Kami duduk se meja…
Namun aku hanya berani melirik Beliau se sekali, menatap kagum,
dan mendengar ceriteranya.
Perlahan Beliau berdiri….
Kami mengira Beliau akan pamit,
Namun ternyata kembali dengan beberapa majalah di tangan yang baru diambil dari mobilnya,
berjudul Neka Art Museum : From Painting to Keris, writing & editing by Bembi Dwi Indrio M.
Aku bersyukur menerima satu,
Kusalami dan merunduk menghormati.
Sebagian tamu, termasuk beliau, pamit pada sang empunya acara pawiwahan,
di Banjar Anggarakasih, Desa Medahan, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar,
Wraspati Wage Medangkungan, Kamis 5 April 2012 ini.
Beliau membuka mobilnya, mengambil buku berjudul setebal halaman edisi luks tersebut,
berjudul Neka Art Museum : The Heart of Art in Bali, by Suteja Neka & Garrett Kam.
Menanyakan nama suamiku, nama ku, dan alamat kantorku,
Lalu membubuhkan tandatangan di bagian dalam buku yang cuma satu untuk diberikan padaku……
Disana tertera: Kenangan untuk Wayan Tagel Eddy & Ibu Santi, STP Nusa Dua Bali.
“Ini saya berikan untuk orang yang menghargai sejarah, dan memahami sastra”,
ujarnya sebelum masuk ke dalam mobil dan berlalu pergi.
Duh, Ratu Bhetare…..
Aku gemetar dengan lutut bergetar,
Mimpi apa aku semalam?
Ini hari ulang tahunku, dan bukan pula tegak otonku,
Namun tak pernah kuharapkan apa pun, tidak ada yg istimewa…
Semua berjalan biasa sebagaimana adanya.
Sungguh, sebuah anugerah indah,
dapat kesempatan mengeduk kedalaman samudera, dan menggapai ketinggian akasa,
menggali wawasan informasi dan berdiskusi dengan banyak guru kehidupan.
Astungkara…. Hyang Perama Kawi.
Suteja Neka, adalah pakar budaya yg kukagumi. Semenjak tahun 1970 Beliau pemilik Museum Seni Neka di Sanggingan, Ubud. Pande Wayan Neka (1917 - 1980), ayah beliau, seorang seniman terkenal dengan karya patung yang unik dan berkualitas, antara lain, patung burung garuda setinggi 3 meter, untuk New York World Fair, di Amerika pada tahun 1964.
Keluarga Neka merupakan pewaris pembuat peralatan perang dari leluhur seorang Mpu Keris, Pande Pan Nedeng, dari kerajaan Peliatan, Ubud, Ida Dewa Agung Djelantik, pada era 1823 - 1845.
Perjuangan Suteja Neka dalam mengumpulkan berbagai benda seni, terutama berbagai keris, hingga berjumlah ratusan, adalah memperkenalkan dan menanamkan nilai luhur nan agung dari keris itu sendiri bagi generasi penerus.
Keris merupakan karya yang memperlihatkan Genius Local Wisdom, keluhuran nan adi luhung yang diwariskan leluhur, sebagai senjata tradisional, benda berwasiat, dan sarana upacara keagamaan yang membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Hindu di Bali. Dan kini diakui keberadaannya di dunia dengan pengakuan yang diberikan UNESCO semenjak 25 November 2005, mengukuhkan keris Indonesia sebagai karya agung warisan kemanusiaan milik seluruh bangsa di dunia..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar