Setelah bergerak
beberapa kali demi membantu umat yang terkena dampak erupsi Gunung Agung, kembali
kali ini Yayasan Jaringan Hindu Nusantara melakukan aktivitas sama. Di hari
Purnama, tanggal 3 Desember 2017, pagi hari dari Renon, menuju Rendang,
Karangasem.
Bersama tiga kendaraan
beriringan, berisi sembako, sayur mayor, beras, air mineral, telur, dan
bingkisan bagi anak-anak yang ikut mengungsi, kami tiba di pemberhentian
pertama. Di Posko Pengungsi yang terletak di Banjar Rendang Tengah, Desa
Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem ini terdapat 35 kepala
keluarga, yang berasal dari Desa Yeh Aa.
Beberapa ibu sedang
asyik mengulat tikar dari belahan bambu, alas untuk menjemur jaje, atau meletakkan
peralatan banten. Anak-anak berlarian di halaman, ada juga yang sedang duduk
bermain dengan teman-temannya. Mereka menghampiri kami, bersalaman, dan menyapa
ramah.
Kulihat seorang ibu
sedang duduk di undakan tangga, kuhampiri dan ikut duduk bersamanya. Cantik dan
gaul dengan lipstick tipis, serta cat kuku di jemari kakinya. "Saya mau
pulang, gak dikasih, saya mau ambil pakaian yang bersih, gak ada ganti nya.
Tanaman tomat, timun, semua mati tertutup abu.."..... Ah, kulihat tatap
mata bersahabat dan tetap bersemangat di wajahnya. Jagalah selalu semangat mu,
bu Putu. Jangan biarkan ujian dan cobaan ini menghancurkan jati diri kita……
Bunda Dea meminta
anak-anak duduk dengan posisi melingkar, lalu secara bergantian mereka
memperkenalkan dirinya. Ada 35 anak-anak, laki-laki dan perempuan, dari
berbagai usia, yang SMA hingga yang masih dipangku oleh orangtuanya. Mereka
secara malu-malu menjelaskan keinginan, “Saya Agus, saya dari Yeh Aa, jika
besar nanti saya mau jadi guru”….. “Saya Putu Ari Pratama, saya mau jadi Polisi”…..
Bunda Wayan dan Bunda
Dea lalu mengajak mereka bernyanyi bersama, sambil menggerakkan jari jemari,
tangan, bergoyang ke kiri dan ke kanan….. Kulihat senyum ceria di wajah mereka, tertawa
bersama, dan malu malu saat diminta bernyanyi sambil menari sendiri di depan
teman-temannya…… Ah, teruslah menyanyi
dan menari, sayangku….. teruslah tersenyum bahagia. Jangan biarkan sedih
melanda jiwa-jiwa suci kalian. Semoga badai segera berlalu……
Bersama Pak Sura, Pak
Kantha, Pak Trisnajaya, Pak Matra, kami
berdiskusi dengan para pengungsi. Ada yang ikut melantunkan mantram Puja
Trisandhya yang dikomandoi oleh pak Matra. Ada yang membantu kami menurunkan
beras bantuan, air mineral, juga telur dari mobil. Hingga tak terasa, dua
jam lebih, kami berada bersama mereka. Kami berpamitan, karena masih ada
beberapa lokasi yang akan dikunjungi.
Berikutnya adalah
Banjar Rendang Kelod. Lokasi yang bersebelahan dengan Banjar Rendang Tengah ini,
berada persis di depan lapangan dimana sedang berlangsung kegiatan yang
bermaksud memperkuat ikatan antar Sekeha Teruna – Teruni di Desa Rendang. Di
Banjar Rendang Kelod terdapat 30 kepala keluarga yang berasal dari Desa
Besakih.
Dua remaja menghampiri
dan menyapa ramah. Menciumi tangan. Salah satu nya berujar, “Saya Meni,
sekarang kelas dua SMK. Ini Riyanti dari Besakih”. Dia lalu membantu kami
menurunkan setumpuk krat telur, mengangkat dua karung beras, menuju bagian
dapur logistik pengungsi.
Selesai beramah tamah
dengan para pengungsi disini, kami bersama coordinator pengungsi bergerak
menuju PVMBG, Pusat pemantauan situasi Gunung Agung yang terletak di Desa
Rendang juga.
Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral, dengan Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah
Timur PVMBG Devy Kamil Syahbana, aktif menyampaikan informasi terkait
perkembangan Gunung Agung. Hasil
pemantauan membantu masyarakat untuk segera mengantisipasi dan mengatasi
berbagai berita yang tidak jelas dan meresahkan. Seperti misalnya pada tanggal
3 Desember 2017, PVMBG menyatakan
konsentrasi gas sulfur dioksida (SO2) Gunung Agung di Kabupaten Karangasem,
Bali, menurun jika dibandingkan ketika erupsi eksplosif pada 26-27 November
2017. "Saat ini nilainya lebih rendah 20 kali lipat," kata Kepala
Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil
Syahbana di Pos Pengamatan Gunung Agung di Desa Rendang, Karangasem.
Menurut data, Gunung Agung mengalami erupsi pada
21 November 2017, pada pukul 17.05 Wita. Asap berwarna kelabu tebal berada di
ketinggian maksimum sekitar 700 meter di atas puncak. Abu letusan bertiup lemah
ke arah timur dan tenggara. (Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo
Purwo Nugroho). Pada tanggal 24 November 2017, Gunung Agung terus menyemburkan
asap dan abu vulkanik dengan ketinggian yang terus meningkat, mencapai ketinggian
3.000 meter dari puncak. Letusan juga disertai dentuman yang terdengar sampai
radius 12 kilometer.
Berdasarkan data sementara yang dihimpun Pusat
Pengendali Operasi (Pusdalops) BPBD, Provinsi Bali, jumlah pengungsi hingga Kamis (29/11/2017) pukul 18.00 WITA
mencapai 43.358 jiwa yang tersebar di 229 titik pengungsian.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo
Purwo Nugroho mengatakan, meletusnya Gunung Agung yang diikuti peningkatan status Awas
mengharuskan warga di 22 desa tersebut keluar dari radius berbahaya sejauh
radius 8 hingga 10 kilometer dari kawah gunung. "Mereka harus mengungsi
karena mereka tinggal kawasan rawan bencana yang ancamannya adalah bahaya dari
landaan awan panas, aliran lava, guguran batu, lontaran batu pijar, dan hujan
abu lebat. Sangat berbahaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar