Karma Sraddha
Setiap
umat manusia berharap menemukan kebahagiaan di dalam kehidupan. Seandainya bisa
memilih, kita akan memilih memperolah kemudahan dan kemewahan dalam menjalani
berbagai aktivitas di bumi ini. Di dalam
kitab suci Bhagawad Gita sudah diuraikan bahwa sepatutnya kita tidak terpusat
pada hasil, lakukan pekerjaan, berkarya kreatif selalu, tetap bersemangat dan
menjalin kerjasama dalam mewujudkan tujuan hidup. “Karmani eva dhikaraste,
Mapalescu kadacana, Ma karmaphala hetur bhur, Ma tesango stwa a karmani”. Hanya
pada pelaksanaan, engkau memiliki hak, wahai Sang Arjuna, bukan pada hasilnya.
Karena itu, lakukan pekerjaan tanpa mengharapkan hasilnya.
Karma
merupakan perbuatan, Phala adalah buah. Dalam kaitannya dengan Karma, Phala
berarti hasil. Maka Karmaphala berarti hasil yang diperoleh dari perbuatan yang
kita lakukan. Hukum Karmaphala merupakan hukum hasil perbuatan, hukum sebab
akibat, atau hukum aksi dan reaksi. Mengapa penting bagi kita memahami Hukum
Karmaphala, karena hukum ini sungguh penting sebagai pedoman dalam menjalani
kehidupan di dunia. Di dalam Hukum Karmaphala terdapat kebenaran hakiki,
aksioma, hukum yang tak terbantahkan, tidak dapat dibatalkan oleh siapapun.
Hukum ini berlaku secara universal dan adil, berproses seiring waktu, dan akan
kembali kepada sumber karma itu sendiri. Jika kita berbuat baik, pada akhirnya,
seiring waktu, kebaikan itu akan datang menghampiri kita. Demikian pula kita
kita berbuat jahat atau licik, maka hal yang tidak baik juga akan dating
menghampiri pada suatu waktu kelak.
Jika
The Law of Attraction merupakan hukum Tarik menarik terhadap situasi yang kita
ciptakan, maka Karma merupakan The Law of Action, Hukum Perbuatan atau tindakan
yang telah kita lakukan. Apa pun yang kita lakukan pada akhirnya akan kembali
pada diri kita sendiri. Karma meliputi semua pikiran, perkataan, dan juga
perbuatan yang kita lakukan, baik dan buruk, benar atau salah, disadari maupun
tanpa disadari. Bagaimana cara kita dalam memahami karma adalah dengan
mengenali jati diri, memahami tujuan hidup dan konsekuensi dari pilihan hidup
yang kita lakukan. Juga dengan memaklumi bahwa setiap orang memiliki hak sama
di bumi, yakni memperoleh kebahagiaan di dalam hidupnya.
Hasil
dari perbuatan yang kita lakukan akan terjadi berdasarkan Desa, Kala dan Patra
yang ada, yakni berdasar ruang / tempat, waktu, dan keadaan atau situasi yang
ada. Secara umum, Karmaphala terbagi tiga, yakni Sancita Karma, Prarabda Karma,
dan Karma. Sancita Karma merupakan hasil perbuatan di masa lampau, yang
mempengaruhi kehidupan kita di saat kini, yang bisa diperbaiki dengan
meningkatkan kesadaran diri, tetap waspada, senantiasa bersemangat untuk tetap
berkarya, melakukan pengendalian diri atau Self Control, dengan Yoga, meditasi,
jalan hidup spiritual. Prarabda Karma merupakan hasil perbuatan yang langsung
kita terima dan dijalani saat ini juga. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan
menghindari sifat egois, perbuatan tidak baik, berupaya menjalin kerjasama
positif dengan banyak orang. Kriyamana Karma merupakan hasil dari perbuatan
yang kini dilakukan dan berharap hasilnya dapat dinikmati di masa yang akan
datang. Hal ini merupakan Self Programming, Self Healing, berupaya berbuat
baik, senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan, mengendalikan
hawa nafsu.
Ada
ahli yang mengemukakan bahwa setiap perbuatan memiliki hasil masing-masing,
karmanya sendiri-sendiri. Perbuatan baik (Subha Karma) akan berbuah kebaikan
pula. Perbuatan buruk (Asubha Karma) memberikan keburukan pula bagi para
pelakunya. Bila seseorang meninggal dunia, maka bekas dari perbuatannya (Karma
Wasana) yang menghantar atman nya, mengikutinya kemanapun. Hukum karmaphala
bersifat universal dan senantiasa mengikuti jejak langkah kita, tidak ada yang
bisa menghindari dari hukum sebab akibat ini. Hal ini merupakan pengendali atau
mengontrol perbuatan kita, agar tidak bersikap sesuka hati, dan memotivasi
setiap orang senantiasa berbuat baik dan bersemangat dalam bekerja.
Ada
ahli yang mengemukakan dua jenis karmaphala yang berkaitan dengan kehidupan
umat manusia, yaitu Karma Sangga dan Karma Yoga. Karma Sangga merupakan hasil
dari setiap perbuatan, tugas, kewajiban yang berkaitan dengan keduniawian,
menyangkut kehidupan sosial manusia dalam bermasyarakat. Bila orang bekerja
dengan tenaga fisik, dia akan menerima upah atau gaji yang disebut dengan
“Karma Kara”. Bila seseorang bekerja dengan pikiran / rohani, dia akan menerima
upah yang disebut dengan “Karma Kesama”. Dengan demikian, Karma Sangga
merupakan hasil dari perbuatan manusia yang terkait dengan urusan keduniawian,
dan terdiri dari Karma Kara dan Karma Kesama. Karma Yoga merupakan hasil dari
segala perbuatan yang dilakukan tanpa ikatan keduniawian, tanpa memikirkan
upah, tanpa berpikir tentang untung atau rugi, karena meyakini bahwa segala
perbuatan nya adalah atas kehendak Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Di
dalam kitab suci Bhagawad Gita juga diuraikan mengenai Akarma dan Wikarma.
Akarma adalah situasi dimana manusia tidak bertindak, tidak melakukan apa pun.
Ikarma merupakan situasi dimana manusia melakukan perbuatan yang keliru. Bila
kita tidak melakukan apa pun, malas untuk bergerak, enggan bekerja, tubuh kita
tidak akan terpelihara. Contohnya; orang yang “Mager”, malas bergerak, enggan
“Move on”, tidak mau bergerak maju, tidak aka nada hasil yang bisa dicapai bila
kita tidak bekerja, memilih bersantai, tidak mau membuktikan kemampuan diri,
diam di tempat dan hanya berharap terhadap bantuan orang lain. Baik Akarma
maupun Wikarma terjadi bila bertentangan dengan norma hukum, norma susila,
norma agama, norma adat istiadat yang berlaku di tengah masyarakat.
Selain
Karma Phala, umat Hindu juga meyakini adanya Punarbhawa. Punarbhawa berarti
kelahiran kembali atau reinkarnasi, Samsara. Terlahir kembali, kelahiran
kembali di dunia ini sesungguhnya merupakan samsara atau penderitaan yang harus
kita akhiri melalui kesempatan hidup di dunia. Dengan berusaha menjalani hidup
sebaik mungkin, tidak menyia-nyiakan kehidupan, berupaya berbuat baik,
senantiasa bersyukur, berdoa dan bekerja keras, kita dapat mencapai moksa.
Moksa membawa sang atman bersatu dengan Tuhan, dan terbebas dari terlahir
kembali ke dunia. Keyakinan akan Punarbhawa mampu memotivasi manusia untuk
senantiasa melakukan hal positif bagi diri sendiri juga orang lain, karena hal
ini akan membuatnya mampu meningkatkan kualitas kehidupan. Baik dan buruk nya
karma juga mempengaruhi kualitas Karma Wesana. Karma Wasana muncul dari adanya
berbagai keinginan manusia. Kemampuan mengendalikan keinginan membuat manusia
mampu mengendalikan karma yang ditimbulkan dari keinginan nya tersebut.
Contohnya, seseorang yang menginginkan memiliki mobil, sementara dia hanya
mampu memiliki motor. Seseorang yang hanya mampu memiliki sebuah mobil bekas,
sedangkan dia berharap memiliki mobil dengan merek terkenal, dan keluaran terbaru.
Hal
ini memberikan pemahaman pada kita bahwa umat manusia diharapkan mampu
memanfaatkan setiap kesempatan yang dimiliki, berupaya memupuk Subha Karma
(perbuatan baik), dan menghindari Asubha Karma (perbuatan jahat). Dengan
demikian tujuan hidup dapat tercapai, tidak menitis kembali untuk menjalani
kehidupan di dunia, dan dapat mempersatukan sang atman dengan Brahman,
tercapainya Sat Cit Ananda, kebahagiaan yang kekal dan abadi, terbebaskan dari
segala keterikatan (Moksa). Sesuai dengan tujuan agama Hindu, yakni Moksartham Jagaditha Ya Ca Iti Dharma.
Santidiwyarthi, Denpasar, 29 Maret 2020