Bahagia itu sederhana….
Namun, butuh waktu lama
untuk menyadarinya. Bahagia itu sederhana. Hanya dengan selalu berusaha
menghargai diri sendiri, menghargai orang lain di sekeliling kita, dan
mencintai Tuhan.
Seiring waktu berjalan,
sudah 20 tahun kami berkumpul bersama di perumahan ini. Kami besarkan anak-anak
kami bersama di sini, melakukan aktivitas bersama pula, tempat bernaung kami
dengan segala situasi dan kondisi yang menyertainya. Bukan waktu yang sedikit
untuk mengenal, memahami, dan berinteraksi dengan sesame warga.
Pelaksanaan kegiatan
Ramah Tamah di hari terakhir tahun 2015 ini juga sudah kami rencanakan semenjak
awal bulan. Dari menyusun rencana berkumpul bersama, mengisi dengan beragam
acara, berbagai lomba, pertandingan, kegiatan menari bersama, dan berkumpul
bersama pada hari Kamis, 31 Desember 2015.
Sudah tentu, menyatukan
hampir seratusan KK dengan anggota keluarga, mulai dari yang belum bisa
berjalan karena baru berumur beberapa minggu, yang balita, masih SD, SMP, SMA,
masih kuliah, sudah bekerja, hingga para pensiunan, tidaklah gampang. Butuh
kesabaran dan kesadaran dalam merangkai kebersamaan.
Aku sebenarnya bukanlah
guru tari. Bahkan, menari pun tidak becus. Namun, dengan semangat berjuang,
belajar dari mbah google, minta bantuan Adi meng cut tari Pendet yang aselinya
15 menit menjadi 5 menit saja, sampai ikut menari mendampingi para penari cilik
saat pentas, kulakukan demi keberanian mereka untuk tampil menari di depan
umum.
Termasuk di saat mereka
telah sepakat menari Pendet, ternyata satu penari ngambul dan bersikukuh untuk
menari Manuk Rawa. Dan menjelang pentas, ada penari cilik yang menolak
didandani oleh bu Dayu Puspaadi, karena hanya mau menunggu tantenya yang baru
pulang kerja pukul 7 malam, sedangkan kami sudah mulai pentas pukul 7 malam.
Bahkan, saat acara
sedang berlangsung pun, kami harus sigap sekaligus menjadi MC, merangkap para
pengasuh anak-anak yang sibuk berlarian kian kemari, memenuhi tempat pentas,
sibuk memilih sendiri hadiah yang mereka inginkan dan menolak hadiah yang
diberikan panitia, hingga mencari juri dadakan bagi lomba tumpeng ibu-ibu warga
perumahan.
Saat pelaksanaan
berbagai jenis lomba juga butuh kesabaran tersendiri. Waktu yang telah
ditetapkan mulai lomba pada pukul 9 pagi hari Sabtu dan Minggu, 27 – 28 Desember
2015, mundur menjadi pukul 10, menunggu para Laskar Pelangiku ini bangun tidur
dalam suasana libur panjang mereka. Jenis lomba yang bisa berubah-ubah juga
membutuhkan kreativitas tersendiri. Dari yang ketiadaan karung lomba balap
karung, hingga tarik tambang antar para balita yang akhirnya dibantu oleh para
emaknya. Dari para perempuan cilik peserta lomba yang pemenangnya sebagian
besar orang yang sama sehingga aku harus melakukan sedikit kelicikan kecil,
melarang perempuan cilik pemenang berkali2 lomba untuk ikut lomba lagi. Hehehe…..
Well….
Inilah seni nya kita
tinggal dalam suatu lingkungan permukiman. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita
diminta beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ada begitu
banyak perbedaan, namun bukannya tidak mungkin untuk menjadikan perbedaan
tersebut suatu hal yang mewarnai kehidupan kita, dan belajar dari pengalaman
yang sudah ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar