, hidup tidak hanya materi dan emosi semata. Terlalu banyak komentar dan caci maki yang keluar tanpa solusi hanya membuat jiwa-jiwa terlahir resah. Mental yang lemah hanya membuat dunia semakin sesak dari nilai-nilai spiritual dan rohani yang seharusnya penuhi hati kita. So, mari kita mulai dari sisi kita sendiri, peduli pada diri sendiri dan sesama, sederhana dan dari hal-hal kecil dahulu lah...
Sabtu, 27 Maret 2010
Sumpahku...
Sumpah, Yudha...
Demi anak, mama rela "morning crazy"
dan ikut jalan santai dengan 500 an murid SD
Sumpah, Dian...
Alamat yg kau kasih sudah benar
Saya aja yg berbingung nyarinya...
Sumpah, Niet...
lukanya membiru dan masih sakit
tapi hati senang karna empat gelas minuman
di pesta mantenan
Sumpah, Yan...
kubereskan semua tugas rumahtangga,
bertetangga, bersaudara...
dan antar monitor ponakan malam ini
Sumpah, BuMangku & BuMir...
Tiada dendam di hatiku atas ini semua
Sumpah...
Besok kuikuti rally sepeda
dan selesaikan routenya bersama mereka
Demi anak, mama rela "morning crazy"
dan ikut jalan santai dengan 500 an murid SD
Sumpah, Dian...
Alamat yg kau kasih sudah benar
Saya aja yg berbingung nyarinya...
Sumpah, Niet...
lukanya membiru dan masih sakit
tapi hati senang karna empat gelas minuman
di pesta mantenan
Sumpah, Yan...
kubereskan semua tugas rumahtangga,
bertetangga, bersaudara...
dan antar monitor ponakan malam ini
Sumpah, BuMangku & BuMir...
Tiada dendam di hatiku atas ini semua
Sumpah...
Besok kuikuti rally sepeda
dan selesaikan routenya bersama mereka
Dunia adalah Panggung Sandiwara
Kasih...
Dunia ini adalah panggung sandiwara
Setiap dari kita bawa peranannya masing-masing
Lengkap dengan script, job description, job specification
dan layon masing-masing...
Sekarang...
Tergantung diri kita masing-masing
akankah lebur dengan tugas, hak dan tanggungjawab kita
bisakah menyatu dan tetap utuh dalam rangkai tiap peristiwa
atau, hanya jadi saksi bagi roman jaman
atau, jadi trendsetter dan pengambil kebijakan
bagai lentera jaman
atau, penghancur dari tradisi seni dan budaya
jadikan revolusi sebagai perubahan abadi
Dunia kita adalah panggung sandiwara, Kasih
Dunia kehidupan dengan beragam gaya dan nada tercipta,
dengan komposisi yang ciptakan ruang dan waktu bagi kita
Tak lekang dimakan jaman, tak layu diredam waktu,
Maka...
biar mengalir segala untai nada ini
indah dengan segala resahnya
bukan dengan sgala kepura-puraan
bukan dengan lena pada noda dan dosa
walau dalam jiwa kanak yang tercipta
Dunia kita adalah panggung sandiwara...
Dunia ini adalah panggung sandiwara
Setiap dari kita bawa peranannya masing-masing
Lengkap dengan script, job description, job specification
dan layon masing-masing...
Sekarang...
Tergantung diri kita masing-masing
akankah lebur dengan tugas, hak dan tanggungjawab kita
bisakah menyatu dan tetap utuh dalam rangkai tiap peristiwa
atau, hanya jadi saksi bagi roman jaman
atau, jadi trendsetter dan pengambil kebijakan
bagai lentera jaman
atau, penghancur dari tradisi seni dan budaya
jadikan revolusi sebagai perubahan abadi
Dunia kita adalah panggung sandiwara, Kasih
Dunia kehidupan dengan beragam gaya dan nada tercipta,
dengan komposisi yang ciptakan ruang dan waktu bagi kita
Tak lekang dimakan jaman, tak layu diredam waktu,
Maka...
biar mengalir segala untai nada ini
indah dengan segala resahnya
bukan dengan sgala kepura-puraan
bukan dengan lena pada noda dan dosa
walau dalam jiwa kanak yang tercipta
Dunia kita adalah panggung sandiwara...
Sabtu, 20 Maret 2010
Menuju Desa Ngis, Kec.Manggis, Kab. Kr.Asem, 20 Maret 2010
Setelah selesai melewati ujianku di Pasca Sarjana Kampus Kedokteran Unud dari pagi hingga siang, berkumpul bersama para kandidat doktor dan dokter, kepala berdenyut karena soal yang seabreg-abreg, huruf bacaan kecil-kecil, kacamata baca terlupakan, lelah, lapar. Melanjutkan dengan berkumpul bersama para sahabat lain dan makan siang bersama, akhirnya pukul dua siang tiba di rumah, dan bercengkerama bersama keluarga.
Selesai memastikan kondisi rumah berjalan lancar, meninggalkan suami dan putra sulung yang sedang search di Google untuk pertanian dan revolusi hijau demi proyek penelitian bersama mereka, aku bersiap beranjak menuju Karangasem kali ini. Karena sudah menunjukkan jelang pukul tiga, dan, simbok serta pangeran bungsuku ikut serta, tak mungkin kugunakan Astrea 800 yang tercinta, agar bisa tiba di rumah kembali sebelum malam tiba. Kukeluarkan pesawatku dari kandangnya, Yamaha MZ rem cakram. Maaf , Honda, sejenak kupalingkan cintaku pada Yamaha… Anakku duduk ditengah, dan, masing-masing kami, terbungkus jaket tebal, sarung tangan dan kaus kaki, kaca mata gelap, walau murahan.
Kami menyusuri jalan Teuku Umar, bergerak menuju Sanur, memasuki jalan By Pass Ngurah Rai, lalu berbelok ke arah jalan Prof. IB Mantra. Di beberapa ruas jalan yang sedang dalam proses pengerjaan, kami harus berkali menyeberang jalan. Jalanan berkerikil, debu beterbangan, asap knalpot dari berbagai jenis kendaraan menyeruak udara. Sungguh bukan udara yang baik demi kesehatan. Hmm, sungguh sebuah ujian berat bagi mereka yang harus lalui jalan ini tiap hari… bahkan, beberapa kali dalam sehari. Namun, jangan pernah ragukan kesungguhan sebuah niat dan keyakinan, karena hanya ini kunci jejak langkah tidak akan surut sebelum tujuan tercapai.
Kulihat arah jalan menuju Banjarangkan. Baru bulan lalu kami lewati, namun, kali ini, bukan itu tujuan kami. Kulihat pula jalan menuju desa Pikat, namun, kali ini, bukan pula ke Pura Luhur Andakasa yang menjadi tujuan kami. Kupapas jalan menuju Angantelu dan Padang Bay. Arah kami adalah Desa Manggis. Di pertigaan, motor berbelok ke kiri. Kutemui SDN 1 Manggis. Semakin yakin, inilah jalannya.
Ya. Pak Ketut Manik menikah. Dia memuat undangannya di milist, dia memuat pula di FB. Aku belum pernah berjumpa dengannya. Namun, jangan pernah remehkan sebuah keyakinan, dan… jika niat serta keyakinanku untuk hadiri dan penuhi undangannya, kucoba lakukan itu. Orang mungkin berpikir… aneh ibu ini. Ah, tidak juga lah. Berpikir simple dan logis. Ada undangan, walau tak kukenal dia, apa salahnya? Suamiku bukan tipe orang yang suka ber basa basi dan ikuti berbagai acara pertemuan atau jalan-jalan, tapi, kuminta ijinnya dan berpamitan. Aku juga bisa menikmati perjalanan bersama anak dan simbok mengenalkan pada mereka tentang banyak hal, sama seperti jika kami ke Tabanan, ke Uluwatu, ke Buleleng, ke Negara, ke Grokgak, ke Batukaru, ke Besakih, ke Padang Bay.
Tiba di dusun Apit Yeh, kami masih harus melanjutkan perjalanan menyusuri jalan beraspal menuju dusun Selumbung, sebelum akhirnya tiba di Desa Ngis. Setelah sempat bertanya pada sekelompok bapak yang sedang berkumpul di penataran Pura Puseh Desa Ngis, kami memastikan rumah Pak Ketut Manik, karena menurut info, ada tiga upacara pernikahan yang berlangsung di desa tersebut.
Kuberanikan diri mengendarai motor memasuki pekarangan rumah. Seorang pria tua menyapa kami, memperkenalkan diri sebagai orang tua dari Pak Ketut Manik. Lalu, berikutnya, seorang wanita tua lagi menyapa ramah, “Dimana ya, rasanya pernah ketemu” beliau berkata. Ah… percakapan lalu mengalir, bersama Pak Made Kresna, istrinya, lalu Pak Ketut Sarbini. “Jangan panggil Pak, karena saya lebih muda” komentar Pak Made. Hm.. bukankah, sebutan itu demi menghormati juga? Bli, Pak, Gus, mungkin Cuma istilah, tapi, ada baiknya digunakan untuk menunjukkan penghormatan pula, ya? Eh he he… Pak Nengah Smerti, termasuk aktif hadiri seminar yang diadakan KMHD UGM jamanku dahulu, Ibu Nengah Smerti masih ingat kunjungan ku ke rumah Beliau. Sudah hampir 20 tahun berlalu… Ya, ibu dan bapak, sayalah yang dahulu biasa naik sepeda keliling kampus, mengunjungi sahabat, kuliah, jalan-jalan, dengan rambut diekor kuda, atau dikepang. Parahnya, saya yang lupa. Sama seperti saat saya coba memastikan, sepertinya, pernah kenal akrab dengan beliau beliau ini, tapi…. dimana, ya. Baru ngeh, setelah dijelaskan bahwa mereka tinggal di Jogja, bukan di Bali, tepatnya, bukan di Ngis. Ehm, pikun. Mohon dimaafkan, deh… sama seperti, kutinggalkan kaos kaki anakku di teras rumah. Hihi…
Oke, Pak Ketut Manik. Selamat ya? Maafkan, simbok gak bawa apa-apa, gak bisa ngasih apa-apa. Tapi, doaku, restuku, rasa bersyukur, dan niat serta keyakinan menempuh jarak jauh untuk turut hadir mengucapkan selamat, mungkin bisa gambarkan ini semua. That’s what friends are for …. Memberikan dukungan dan memotivasi, bisa hadir dalam berbagai cara, bukan? (Cari pembenaran.com). Sama seperti waktu tiba di rumah IGEN tatkala pernikahannya berlangsung dengan wajah lecek, abis tiba dari Kerambitan. Eh hehehe….
Selesai memastikan kondisi rumah berjalan lancar, meninggalkan suami dan putra sulung yang sedang search di Google untuk pertanian dan revolusi hijau demi proyek penelitian bersama mereka, aku bersiap beranjak menuju Karangasem kali ini. Karena sudah menunjukkan jelang pukul tiga, dan, simbok serta pangeran bungsuku ikut serta, tak mungkin kugunakan Astrea 800 yang tercinta, agar bisa tiba di rumah kembali sebelum malam tiba. Kukeluarkan pesawatku dari kandangnya, Yamaha MZ rem cakram. Maaf , Honda, sejenak kupalingkan cintaku pada Yamaha… Anakku duduk ditengah, dan, masing-masing kami, terbungkus jaket tebal, sarung tangan dan kaus kaki, kaca mata gelap, walau murahan.
Kami menyusuri jalan Teuku Umar, bergerak menuju Sanur, memasuki jalan By Pass Ngurah Rai, lalu berbelok ke arah jalan Prof. IB Mantra. Di beberapa ruas jalan yang sedang dalam proses pengerjaan, kami harus berkali menyeberang jalan. Jalanan berkerikil, debu beterbangan, asap knalpot dari berbagai jenis kendaraan menyeruak udara. Sungguh bukan udara yang baik demi kesehatan. Hmm, sungguh sebuah ujian berat bagi mereka yang harus lalui jalan ini tiap hari… bahkan, beberapa kali dalam sehari. Namun, jangan pernah ragukan kesungguhan sebuah niat dan keyakinan, karena hanya ini kunci jejak langkah tidak akan surut sebelum tujuan tercapai.
Kulihat arah jalan menuju Banjarangkan. Baru bulan lalu kami lewati, namun, kali ini, bukan itu tujuan kami. Kulihat pula jalan menuju desa Pikat, namun, kali ini, bukan pula ke Pura Luhur Andakasa yang menjadi tujuan kami. Kupapas jalan menuju Angantelu dan Padang Bay. Arah kami adalah Desa Manggis. Di pertigaan, motor berbelok ke kiri. Kutemui SDN 1 Manggis. Semakin yakin, inilah jalannya.
Ya. Pak Ketut Manik menikah. Dia memuat undangannya di milist, dia memuat pula di FB. Aku belum pernah berjumpa dengannya. Namun, jangan pernah remehkan sebuah keyakinan, dan… jika niat serta keyakinanku untuk hadiri dan penuhi undangannya, kucoba lakukan itu. Orang mungkin berpikir… aneh ibu ini. Ah, tidak juga lah. Berpikir simple dan logis. Ada undangan, walau tak kukenal dia, apa salahnya? Suamiku bukan tipe orang yang suka ber basa basi dan ikuti berbagai acara pertemuan atau jalan-jalan, tapi, kuminta ijinnya dan berpamitan. Aku juga bisa menikmati perjalanan bersama anak dan simbok mengenalkan pada mereka tentang banyak hal, sama seperti jika kami ke Tabanan, ke Uluwatu, ke Buleleng, ke Negara, ke Grokgak, ke Batukaru, ke Besakih, ke Padang Bay.
Tiba di dusun Apit Yeh, kami masih harus melanjutkan perjalanan menyusuri jalan beraspal menuju dusun Selumbung, sebelum akhirnya tiba di Desa Ngis. Setelah sempat bertanya pada sekelompok bapak yang sedang berkumpul di penataran Pura Puseh Desa Ngis, kami memastikan rumah Pak Ketut Manik, karena menurut info, ada tiga upacara pernikahan yang berlangsung di desa tersebut.
Kuberanikan diri mengendarai motor memasuki pekarangan rumah. Seorang pria tua menyapa kami, memperkenalkan diri sebagai orang tua dari Pak Ketut Manik. Lalu, berikutnya, seorang wanita tua lagi menyapa ramah, “Dimana ya, rasanya pernah ketemu” beliau berkata. Ah… percakapan lalu mengalir, bersama Pak Made Kresna, istrinya, lalu Pak Ketut Sarbini. “Jangan panggil Pak, karena saya lebih muda” komentar Pak Made. Hm.. bukankah, sebutan itu demi menghormati juga? Bli, Pak, Gus, mungkin Cuma istilah, tapi, ada baiknya digunakan untuk menunjukkan penghormatan pula, ya? Eh he he… Pak Nengah Smerti, termasuk aktif hadiri seminar yang diadakan KMHD UGM jamanku dahulu, Ibu Nengah Smerti masih ingat kunjungan ku ke rumah Beliau. Sudah hampir 20 tahun berlalu… Ya, ibu dan bapak, sayalah yang dahulu biasa naik sepeda keliling kampus, mengunjungi sahabat, kuliah, jalan-jalan, dengan rambut diekor kuda, atau dikepang. Parahnya, saya yang lupa. Sama seperti saat saya coba memastikan, sepertinya, pernah kenal akrab dengan beliau beliau ini, tapi…. dimana, ya. Baru ngeh, setelah dijelaskan bahwa mereka tinggal di Jogja, bukan di Bali, tepatnya, bukan di Ngis. Ehm, pikun. Mohon dimaafkan, deh… sama seperti, kutinggalkan kaos kaki anakku di teras rumah. Hihi…
Oke, Pak Ketut Manik. Selamat ya? Maafkan, simbok gak bawa apa-apa, gak bisa ngasih apa-apa. Tapi, doaku, restuku, rasa bersyukur, dan niat serta keyakinan menempuh jarak jauh untuk turut hadir mengucapkan selamat, mungkin bisa gambarkan ini semua. That’s what friends are for …. Memberikan dukungan dan memotivasi, bisa hadir dalam berbagai cara, bukan? (Cari pembenaran.com). Sama seperti waktu tiba di rumah IGEN tatkala pernikahannya berlangsung dengan wajah lecek, abis tiba dari Kerambitan. Eh hehehe….
Selasa, 16 Maret 2010
Nyepi dan Tahun Baru Caka 1932
Deepak Chopra katakan :Three things are absolute and can not be destroyed: Awareness, Being, and Love. Apapun yg dikatakan orang lain, yg dilakukan orang lain, yang kita lakukan, dan kita alami... Ketiga hal ini mutlak selalu ada dalam diri kita.
Selamat Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Caka 1932, yang jatuh pada hari Selasa, 15 Maret 2010
Melarapan antuk manah ening suci nirmala
Titiyang mangaturang rahajeng nyangre warse anyar Saka 1932
Dumogi melarapan antuk Catur Brata Penyepian,
Napi sane keaptiang mresida memargi becik tur rahayu kepanggih,
Dumogi irage sareng sinamian ngamolihin lan ngemanggihin
Kesucian lahir batin tur Moksartamjagadhita ya Caiti Dharma
Kerahayuan lan kasukertan Jagat, Suci ring Bhuana labdha karya
Nunas sinampurayang titiyang ritatkala wenten keiwangan titiyang
ring Manacika, Wacike miwah Kayika
(Tri Kaya Parisudha: Manah, Lakon, lan Wicara)
Selamat Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Caka 1932, yang jatuh pada hari Selasa, 15 Maret 2010
Melarapan antuk manah ening suci nirmala
Titiyang mangaturang rahajeng nyangre warse anyar Saka 1932
Dumogi melarapan antuk Catur Brata Penyepian,
Napi sane keaptiang mresida memargi becik tur rahayu kepanggih,
Dumogi irage sareng sinamian ngamolihin lan ngemanggihin
Kesucian lahir batin tur Moksartamjagadhita ya Caiti Dharma
Kerahayuan lan kasukertan Jagat, Suci ring Bhuana labdha karya
Nunas sinampurayang titiyang ritatkala wenten keiwangan titiyang
ring Manacika, Wacike miwah Kayika
(Tri Kaya Parisudha: Manah, Lakon, lan Wicara)
Minggu, 14 Maret 2010
Jangan Bunuh Cinta di Hati Kita ...
Jika hati se jernih air bening,
jangan biarkan keruh ..
Jika hati se putih awan,
jangan biarkan mendung ..
Dosa membuat hati gelap,
mari terangi dengan Dharma
Dalam keteduhan hati,
ada ketulusan budi ..
Dalam kemiskinan harta,
ada kekayaan hati ..
Dalam kerapuhan raga,
ada ketegaran jiwa ..
Hidup akan sangat indah
jika ada maaf antara kita ..
Kadang mata salah melihat
kadang bibir salah terucap
kadang kaki salah melangkah
kadang hati dan pikiran
salah menduga dan menilai
Indahnya dunia...
jika kita saling memahami dan memaafkan.
Sabtu, 13 Maret 2010
Kasih Anak Sepanjang Galah, Kasih Ibu Sepanjang Jalan
Hari ini, kulihat banyak orangtua, baik ibu dan bapak, baik orang yg dituakan, mengendong anaknya, menuntun anaknya, sambil membawa banten, dengan meletakkan di kepala, atau di pegang. Mereka berjalan mengiringi rombongan melasti dari berbagai Pura yang ada di wilayah Desa Pekraman Kerobokan.
Masih lebih banyak lagi, orangtua-orangtua lain, yang tak terkatakan perilakunya, pikiran dan ucapnya, namun memiliki kasih dalam hati bagi anak-anak mereka. Walau tinggal terpisah, berjauhan, tertutup jarak dan tempat, tidak membuat cinta itu berlalu.
Siapapun, baik yang sudah tidak ber bapak ibu, yang tidak memiliki anak, yang merasa tersisih, terlunta, terhina, terkucilkan, tersakiti, tersanjung, terhormat, terpuji...... Semoga ajaran kasih bisa membantu kita untuk selalu hidup dalam damai menjalani tiap sisi kehidupan kita, karena ada kasih yang tidak pernah akan berakhir dan bersyarat, seperti sebagaimana kasih seorang ibu seharusnya.... Damai.
Masih lebih banyak lagi, orangtua-orangtua lain, yang tak terkatakan perilakunya, pikiran dan ucapnya, namun memiliki kasih dalam hati bagi anak-anak mereka. Walau tinggal terpisah, berjauhan, tertutup jarak dan tempat, tidak membuat cinta itu berlalu.
Siapapun, baik yang sudah tidak ber bapak ibu, yang tidak memiliki anak, yang merasa tersisih, terlunta, terhina, terkucilkan, tersakiti, tersanjung, terhormat, terpuji...... Semoga ajaran kasih bisa membantu kita untuk selalu hidup dalam damai menjalani tiap sisi kehidupan kita, karena ada kasih yang tidak pernah akan berakhir dan bersyarat, seperti sebagaimana kasih seorang ibu seharusnya.... Damai.
Jumat, 12 Maret 2010
Melasti / Melis / Mekiyis
Melasti dilaksanakan sebelum hari Nyepi sebagai rangkaian kegiatan dalam rangka menyambut tahun baru Caka dan upacara Tawur Kesanga. Melasti atau Mekiyis atau Melis artinya Penyucian diri, dilaksanakan di sungai atau di laut (pantai), danau, campuan, atau sumber mata air suci. Dengan melakukan Melasti, umat mengharap / mohon penyucian diri dari segala dosa atau kesalahan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dalam simbol Beliau sebagai Sang Hyang Baruna, yang disertai dengan berbagai upacara / upakara.
Dr. W.Suarjaya, M.Si., dosen IHDN, di BP 12/3/2010, menjelaskan bahwa Melasti memiliki dua tujuan, angayutaken lara petaka, dan angamet amertha ring tengahin segara. Melalui Melasti, umat Hindu menyucikan secara simbolis Buana Alit dan Buana Agung, dan memohon Tirta Amertha. Memohon kesucian pikiran, perkataan dan perbuatan. Memohon kesucian agar mendapatkan kedamaian dalam lingkungan keluarga, di lingkungan, dan dalam alam semesta.
Berbagai pelawatan Ida Bethara, berbagai simbol dari Sang Hyang Widhi dalam berbagai bentuk dan rupa, berbagai simbol Buana Agung, seperti pratima, diarak di atas Jempana menuju sungai, pantai, danau, campuhan, tempat sumber mata air. Dengan demikian diharapkan dapat membersihkan dan menyucikan pikiran umat manusia, Buana Agung menjadi suci. Tirta Amertha sebagai simbol tirta kehidupan yang menyucikan pikiran umat manusia akan dibagikan serangkaian dengan upacara Pengerupukan, sehari sebelum Nyepi. Setelah pelaksanaan Melasti, selanjutnya Pretima akan Nyejer, dilinggihkan / ditempatkan di Pura Utama, dan diadakan persembahyangan bersama.
Mecaru merupakan rangkaian kegiatan selanjutnya, yaitu upacara yang dilakukan berkaitan dengan Bhutakala / roh jahat yang senantiasa mengganggu desa, biasanya dilaksanakan di persimpangan jalan yang terdapat di desa dengan tujuan agar desa di Somya, yaitu dinetralkan dari sifat buruk atau roh jahat, agar konflik terhindar, agar mara bahaya dan berbagai bentuk penyakit atau gangguan tidak terjadi.
Selanjutnya dilaksanakan Ngerupuk, yaitu membakar semua sifat buruk atau roh jahat yang masih tersisa dengan berkeliling desa membawa obor. Dalam prosesi ritual Pengrupukan, umat Hindu melaksanakan Nyomia Bhutakala. Bhutakala disimbolkan dengan wujud raksasa yg besar dan berwajah menyeramkan. Belakangan, hadir dalam wujud Ogoh-Ogoh. Mengarak Ogoh-ogoh keliling Desa, sekaligus mewujudkan kerja sama dan keberadaan nilai kemasyarakatan di lingkungan Desa. Nilai-nilai Bhutakala ini lah, yang diharapkan lebur, musnah, dengan upacara Pengerupukan. Segala keserakahan, egois, emosi, dan berbagai hal yang bersifat negatif dalam diri umat manusia, agar ke depannya kita bisa memelihara kesucian dalam setiap jejak langkah dan arah tujuan, baik dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, baik pada Buana Alit, dan juga Buana Agung.
Setelah semua rangkaian diatas dilaksanakan, dilanjutkan dengan pelaksanaan Nyepi atau Sipeng. Catur Brata Penyepian, amati geni, amati karya, amati lelanguan
Catur Brata Penyepian, amati geni, amati karya, amati lelanguan, amati lelungaan. Padamkan, istirahatkan, relaksasi lah sejenak, pikiran perkataan dan perbuatan dari berbagai tuntutan materi dan fisik semata, dari hiruk pikuk situasi duniawi. Berkonsentrasi pada nilai-nilai agama dan spiritual, menjaga sisi rohani dan psikis, dan menjaga selalu api dalam diri masing-masing umat, agar tercipta santi, damai, di bumi ini.
Selamat Tahun Baru Caka 1932
Dumugo anemu saptawerdhi ring warsane sane jagi rawuh.
Dumogi sarva roga, marana, vighna, papa klesa vinasanam...
Dr. W.Suarjaya, M.Si., dosen IHDN, di BP 12/3/2010, menjelaskan bahwa Melasti memiliki dua tujuan, angayutaken lara petaka, dan angamet amertha ring tengahin segara. Melalui Melasti, umat Hindu menyucikan secara simbolis Buana Alit dan Buana Agung, dan memohon Tirta Amertha. Memohon kesucian pikiran, perkataan dan perbuatan. Memohon kesucian agar mendapatkan kedamaian dalam lingkungan keluarga, di lingkungan, dan dalam alam semesta.
Berbagai pelawatan Ida Bethara, berbagai simbol dari Sang Hyang Widhi dalam berbagai bentuk dan rupa, berbagai simbol Buana Agung, seperti pratima, diarak di atas Jempana menuju sungai, pantai, danau, campuhan, tempat sumber mata air. Dengan demikian diharapkan dapat membersihkan dan menyucikan pikiran umat manusia, Buana Agung menjadi suci. Tirta Amertha sebagai simbol tirta kehidupan yang menyucikan pikiran umat manusia akan dibagikan serangkaian dengan upacara Pengerupukan, sehari sebelum Nyepi. Setelah pelaksanaan Melasti, selanjutnya Pretima akan Nyejer, dilinggihkan / ditempatkan di Pura Utama, dan diadakan persembahyangan bersama.
Mecaru merupakan rangkaian kegiatan selanjutnya, yaitu upacara yang dilakukan berkaitan dengan Bhutakala / roh jahat yang senantiasa mengganggu desa, biasanya dilaksanakan di persimpangan jalan yang terdapat di desa dengan tujuan agar desa di Somya, yaitu dinetralkan dari sifat buruk atau roh jahat, agar konflik terhindar, agar mara bahaya dan berbagai bentuk penyakit atau gangguan tidak terjadi.
Selanjutnya dilaksanakan Ngerupuk, yaitu membakar semua sifat buruk atau roh jahat yang masih tersisa dengan berkeliling desa membawa obor. Dalam prosesi ritual Pengrupukan, umat Hindu melaksanakan Nyomia Bhutakala. Bhutakala disimbolkan dengan wujud raksasa yg besar dan berwajah menyeramkan. Belakangan, hadir dalam wujud Ogoh-Ogoh. Mengarak Ogoh-ogoh keliling Desa, sekaligus mewujudkan kerja sama dan keberadaan nilai kemasyarakatan di lingkungan Desa. Nilai-nilai Bhutakala ini lah, yang diharapkan lebur, musnah, dengan upacara Pengerupukan. Segala keserakahan, egois, emosi, dan berbagai hal yang bersifat negatif dalam diri umat manusia, agar ke depannya kita bisa memelihara kesucian dalam setiap jejak langkah dan arah tujuan, baik dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, baik pada Buana Alit, dan juga Buana Agung.
Setelah semua rangkaian diatas dilaksanakan, dilanjutkan dengan pelaksanaan Nyepi atau Sipeng. Catur Brata Penyepian, amati geni, amati karya, amati lelanguan
Catur Brata Penyepian, amati geni, amati karya, amati lelanguan, amati lelungaan. Padamkan, istirahatkan, relaksasi lah sejenak, pikiran perkataan dan perbuatan dari berbagai tuntutan materi dan fisik semata, dari hiruk pikuk situasi duniawi. Berkonsentrasi pada nilai-nilai agama dan spiritual, menjaga sisi rohani dan psikis, dan menjaga selalu api dalam diri masing-masing umat, agar tercipta santi, damai, di bumi ini.
Selamat Tahun Baru Caka 1932
Dumugo anemu saptawerdhi ring warsane sane jagi rawuh.
Dumogi sarva roga, marana, vighna, papa klesa vinasanam...
Senin, 08 Maret 2010
Begitu Susahkah untuk Mencintai dan Dicintai
Terkadang masalah datang dan membuat kita alami gangguan kepribadian. Merasa sedih, marah, benci, rindu, memberontak, menghancurkan benda di sekitar, melukai orang lain, melarikan diri, bunuh diri.... Apakah yang dapat dijadikan pedoman, tatkala ini terjadi? Materi? Pemimpin? Tetua? Kekasih hati? Harta? Bagaimana, jika orang terkasih tak disisi? Menemukan masalah yang tiba bertubi-tubi, dipecat, kehilangan orangtua, anak, sahabat, suami, harta benda. Hmm...
Tidak pernah ada istilah mantan anak atau mantan orangtua. Ada mantan suami atau istri. Bekas rumah, mantan pemimpin. Tanpa orangtua, tanpa harta, tanpa belahan jiwa, seseorang masih bisa tetap hidup, menjalankan kehidupan, mengalami perkembangan. Namun, apakah pedoman kehidupan kita di dunia? Harapan dan tujuan kita?
Dalam Bhagavadgita (IX: 22, 27, 29, 30, 32) terpapar hal yang patut dijadikan pedoman dalam meniti hidup dan kehidupan. Jadikan kitab suci Weda dan Bhagawadgita sebagai pedoman hidup dan kehidupan, yatra yogesvarah krishnah yatra partho dhanur-dharah, tatra srir vijayo bhutir dhruva nitir matir mama (XVIII.78), "Dimana saja, bila Tuhan Yang Maha Esa diagungkan dengan mengimplementasikan ajaran-Nya, oleh umat manusia yang cerdas dan bijaksana, maka di sana pasti kesejahtraan, kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaan dapat diwujudnyatakan”.
Dilandasi dengan Sraddha (keimanan) dan Bhakti (ketaqwaan) menurut ajaran suci Weda, yang dikaji secara mendalam, ajaran suci itu sangat logic dan memberi manfaat yang benar-benar mengantarkan seseorang pada keadaan jiwa yang tentram dan damai, senantiasa riang gembira, penuh dedikasi dan kebahagiaan. Permasalahannya kini bagaimana ajaran yang luhur tersebut bisa diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Sejauh mana kita yakin, memiliki keyakinan, mempertahankan keyakinan, mengembangkan keyakinan, sungguh-sungguh yakin. Bahwa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, akan selalu hadir bersama kita, ditiap pikiran, perkataan dan perbuatan, di tiap jejak langkah dan arah yg dituju.
Kitab suci Weda, juga kitab suci Bhagawadgita memberikan petunjuk agar semuanya itu dilakukan dengan penuh keikhlasan, antara lain dengan membiasakan diri atau abhyasa, yakni latihan yang dilakukan terus menerus (Bhagavadgita VI.36, VIII.8, XII dan XVIII.36), dengan penuh keikhlasan (Bhagavadgita XVIII.1, 3, 4 dan 10), di samping vairagya atau melepas keterikatan terhadap kesenangan yang dapat menjerumuskan dan dengan sthitaprajña yakni hidup yang teguh pada kebenaran (tahan uji) dalam menghadapi gelombang kehidupan, suka dan duka (Bhagavadgita II.54).
Namun, seberapa jauh kita bisa melepaskan diri dari segala keterikatan duniawi? Tiap kali badai datang mengharubiru hati, terpuruk dan jatuh, terluka....
Bisakah aku dicintai? Cukup pantaskah aku dicintai? Layakkah cintaku? Seberapa jauh harus ku melangkah dalam mencintai? Bentuk yang bagaimana akan layak bagi sebuah cinta? Susahkah untuk selalu jatuh cinta dan mencintai serta dicintai, dalam berbagai aplikasi di tiap sendi ruang kehidupan ini?
Dengan membiasakan diri, ikhlas melaksanakan segala sesuatu untuk kebajikan, tidak terikat pada kesenangan yang menjerumuskan dan teguh dalam memegang prinsip dan ajaran dharma dalam menghadapi berbagai tantangan, maka seseorang akan dapat dengan mudah menghadapi dan mengatasi berbagai permasalahan tersebut. Menjadikan kitab suci Weda dan Bhagawadgita sebagai acuan, seseorang akan mampu dan sukses menghadapi berbagai permasalahan hidup dan kehidupan, seperti halnya sebuah kompas yang dijadikan pedoman ketika seorang nelayan kehilangan arah di samudra luas. Semuanya itu akan sukses bila dilandasi dengan Sraddha (keimanan) dan Bhakti (ketaqwaan) yang mantap.
Tidak pernah ada istilah mantan anak atau mantan orangtua. Ada mantan suami atau istri. Bekas rumah, mantan pemimpin. Tanpa orangtua, tanpa harta, tanpa belahan jiwa, seseorang masih bisa tetap hidup, menjalankan kehidupan, mengalami perkembangan. Namun, apakah pedoman kehidupan kita di dunia? Harapan dan tujuan kita?
Dalam Bhagavadgita (IX: 22, 27, 29, 30, 32) terpapar hal yang patut dijadikan pedoman dalam meniti hidup dan kehidupan. Jadikan kitab suci Weda dan Bhagawadgita sebagai pedoman hidup dan kehidupan, yatra yogesvarah krishnah yatra partho dhanur-dharah, tatra srir vijayo bhutir dhruva nitir matir mama (XVIII.78), "Dimana saja, bila Tuhan Yang Maha Esa diagungkan dengan mengimplementasikan ajaran-Nya, oleh umat manusia yang cerdas dan bijaksana, maka di sana pasti kesejahtraan, kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaan dapat diwujudnyatakan”.
Dilandasi dengan Sraddha (keimanan) dan Bhakti (ketaqwaan) menurut ajaran suci Weda, yang dikaji secara mendalam, ajaran suci itu sangat logic dan memberi manfaat yang benar-benar mengantarkan seseorang pada keadaan jiwa yang tentram dan damai, senantiasa riang gembira, penuh dedikasi dan kebahagiaan. Permasalahannya kini bagaimana ajaran yang luhur tersebut bisa diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Sejauh mana kita yakin, memiliki keyakinan, mempertahankan keyakinan, mengembangkan keyakinan, sungguh-sungguh yakin. Bahwa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, akan selalu hadir bersama kita, ditiap pikiran, perkataan dan perbuatan, di tiap jejak langkah dan arah yg dituju.
Kitab suci Weda, juga kitab suci Bhagawadgita memberikan petunjuk agar semuanya itu dilakukan dengan penuh keikhlasan, antara lain dengan membiasakan diri atau abhyasa, yakni latihan yang dilakukan terus menerus (Bhagavadgita VI.36, VIII.8, XII dan XVIII.36), dengan penuh keikhlasan (Bhagavadgita XVIII.1, 3, 4 dan 10), di samping vairagya atau melepas keterikatan terhadap kesenangan yang dapat menjerumuskan dan dengan sthitaprajña yakni hidup yang teguh pada kebenaran (tahan uji) dalam menghadapi gelombang kehidupan, suka dan duka (Bhagavadgita II.54).
Namun, seberapa jauh kita bisa melepaskan diri dari segala keterikatan duniawi? Tiap kali badai datang mengharubiru hati, terpuruk dan jatuh, terluka....
Bisakah aku dicintai? Cukup pantaskah aku dicintai? Layakkah cintaku? Seberapa jauh harus ku melangkah dalam mencintai? Bentuk yang bagaimana akan layak bagi sebuah cinta? Susahkah untuk selalu jatuh cinta dan mencintai serta dicintai, dalam berbagai aplikasi di tiap sendi ruang kehidupan ini?
Dengan membiasakan diri, ikhlas melaksanakan segala sesuatu untuk kebajikan, tidak terikat pada kesenangan yang menjerumuskan dan teguh dalam memegang prinsip dan ajaran dharma dalam menghadapi berbagai tantangan, maka seseorang akan dapat dengan mudah menghadapi dan mengatasi berbagai permasalahan tersebut. Menjadikan kitab suci Weda dan Bhagawadgita sebagai acuan, seseorang akan mampu dan sukses menghadapi berbagai permasalahan hidup dan kehidupan, seperti halnya sebuah kompas yang dijadikan pedoman ketika seorang nelayan kehilangan arah di samudra luas. Semuanya itu akan sukses bila dilandasi dengan Sraddha (keimanan) dan Bhakti (ketaqwaan) yang mantap.
Minggu, 07 Maret 2010
My Lovely
My Lovely,
My Dear,
My Lord,
Kasihku.....
Hidup ini begitu indah
Terima kasih
aku telah diberi kesempatan mengenalMu
Bertemu denganMu...
Hari-hari berlalu,
Takkan kupungkiri,
Aku makin cinta diriMu
Tak hendak berpaling ku dariMu
Kan s'lalu kupuja diriMu
yang hadir dalam berbagai bentuk, fungsi dan makna
dalam berbagai ceritera tak berkesudahan
dalam berbagai lembar malam dan siang
dalam berbagai jejak langkahku
Jika hanya ini mampu kulantunkan puja
Jika hanya ini mampu terhatur sembah
jangan sesali arah
dan lembar asa tercipta
Bahkan, walau mimpi tak ramah bagi kita
Karna...
Cintaku suci padaMu
My Dear,
My Lord,
Kasihku.....
Hidup ini begitu indah
Terima kasih
aku telah diberi kesempatan mengenalMu
Bertemu denganMu...
Hari-hari berlalu,
Takkan kupungkiri,
Aku makin cinta diriMu
Tak hendak berpaling ku dariMu
Kan s'lalu kupuja diriMu
yang hadir dalam berbagai bentuk, fungsi dan makna
dalam berbagai ceritera tak berkesudahan
dalam berbagai lembar malam dan siang
dalam berbagai jejak langkahku
Jika hanya ini mampu kulantunkan puja
Jika hanya ini mampu terhatur sembah
jangan sesali arah
dan lembar asa tercipta
Bahkan, walau mimpi tak ramah bagi kita
Karna...
Cintaku suci padaMu
Perjalanan Spiritual Ku Hari ini
Keseluruhan isi Bhagawadgita menjelaskan ajaran tentang Tuhan. Sarat makna, dan, membutuhkan pemahaman yg sebaik-baiknya, agar tidak tergelincir dan jerjerembab hingga tersesat dan hilang arah. Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan yang dilambangkan dengan Sri Krishna pada Bhagawadgita IV : 11 memberikan gambaran hal tersebut.
"Jalan apapun yang dipilih seseorang menuju / mencapai Aku, pada jalan yang sama Aku memenuhi keinginannya, karena pada semua jalan yang ditempuh mereka adalah jalan-Ku". Demikianlah dalam Bhagavadgita, Sri Krishna menunjukkan jalan ilmu pengetahuan, jalan kebijaksanaan (jñanamarga), jalan bhakti dan pengabdian (bhaktimarga), jalan perbuatan (karmamarga) yang semuanya itu akan sukses dilalui dalam proses penyatuan dengan-Nya, memahami ajaran-Nya (yogasastra). Dengan pemahaman tentang Realitas Yang Tertinggi, Tuhan Yang Maha Esa (melalui pemahaman teologi/Brahmavidya) dan usaha untuk menuju dan bersatu dengan-Nya (yogasastra) seseorang akan sukses di dunia ini dan dalam kehidupan yang akan datang.
Tuhan...
Terima kasih, telah bimbing aku sepanjang hidup
dengan segala susah dan senang yang kuterima
dengan segala tantangan dan tentangan yg kudapat
Hari ini,
Kau uji, seberapa tangguh aku jalani hidup.
Naik motor ngebonceng suami dan anak,
pulkam untuk ngikuti upacara ngaben anggota banjar kami
hadiri upacara tiga otonan anggota klg jauh
lewati jalan rusak di Dapdap Putih,
lewati pemandangan indah sepanjang jalan DPS-Pengragoan,
hutan Bading Kayu, Dapdap Putih, Sepang Klod, Pangkung Singsing,
Denpasar kembali.
Berangkat pagi buta, nyari dagang lengis gak nemu-nemu,
berpanas ikuti arakan ngaben ke sema nya,
kehujanan saat balik ke Denpasar.
Tapi kucintai semua ini,
kucintai kebesaran namaMu
yang hadir bersama kami selalu sepanjang waktu
Terima kasih Tuhan.
Astungkara...
Ai lop Yu Pull, he he he
"Jalan apapun yang dipilih seseorang menuju / mencapai Aku, pada jalan yang sama Aku memenuhi keinginannya, karena pada semua jalan yang ditempuh mereka adalah jalan-Ku". Demikianlah dalam Bhagavadgita, Sri Krishna menunjukkan jalan ilmu pengetahuan, jalan kebijaksanaan (jñanamarga), jalan bhakti dan pengabdian (bhaktimarga), jalan perbuatan (karmamarga) yang semuanya itu akan sukses dilalui dalam proses penyatuan dengan-Nya, memahami ajaran-Nya (yogasastra). Dengan pemahaman tentang Realitas Yang Tertinggi, Tuhan Yang Maha Esa (melalui pemahaman teologi/Brahmavidya) dan usaha untuk menuju dan bersatu dengan-Nya (yogasastra) seseorang akan sukses di dunia ini dan dalam kehidupan yang akan datang.
Tuhan...
Terima kasih, telah bimbing aku sepanjang hidup
dengan segala susah dan senang yang kuterima
dengan segala tantangan dan tentangan yg kudapat
Hari ini,
Kau uji, seberapa tangguh aku jalani hidup.
Naik motor ngebonceng suami dan anak,
pulkam untuk ngikuti upacara ngaben anggota banjar kami
hadiri upacara tiga otonan anggota klg jauh
lewati jalan rusak di Dapdap Putih,
lewati pemandangan indah sepanjang jalan DPS-Pengragoan,
hutan Bading Kayu, Dapdap Putih, Sepang Klod, Pangkung Singsing,
Denpasar kembali.
Berangkat pagi buta, nyari dagang lengis gak nemu-nemu,
berpanas ikuti arakan ngaben ke sema nya,
kehujanan saat balik ke Denpasar.
Tapi kucintai semua ini,
kucintai kebesaran namaMu
yang hadir bersama kami selalu sepanjang waktu
Terima kasih Tuhan.
Astungkara...
Ai lop Yu Pull, he he he
Jumat, 05 Maret 2010
Living in Positive Thinking
We create our reality with our minds.
If we want to change our reality,
then it's time for us to change our minds.
We do this by choosing to think
and speak in new and positive ways.
I learned long time ago
that if I would change my thinking,
I could change my life. Louise Hay.
Ah,
Andai, bisa se begitu gampang...
mengubah pola pikir dan menciptakan penampilan atau perilaku yang harmonis bagi sesama di dunia... Namun, yang sering terjadi adalah bahwa kita mengabaikan hati nurani, mengabaikan pengetahuan yang sejati, sehingga akhirnya terpuruk dalam hitam kelam.
Bhagawadgita 4: 3 (via Ketut Tri Bayuna)memaparkan bahwa Ilmu pengetahuan yang abadi seharusnya bersumber dari Tuhan, mengenai hubungan dengan Yang Mahakuasa, seperti yang hari ini Kusampaikan kepadamu, sebab engkau adalah penyembah dan kawan-Ku; karena itulah engkau dapat mengerti rahasia rohani llmu pengetahuan ini. (B.G. 4.3)
Hanya dengan menjadi penyembah Tuhan, bekerja di jalanNya, menjadi pelayan Hyang Widhi dan selalu sujud pada Beliau, anda dipastikan akan mengerti pengetahuan di Bagavad Gita. Karena menjadi penyembah, anda mengerti. Bhakti (keyakinan) dulu baru pengetahuan, bukan sebaliknya.
If we want to change our reality,
then it's time for us to change our minds.
We do this by choosing to think
and speak in new and positive ways.
I learned long time ago
that if I would change my thinking,
I could change my life. Louise Hay.
Ah,
Andai, bisa se begitu gampang...
mengubah pola pikir dan menciptakan penampilan atau perilaku yang harmonis bagi sesama di dunia... Namun, yang sering terjadi adalah bahwa kita mengabaikan hati nurani, mengabaikan pengetahuan yang sejati, sehingga akhirnya terpuruk dalam hitam kelam.
Bhagawadgita 4: 3 (via Ketut Tri Bayuna)memaparkan bahwa Ilmu pengetahuan yang abadi seharusnya bersumber dari Tuhan, mengenai hubungan dengan Yang Mahakuasa, seperti yang hari ini Kusampaikan kepadamu, sebab engkau adalah penyembah dan kawan-Ku; karena itulah engkau dapat mengerti rahasia rohani llmu pengetahuan ini. (B.G. 4.3)
Hanya dengan menjadi penyembah Tuhan, bekerja di jalanNya, menjadi pelayan Hyang Widhi dan selalu sujud pada Beliau, anda dipastikan akan mengerti pengetahuan di Bagavad Gita. Karena menjadi penyembah, anda mengerti. Bhakti (keyakinan) dulu baru pengetahuan, bukan sebaliknya.
Rabu, 03 Maret 2010
Pagerwesiku untukmu, Guruku...
Tiap Selasa malam, dua jam, adalah jadwalku berkumpul bersama muridku, peserta Paket Kejar C, yg diselenggarakan menumpang di salah satu gedung SD di Jalan Imam Bonjol ini. Berbagai tipe murid bercampur jadi satu. Ada Wayan Suena yg selalu mengomentari tiap perkataanku, ada Ayu yg cantik si penjaga toko baju, ada Gus Adi yang pendiam dan kalem, ada Bayu si cacat pengguna kursi roda, ada Hanifah gadis berjilbab dari Banyuwangi. Ada guide merangkap supir taksi yang selalu ramah menyapa sebelum kumasuki kelas mereka, ada pula segerombolan pemuda yang selalu duduk berkelompok, dan sibuk memencet tuts HP mereka. Ah... semangat tiada henti tergambar dari wajah-wajah mereka.
Bagaimana mungkin, mereka tetap berada di sana, dengan berbagai problema yang mendera, dengan harapan meraih masa depan yang lebih baik dari selembar ijazah yang mereka nanti? Always enjoy life, no matter how hard it seems! Itu mungkin kata kunci yang selalu tertanam dalam diri mereka. Aku sendiri, terkadang, begitu gampang terpuruk, down, emosi merangsek jiwa... Sedangkan mereka, walau tertatih, masih berusaha datang dan selesaikan pendidikan ini. Ah, jadi terkenang orang-orang yg memilih cara gampangan, beli ijasah, memalsukan pendidikan mereka, menjiplak karya. Malu aku... Jadi teringat tingkah polahku, yg terkadang cengeng, sementara, mereka masih berjuang dengan konflik yg mereka hadapi.
Saran indah yg kudapat via Nengah Karma (Chevron) :
When life give you a thousand reasons to cry. Show the world that you have million reasons to SMILE. Inilah makna sejati dari cinta. Cinta sejati bisa menguatkanmu. Walau kadang ada yg ngomentari, "Makan tuh cinta. Kau gak bisa hidup cuma dari cinta..."
Tapi, bila ada keyakinan, maka akan ada cinta terwujud disana. Jangan pernah menguji cinta sejatimu, karena cinta sejati gak bakal terlupakan. Sejauh ada keyakinan, ada cinta, maka akan tercipta banyak keajaiban.
Maka, keyakinan kah yang mendorong mereka hadir disini? Cinta mereka pada keyakinan, bahwa masa depan bakal mereka jelang, walau banyak rintangan masih menghadang? Ah...
Selasa malam, jelang Pagerwesi esok hari, mereka masih luangkan waktu hadir disini setelah seharian berkutat dengan beragam aktivitas. Mengejar mimpi mereka? mengejar cinta mereka?
Tuhan, bahkan, di depan mereka, aku bukanlah apa-apa, bukanlah siapa-siapa. Di hari ini, bantu aku menguatkan diriku, menguatkan jiwaku, menguatkan prinsipku, menjadi pagar kukuh dari imanku, mengingatkanku akan cinta dan citaku..., bahwa kita adalah satu, hambaMu.
Selamat hari suci Pagerwesi, Rabu-Kliwon-Wuku Sinta. Hari peringatan turun-Nya Sang Hyang Widhi kedunia dg manifestasi-Nya sbg Sang Hyang Pramesiguru, untuk memberikan anugrah kpd umat berupa kekuatan Sraddha & Kedirgayusan. Semoga Beliau memberikan restu bagi kita, dan selalu memberikan bimbingan untuk memperkuat Sradha & Bhakti.
Bagaimana mungkin, mereka tetap berada di sana, dengan berbagai problema yang mendera, dengan harapan meraih masa depan yang lebih baik dari selembar ijazah yang mereka nanti? Always enjoy life, no matter how hard it seems! Itu mungkin kata kunci yang selalu tertanam dalam diri mereka. Aku sendiri, terkadang, begitu gampang terpuruk, down, emosi merangsek jiwa... Sedangkan mereka, walau tertatih, masih berusaha datang dan selesaikan pendidikan ini. Ah, jadi terkenang orang-orang yg memilih cara gampangan, beli ijasah, memalsukan pendidikan mereka, menjiplak karya. Malu aku... Jadi teringat tingkah polahku, yg terkadang cengeng, sementara, mereka masih berjuang dengan konflik yg mereka hadapi.
Saran indah yg kudapat via Nengah Karma (Chevron) :
When life give you a thousand reasons to cry. Show the world that you have million reasons to SMILE. Inilah makna sejati dari cinta. Cinta sejati bisa menguatkanmu. Walau kadang ada yg ngomentari, "Makan tuh cinta. Kau gak bisa hidup cuma dari cinta..."
Tapi, bila ada keyakinan, maka akan ada cinta terwujud disana. Jangan pernah menguji cinta sejatimu, karena cinta sejati gak bakal terlupakan. Sejauh ada keyakinan, ada cinta, maka akan tercipta banyak keajaiban.
Maka, keyakinan kah yang mendorong mereka hadir disini? Cinta mereka pada keyakinan, bahwa masa depan bakal mereka jelang, walau banyak rintangan masih menghadang? Ah...
Selasa malam, jelang Pagerwesi esok hari, mereka masih luangkan waktu hadir disini setelah seharian berkutat dengan beragam aktivitas. Mengejar mimpi mereka? mengejar cinta mereka?
Tuhan, bahkan, di depan mereka, aku bukanlah apa-apa, bukanlah siapa-siapa. Di hari ini, bantu aku menguatkan diriku, menguatkan jiwaku, menguatkan prinsipku, menjadi pagar kukuh dari imanku, mengingatkanku akan cinta dan citaku..., bahwa kita adalah satu, hambaMu.
Selamat hari suci Pagerwesi, Rabu-Kliwon-Wuku Sinta. Hari peringatan turun-Nya Sang Hyang Widhi kedunia dg manifestasi-Nya sbg Sang Hyang Pramesiguru, untuk memberikan anugrah kpd umat berupa kekuatan Sraddha & Kedirgayusan. Semoga Beliau memberikan restu bagi kita, dan selalu memberikan bimbingan untuk memperkuat Sradha & Bhakti.
Senin, 01 Maret 2010
Si Gagu Yang Terdiam Membeku
Gagu tergugu,
bukankah tiada makna tercipta dari sebuah fungsi tiada bunyi?
Beri aku waktu untuk berjanji pada sang mentari,
tiada lagi perih tercipta dari hati.
Tak kusesali jaman yang berlari,
karna tak hendak kembali hanya untuk temui,
bahwa kau yang berpaling pergi dariku,
dariku, kasih....
Bertahun setelahnya,
masih kutermenung sendiri,
menutup pintu hati ini.
So...
Bener Ki,
Pada akhirnya,
kita adalah kata yang gagu,
mencoba memberi makna.
bukankah tiada makna tercipta dari sebuah fungsi tiada bunyi?
Beri aku waktu untuk berjanji pada sang mentari,
tiada lagi perih tercipta dari hati.
Tak kusesali jaman yang berlari,
karna tak hendak kembali hanya untuk temui,
bahwa kau yang berpaling pergi dariku,
dariku, kasih....
Bertahun setelahnya,
masih kutermenung sendiri,
menutup pintu hati ini.
So...
Bener Ki,
Pada akhirnya,
kita adalah kata yang gagu,
mencoba memberi makna.
Dan... Terjadilah apa yg seharusnya terjadi.
Kau bawa berita bagi hati...
Harusnya, semakin bijak dalam jalani hidup ini.
Berita masa lalu, haruskah kembali terjadi,
hanya demi mencari jati diri?
Mengapa tidak coba negosiasi dan berdamai?
Berapa banyak harus ada duka lara lagi?
Akh....
Bukankah hanya perubahan itu yg abadi?
Demi, adanya shanti.
Harusnya, semakin bijak dalam jalani hidup ini.
Berita masa lalu, haruskah kembali terjadi,
hanya demi mencari jati diri?
Mengapa tidak coba negosiasi dan berdamai?
Berapa banyak harus ada duka lara lagi?
Akh....
Bukankah hanya perubahan itu yg abadi?
Demi, adanya shanti.
Langganan:
Postingan (Atom)