Sabtu....... 12 November 2011.
Hmmm..... Sedang ada odalan di Pura Dalem Balingkang. Ida Bethare nyejer selama satu minggu. Terbayang 3 tahun lalu.... bersama Pak Nyoman Sumaartha dan Kadek, adik Pak Wayan Suasthana.... kami bersama melakukan tirta yatra ke Pura tersebut. Juga dengan anggota keluarga Mangku Danu saat itu. Ah..... kangen ingin pergi kesana, menemui Beliau. Entahlah, apa aku masih ingat jalan menuju kesana..... Hanya pernah satu kali, dan itu pun sudah lama sekali.....
Anak2 sudah berangkat sekolah. Adi, Pangeran sulung, mengantar si bungsu, Yudha, ke sekolahnya sebelum dia sendiri berangkat ke SMA Negeri I Denpasar. Suami berangkat menemui Gus Wira, rekannya se angkatan di Program S3 Pascasarjana, Program Studi Kajian Budaya Universitas Udayana.
Maka.... kuputuskan berangkat nangkil. Sendiri??? Why not? aku bukan tipe wanita manja. Dan ini, selalu dengan penuh pertimbangan...... Bukan hanya sekedar memenuhi adrenalin belaka, bukan pula sekedar narsiiissss. Dorongan untuk bersembahyang ke rumah Beliau begitu besar.... entah dengan cara dan atau gaya apa pun....
Kusiapkan tas ransel ku. Kumasukkan kain, kebaya putih, selendang, beberapa alat tulis. Kusempatkan buka jejaring internet, search jalan meretas jejak menuju ke Pura Puncak Penulisan, Pura Dalem Balingkang, Pura Ulun Danu Batur. Sekaligus juga, memenuhi undangan dari Putu Indra, sahabat yang sudah kuanggap bagai ponakan, yang hari Sabtu ini melangsungkan upacara potong gigi bersama adik kandungnya, di desa Kedisan, Kintamani.
Well......
Bisa dianggap. Aku adalah Well Educated Tourists....... Orang yang bepergian, dengan tujuan melakukan tirta yatra, mengendarai motor, se penuh pertimbangan, dan membekali diri tentang berbagai informasi mengenai obyek yang dituju.......
Mengenakan jaket, sarung tangan, kaus kaki dan celana panjang, helm dan berkaca mata hitam, selendang melilit di leher, sedikit bekal makanan di dalam ransel, dan..... informasi dari internet tentang obyek yang kutuju.
Menyusuri Jalan Diponegoro, berbelok ke arah Penatih, masuk ke desa Singapadu, Penestayan, Kedewatan, dan tembus ke Kintamani, akhirnya tiba di Pura Puncak Penulisan, di Desa Sukawana. Kuparkir motor di depan Pura, mencari toilet umum untuk mengenakan kain bersembahyang, membeli beberapa jenis buah dan jaje untuk dihaturkan sebagai persembahan kepada Tuhan. Ku awali persembahyangan di bagian bawah undagan sebelum menuju ke puncak.
Pura ini berada di Desa Sukawana, Kabupaten Bangli. Ada orang yang menyebut Pura ini dengan istilah Pura Panarajon atau Pura Tegeh Koripan. Namun karena terletak di bukit Panulisan, juga disebut dengan nama Pura Puncak Penulisan. Kompleks pura ini menyimpan pula benda-benda bersejarah peninggalan masa lalu, dari masa prasejarah hingga Bali Kuno. Dan, membutuhkan tenaga untuk tiba di bagian tengah Pura, karena undagan anak tangga yang lumayan tinggi.....
Tuntas bersembahyang di sini, kuarahkan laju kendaraan menuju Pura Dalem Balingkang, 6 km dari Pura Puncak Penulisan. Sepanjang 5 km pertama, jalan bagus beraspal mulus, namun 5 km berikut sungguh penuh perjuangan. Hmmm, butuh perhatian pemerintah dan penduduk setempat.....
Redite Umanis Warigadean merupakan hari upacara piodalan di Pura Dalem Balingkang, Desa Pinggan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Ramai sekali terlihat para pemedek / orang yang bersembahyang di Pura. Namun sayangnya, di pelataran bagian luar, terlihat kumuh, karena banyak pedagang berjejer menjajakan berbagai jenis dagangan, dari makanan, pakaian, tas, mainan anak2, hingga berbagai perlengkapan lainnya. Kuawali persembahyangan di Pengayangan Sanghyang Saraswati, dan menyusuri jalan setapak ke arah Pura Dalem Balingkang.
Aku beranjak menuju ke Pelataran Tengah Pura, di Bagian Madya Mandala, menghaturkan canang dan mulai bersembahyang. Hmmm, mungkin, terdapat keunikan di Pura ini. Jika pada umumnya umat Hindu menggunakan patokan Kaja-Kangin sebagai arah tempat suci untuk bersembahyang, maka di Pura Dalem Balingkang ini, kita bersembahyang dengan menghadap ke arah Barat.
Dari bagian Madya Mandala, bergeser menuju ke bagian Utama Mandala. Bersembahyang kembali.... dan berkenalan dengan Kathrine, dari Switzerland. Dia sudah berkali ke Bali, dan pada liburan kali ini bersembahyang di Pura Dalem Balingkang, sambil ingin mengenal lebih jauh tentang Pura ini. Hmmm, sungguh sebuah upaya yang patut mendapat apresiasi....
Satu jam setengah berada di kompleks areal Pura Dalem Balingkang, tiba waktuku kembali bergerak...... Jalan berliku dan terkadang menyempit, membuat para pengemudi harus ekstra berhati-hati. Kulihat 4 truk pengangkut para pemedek beserta barong harus berhenti tatkala berpapasan dengan 4 mobil lain, padahal sedang dalam kondisi tanjakan tinggi dan berliku. Ah.... sungguh sebuah perjuangan dalam melaksanakan upacara keagamaan.
30 menit kemudian, aku tiba di depan Pura Ulun Danu Batur.
Terbayang.......
Dulu aku bersama Ayu, simbok yang kini bersama kami.... 5 tahun lalu, saat Yudha masih berumur 4 th, beratnya sudah 25 kg. Bersama rombongan dari kantorku, kami naik bis. Namun, berhubung Pura Ulun Danu Batur sedang melaksanakan puncak upacara, maka 1 km dari Pura, bis sudah tidka bisa lewat. Dampaknya, aku harus menggendong Yudha selama 2 jam dan se jauh 1 km hingga ke dalam Pura, menembus antrian lautan manusia. Sedang Ayu harus menjunjung 2 pejati yang kubawa dari rumah.
Kupenuhi janjiku kepada Tuhan...... akan kuhantarkan anggota keluargaku, bersimpuh dan berdoa pada Tuhan selalu....
Selesai disini.....
Kini saatnya memenuhi undangan sahabat. Dulu, hanya sekali pernah ke desanya. Bersama banyak orang, dalam rangka perjalanan tirta yatra yang lain lagi. Kini, kubutuhkan bertanya berkali-kali, sebelum tiba di depan rumahnya. Desa Kedisan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dan satu-satunya rumah yang sedang melangsungkan upacara potong gigi. Hmmm, astungkara, kutemui juga mereka sekeluarga..... Ow my God... menu makan siang menanti, ikan mujair goreng, mebase kesuna cekuh. Hmmm, olala.... segera kuambil potongan besar beberapa..... Perutku sudah keroncongan sedari tadi. Hahaha......
Tuntaskah rangkaian acara hari ini??? Belum juga.....
Sebelum kembali ke rumah, aku mampir ke rumah ipar, mengunjungi bapak mertua di sana. Kubelikan 4 bungkus sate ikan dan sate ayam. Berbincang bersama ipar dan para ponakan, menggodain dan bercanda dengan mereka. Kemudian pulang ke rumah menemui keluarga tercinta.
Lelahkah?? Ya, tentu.... aku cuma manusia biasa, namun memiliki rencana-rencana dan kulaksanakan, juga kuevaluasi. Adrenalin demi buktikan kemampuan dan wujudkan kemauanku? Ya sudah tentu.... namun selalu dengan sepenuh pertimbangan.
Astungkara, Tuhan...... Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Aku masih diperbolehkan menyaksikan kebesaran dan keagungan Mu.... betapa kami selalu memuja Mu dengan berbagai gaya dan cara yang kami mau dan kami mampu......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar