Kedamaian selalu memiliki hubungan dengan berbagai aspek lainnya. Baik penalaran / logika kita, baik keyakinan yang kita miliki, maupun link dengan ego, nafsu, hati nurani, segaka rasa, baik susah, senang, sedih, puas, hampa dan nelangsa...
Bagaimana mungkin, seseorang dapat mengatakan bahwa dia memperoleh kedamaian tanpa mengetahui batasan, ambang batas toleransi dirinya, baik basal maupun ceiling, dari akal budi, keyakinan, hati nurani dan rasa yang ada dalam dirinya?
Jadi, jika saya dapat mengetahui, bahwa saya adalah seorang wanita yang tomboi, dan memiliki pikiran-pikiran liar, juga fantasi serta mimpi dan asa tentang segala yang saya mau, namun, saya mampu menyesuaikannya dengan kemampuan saya menerima situasi dan kondisi yang saya miliki, membuatnya link and match dengan konteks kekinian dimana saya berada dan hidup kini,
Kasarnya... dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung, sesuaikan dengan pola Tri Hita Karana, Desa, Kala, Patra, plus, rujukan dari ajaran agama, serta arahan dari pemuka agama dan adat istiadat yang ada... Saat inilah, saya akan dapat memperoleh kedamaian dalam diri saya...
Karena saya tahu batasan diri saya, yang miskin, yang jelek, yang tidak harus hidup dalam ilusi, dan bersikap munafik... namun dengan menerima semua apa adanya, dan berusaha hidup dengan semakin baik lagi, lebih baik lagi...
Intinya, kedamaian adalah, bagaimana kita membuat link and match, antara Das Sein dan Das Sollen (muridku tambahkan... das mekeplug)..... antara Ich, Ego dan Superego..... antara Cipta, Rasa dan Karsa....... antara Afektif, Kognitif dan Konatif....... antara Bakat dan Minat....... antara Angan / Asa / Harapan / Cita-cita, dan Mimpi / Fantasi, dengan Kenyataan / Fakta / apa yang terpapar di hadapan kita secara gamblang / jelas...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar