Tirtayatra, perjalanan spiritual menuju Pura Penataran Luhur Medang Kamulan, Pura Kertha Bhuwana, dan Pura Kertha Bumi, yang dirangkaikan dengan darmatula dan simakrama dg umat Hindu Suku Madura di Bongso Wetan dan Umat Hindu Suku Jawa di Bongso Kulon Gresik, dimulai dari hari Jum'at, 17 Februari 2017, hingga Minggu, 19 Februari 2017.
Malam ini aku berangkat. Pukul 20.30, Jum'at, 17 Februari 2017, dari depan terminal Ubung. Menurut rencana, bersama 16 orang lain, dengan sebuah mini bis. Bersama Ibu Agung Parwati Ardana, Ibu Desak atau Bunda Ratu, Ibu Dea Trisna, Ibu Melinda, Bapak Kantha Adnyana, Bapak Nyoman Matra Kumara, Bapak Agung Sura, Bapak Wayan Aman, Bapak Aryabang, Bapak Remaja, Bapak Sutama,
Menyeberangi laut dari Gilimanuk tengah malam dengan suasana cerah di laut dan di langit, kami tiba pukul 10.15 di rumah keluarga Sudira. Setelah beristirahat sejenak dengan hidangan nasi bakar bertabur ikan tuna panggang yang disediakan tuan rumah, Ibu dan Bapak Sudira, kami bersiap bergerak kembali. Tujuan pertama adalah Pura Penataran Luhur Medang Kamulan yang terletak di Dusun Buku, Desa Mondoluku, Kecamatan Wringinanom, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Wringinanom mempunyai wilayah yang sangat strategis karena terletak di sebelah selatan Kabupaten Gresik yang berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto di sebelah barat dan Kabupaten Sidoarjo di sebelah selatan. Wringinanom juga dilintasi oleh Kali Surabaya yang juga membatasi Wringinanom dengan Kabupaten Sidoarjo.
Wringinanom berasal dari kata Wringin dan Anom yang berarti beringin muda. Di mana memang hingga saat ini ada sebuah pohon beringin yang konon merupakan cikal bakal dari nama daerah Wringinanom. Pohon beringin tersebut terletak di perempatan Wringinanom dan juga sebagai ikon daerah, uniknya pohon beringin yang diakui berusia ratusan tahun tersebut hanya setinggi 3 meter tak seperti tinggi pohon beringin tua pada umumnya. Itulah sebabnya kecamatan ini dinamakan Wringinanom yang berarti Wringin enom atau beringin muda yang tak dapat tumbuh besar.
Pada era sebelum Gresik menjadi Kabupaten tahun 1974, sebagian daerah Wringinanom merupakan bagian Kabupaten Surabaya, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Mojokerto. Dan hingga saat ini ada satu wilayah di daratan Wringinanom yang masuk daerah Kabupaten Sidoarjo yakni Dusun Patuk Pulo (Masuk Desa Sidomulyo, Kecamatan Krian)
Wringinanom memiliki beberapa peninggalan sejarah yang cukup penting di antaranya tempat penemuan fosil purba Pithecanthropus Mojokertensis di Desa Kepuh Klagen. Terkenal dengan Destinasi Desa Adenium. (Sumber: Wikipaedia).
Mbah Tomo, penglingsir Pura Penataran Luhur Medang Kemulan menjelaskan, pura ini berdiri pada 16 Oktober tahun 2016. Pada saat pertama kali tiba, kita akan diminta melukat dan bersembahyang di Pura Beji, baru kemudian melanjutkan persembahyangan di Pelinggih Gadjah Mada, Pelinggih Dewi Saraswati, kemudian lanjut menuju Lingga Yoni, dan Penataran Agung
Ada pula yang mengemukakan bahwa Pura Penataran Luhur Medang Kemulan ini merupakan Kawitannya bagi umat Hindu Kejawen. Namun hal ini merupakan informasi bagi kita semua bahwa berbagai pendapat serta perbedaan yang ada di sekeliling kita telah ikut memperkaya nuansa keberagaman dalam beragama.
Waktu menunjukkan pukul 14.15 saat kami bergerak meninggalkan Pura Penataran Luhur Medang Kamulan, menuju Pura Kertha Bhuwana yang terletak di Desa Pengalangan, Kecamatan Menganti.
Kecamatan
Menganti memiliki 22 Desa yang terdiri dari Beton, Boboh, Boteng,
Bringkang, Domas, Drancang, Gadingwatu, Gempolkurung, Hendrosari,
Hulaan, Kepatihan, Laban, Menganti, Mojotengah, Pelemwatu, Pengalangan,
Pranti, Putat Lor, Randupadangan, Setro, Sidojangkung, dan Sidowungu.
Pura Kertha Bhuwana diempon oleh 20 KK umat Hindu yang berasal dari etnis Jawa. Pura ini terletak di Dusun Bongso Kulon, Desa Pengalangan. Selesai persembahyangan, kami menikmati hidangan makan malam yang telah disediakan umat Hindu di sana. Pukul 19.45, kami berpamitan pada umat Hindu di Pura Kertha Bhuwana, dan menuju Pura Kertha Bumi, masih di Desa yang sama, Pengalangan.
Pura Kertha Bumi diempon oleh 250 an KK umat Hindu yang berasal dari etnis Madura. Pura ini terletak di Dusun Bongso Wetan, Desa Pengalangan. Lantunan kidung dengan menggunakan bahasa Madura, tabuh gamelan yang dimainkan oleh anak-anak, puja mantra yang menghantarkan doa kami bersama, membuatku menangis terharu...... Aku semakin dalam dan semakin dalam, jatuh cinta pada kebesaran nama Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Kami bermalam di sini. berdiskusi bersama, mengenai beragam masalah umat, dengan menu hidangan makan malam, ikan goreng, tempe goreng, ubi rebus, kacang rebus...... ah, sungguh, kehangatan suasana pedesaan yang menyejukkan jiwa-jiwa dahaga akan semangat spiritualis.....
Terjaga di pagi hari dengan mantra puja yang kami lantunkan memuja kebesaran Tuhan, akhirnya pukul 09.45 waktu setempat, kami berpamitan untuk kembali ke Bali.
Berat terasa, perpisahan dengan umat yang sudah bagai saudara, meski baru pertama kali berjumpa. Ada tatapan semangat, tatapan kehangatan yang takkan pernah terlupakan. Mungkin, kita takkan dapat kesempatan untuk berjumpa..... mungkin, perjuangan kehidupan akan membawa kita pada jalan dan ceritera kehidupan yang berbeda..... namun, cinta kasih, kerinduan, semangat, persahabatan, kekeluargaan, akan senantiasa hadir mengisi relung hati kita bersama.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar