PENYINTAS COVID-19
Begitu mendapat info
merebaknya virus ini pada akhir tahun 2019, masyarakat di seluruh dunia
mengalami kecemasan luar biasa. Beragam informasi yang beredar, dampak yang
ditimbulkan, upaya pengobatan dan antisipasi yang dilakukan demi pencegahan,
bagai berlomba dengan waktu. Tak pernah sedikitpun berpikir bahwa dampaknya
bakal begitu luar biasa, merambah di seluruh dunia. Mulai dari perekonomian,
pendidikan, perdagangan, sosial, pariwisata dan perhotelan, pertanian, dan
berbagai aspek kehidupan bagai terhenti.
Menerima info begitu
banyak korban langsung penderita virus Corona, membuatku semakin waspada.
Jadwal vaksinasi tahap pertama yang akan kuterima bersama suami saat itu, Selasa
16 Maret 2021, semakin membuatku mempersiapkan diri dengan sebaiknya. Kami
melakukan tes swab PCR, tes usap secara mandiri, sehari setelah Hari Raya Suci
Nyepi, Senin, 15 Maret 2021, sebelum keesokan harinya menerima vaksin di salah
satu RS di kota Denpasar. Vaksin Covid-19 pertama berjalan lancar, dangan Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) berupa sedikit nyeri dan rasa ngantuk seharian
mendera. Keesokan hari kami sudah melanjutkan aktivitas seperti biasa. Aku
terjadwal menerima suntikan vaksin kedua pada Hari Selasa, tanggal 30 Maret
2021. Bertepatan dengan Pujawali, Anggara Kasih Julungwangi, hari piodalan di
Merajan Dadia, Banjar Kapit, Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten
Klungkung. Suami terjadwal menerima vaksin kedua dengan rentang waktu lebih
lama, satu setengah bulan kemudian, dengan alasan sudah termasuk kategori
lansia. Bahkan, setelah kuikuti menerima suntikan vaksin kedua, kembali di RS
di tengah kota Denpasar ini, tidak ada faktor ikutan yang berarti, kecuali
sedikit mengantuk. Hari Selasa, 2021.
Putra pertamaku
mengeluh mengalami demam. Kami bikir ini adalah gejala biasa, karena kelelahan
setelah rangkaian upacara yang melelahkan, pulang kampung dan kehujanan. Dia
memutuskan melakukan tes swab PCR secara mandiri pagi hari Kamis, 1 April 2021.
Siang hari informasi hasil tes keluar, dia dinyatakan positif Covid. Tentu
sebagai seorang ibu, aku sangat kaget. Bukan karena berharap ini April Mob. Namun
panik dan histeris tidak akan menyelesaikan masalah. Aku yang sedang berada di
kantor, segera menyampaikan informasi pada pimpinan, mohon ijin untuk permisi
pulang. Kuminta anak-anakku segera pulang, dan merencanakan tes swab secara
mandiri bagi kami semua. Kusiapkan rencana panjang bagi kesembuhan keluarga.
Menyediakan bahan makanan selama isolasi mandiri yang entah berapa lama akan
berlangsung.
Jum’at pagi, 2 April
2021, setelah melakukan tes swab PCR, aku dan kedua anakku dinyatakan positif
Covid-19, suami negatif. Tidak ada rujukan perawatan secara khusus. Kami
melakukan isolasi mandiri di rumah. Kusampaikan informasi sesuai protockl
kesehatan, kepada seluruh warga di perumahan kami dan kepala lingkungan
mengenai situasi terkini keluarga kami, kepada pimpinan di kantorku, juga di
kantor suami, kepada keluarga besarku. Aku juga menghubungi para sahabat dan
anggota keluarga, menanyakan pengalaman mereka dan memohon informasi bagaimana
sebaiknya dalam menghadapi situasi ini.
Berhubung suami
dinyatakan negatif Covid-19, untuk memudahkan penanganan, maka suami yang
mengisolasi diri. Dengan penggunaan kamar mandi dan kamar tidur terpisah.
Begitu banyak cinta
yang kami terima, penguatan berupa motivasi dan doa yang dipanjatkan oleh para
sahabat, tetangga, bahkan orang yang tidak kami kenal sekalipun. Keluarga kami
mendapatkan berbagai bahan makanan, mulai dari beras, sayur, daging, mie,
telur, kue berbagai rupa dan rasa, air mineral, makanan jadi, vitamin, obat,
berbagai buah, bahkan mendapatkan air rebusan daun keniren atau sambiloto yang
terkenal pahit, beserta daun keringnya, untuk dibuat minuman. Aku sungguh
terharu. Merasa tidak sendirian dalam perjuangan meraih kesembuhan. Hari-hariku
selalu mendapatkan pencerahan dengan berbagai informasi pengalaman mereka yang
merupakan penyintas Covid-19, atau anggota keluarganya pernah menderita
Covid-19, bahkan mereka berupaya mendapatkan informasi dari para pakar lainnya,
dalam rangka membantuku menangani penyakit Covid-19
Gejala yang kurasakan
beserta keluarga, berbagai macam. Putra pertamaku demam, panas naik dan turun
tidak terkirakan, hingga harus dikompres sepanjang malam. Mereka mengalami
indra penciuman tidak bisa membedakan dan merasakan bau parfum atau rasa
makanan. Putra keduaku tidak mengalami demam, namun sempat mengalami mimisan
memasuki hari ketiga, menandakan panas di dalam tubuhnya. Putra pertamaku
mengalami sesak nafas, dan kesulitan bernafas di malam ke empatnya, dan dibantu
dengan alat bantu pernafasan dari tabung oksigen yang kami sediakan. Kupaksa
mereka sarapan di pagi hari, meski terkadang mereka menolak. Aku berupaya
mereka makan teratur dan bergizi demi kesembuhan segera.
Setiap pagi kami
berjemur di halaman, berolah raga, dan mencoba tetap fokus, bergembira, melalui
dengan nonton film yang lucu, hingga nonton film horor bersama. Kusediakan
potongan buah naga setiap pagi, siang, dan sore, yang harus mereka habiskan
agar panas tubuh terkendali. Selalu ada kegiatan yang kami lakukan bersama
untuk mengatasi rasa jenuh dan menghindari tegang atau panik akibat memikirkan
penyakit ini. Aku sempat mengalami kesulitan bernafas memasuki hari ketiga, dan
mengalami gejala halusinasi hingga tidak bisa tidur beberapa malam. Terus
menerus kupantau suhu tubuh dan tingkat saturasi anak-anak dengan alat yang
kami beli untuk keperluan ini. Memasuki hari kelima, situasi sudah semakin
membaik, indra penciuman dan perasa kami sudah mulai pulih. Namun aku tidak
boleh lengah. Tetap kuminta kami waspada dan saling mengingatkan satu sama
lain. Apalagi kali ini suami ikutan mengalami gejala batuk berkepanjangan dan
pilek. Aku khawatir bila dia tertular kami juga.
Setiap malam tidak
pernah tidur lelap, hanya satu jam per hari. Covid-19 membuat syaraf tidak
bekerja sempurna. Disamping gagal fokus akibat gangguan syaraf, mudah merasa
lelah, dan rasa was-was yang membuatku selalu terjaga, memperhatikan gerakan
pernafasan anak-anakku, juga kondisi mereka sepanjang malam. Kuupayakan
peralatan dan pakaian kami harus dalam kondisi bersih dan siap dipergunakan
kembali.
Senin, 12 April 2021.
Kami menjalani tes swab PCR kembali. Hasilnya sungguh membahagiakan, kami semua
dinyatakan sudah negatif Virus Corona-19. Termasuk suami, dia juga tetap negatif.
Kusampaikan berita membahagiakan ini kepada keluarga, para tetangga di
perumahan kami, para sahabat, sesama alumni Psikologi Universitas Gadjah Mada,
sesama Alumni KMHD UGM, rekan di kantor, pimpinan kantorku. Namun kami tetap
melanjutkan isolasi mandiri selama tiga hari ke depan, kembali melakukan tes
swab PCR, demi kebaikan diri kami, orang – orang terkasih di sekeliling kami,
dan orang lain yang berhubungan dengan kami. Tetap waspada, dan melakukan
aktivitas sesuai protokol kesehatan.
Berbagai rasa yang
terlibat dalam pandemi yang kami alami…. Mulai dari sedih, resah, galau, cemas,
panik. Aku berusaha tidak marah, kecewa, mencaci. Kesibukan membantuku
mengatasi hadirnya pikiran yang aneh dan perasaan yang bisa membuatku semakin
terpuruk. Aku merancang menu olahan makanan bagi keluarga, meski sederhana,
namun bisa meningkatkan imun atau antibodi di dalam tubuh mereka, aku
menyibukkan diri dengan beres-beres seisi rumah, aku membuat materi beberapa
tulisan, untuk beberapa jurnal, aku berdiskusi dengan para mahasiswa terkait
perkembangan proses pembelajaran, berdiskusi dengan anak-anak terkait kegiatan
belajar mereka.
Kami bersembahyang
bersama. Meski tidak bisa merayakan Hari Suci Galungan dan Kuningan seperti
biasa, kami tetap bersembahyang. Bahkan, hari lahirku yang jatuh tanggal 5
April, cukup dilalui dengan berdoa di dalam hati. Bersyukur atas segala ujian
dan tantangan, cobaan yang hadir di tengah kami sekeluarga, segalanya kami
pasrahkan pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa. Lahir, hidup
dan mati, penyakit, kesehatan, kebahagiaan, semua terjadi hanyalah atas
kehendak Beliau. Tugas kita semua menjalani kehidupan dengan sebaik mungkin.
Kamilah Penyintas Covid-19, pasien penderita yang sudah sembuh dari Covid-19.