Melasti atau Melis, atau juga Mekiyis, adalah rangkaian upacara yang diselenggarakan berkaitan dengan Hari Raya Nyepi. Berbagai benda pusaka, benda keramat, diarak menuju segara atau pantai. Benda tersebut diletakkan dalam jempana, atau rumah panggung mini. Mengikuti perkembangan jaman, kini jempana sering diletakkan di atas kereta roda, sehingga memudahkan umat untuk mengaraknya bersama.
Pelaksanaan Melasti diberbagai tempat mengikuti kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh para pemuka agama atau tokoh masyarakat Hindu. Misalnya, di Tabanan, Desa batuaji, Penulisan dan Samsam di kecamatan Kerambitan telah melaksanakan rangkaian upacara Melasti ini pada hari Minggu, 27 Februari 2011 lalu. Demikian pula dengan umat Hindu di Kalimantan Barat, mereka memusatkan rangkaian upacara Melasti di Pantai Kijing.
Umat Hindu percaya, bahwa dengan melakukan ritual prosesi Melasti, berbagai kesaktian dan kesucian benda pusaka akan selalu terjaga, merupakan upaya menghormati dan menghargai benda yang telah diwariskan oleh para leluhur, dan sebagai bentuk pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Karena bukankah... setiap kelompok masyarakat dan umat beragama memiliki berbagai cara memperlihatkan segala puja dan puji syukur mereka bagi Tuhan ?
Di sisi lain, Melasti juga salah satu bentuk menggalang persatuan dan kesatuan di antara mereka, penyungsung kebudayaan tersebut. Berjalan ber puluh kilometer bersama-sama, menggendong anak di bahu, menjalin nada dalam suara gamelan, menyungsung Jempana, membawa pengider atau tombak, banten. Bergerak menuju segara atau pantai terdekat, dan melakukan prosesi penyucian berbagai benda pusaka tersebut, kemudian kembali menuju ke Pura Desa Pekraman untuk meletakkan / melinggihkan berbagai benda yang di keramatkan tersebut selama 2 hari sehingga hari raya Nyepi berakhir, lalu kembali mengarak benda pusaka untuk disimpan / dilinggihkan di pura panti / pura keluarga / pura dimana sebelumnya benda pusaka tersebut dilinggihkan seperti semula.
Local Genius dalam dunia globalisasi ini telah menunjukkan betapa masyarakat kita sesungguhnya memiliki kualitas dharma dalam berbagai ruang sendi kehidupan ini. Baik itu umat Hindu, Islam, Budha, Kristen dan Katholik, juga Kong Hu Cu. Dengan bersama-sama mengadakan kegiatan yang berkaitan dengan dharma, menunjukkan keterlibatan batin, antara tua dan muda, tanpa membedakan miskin dan kaya, yang cacat dan tak berpendidikan, semua berkumpul bersama, saling pakedek-pakenyum, paras paros, sagilik salunglung sabayantaka...
Ada yang nepak ceng ceng, pukul gong, membawa banten, mengusung jempana, menggendong anak, menuntun yang tua dan sakit, memegang tombak, dan mengiringi dari belakang, mengawal rombongan dari berbagai Pura. Ada yang berasal dari Pura keluarga / pura pribadi, ada yang berasal dari Pura Desa, Pura Dalem, dan lainnya lagi.
http://berita.liputan6.com/sosbud/201103/322339/Jelang_Nyepi_Umat_Hindu_Gelar_Upacara_Melasti mengemukakan:
Umat Hindu Dharma di Bali mulai menggelar prosesi ritual Melasti, yakni membersihkan pratima atau benda yang disakralkan, mengawali perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1933 yang jatuh pada hari Sabtu (5/3).
Masyarakat Desa Adat Ole dan Desa Marga Dauh Puri, di Kabupaten Tabanan, hari Selasa (1/3) untuk melaksanakan ritual Melasti ke Danau Beratan, Bedugul, Kecamatan Baturiti yang berjarak sekitar 15 km ke arah utara dari desa adat bersangkutan. Memilih hari pertama untuk melaksanakan Melasti itu, didasarkan atas pertimbangan, warga masyarakat mempunyai kesibukan yang sangat padat untuk menggelar kegiatan ritual pada peralihan tahun saka dari 1932 ke 1933. Sebagian besar warga masyarakat Ole tampak ikut ambil bagian dalam kegiatan ritual itu, dengan menggunakan belasan kendaraan maupun sepeda motor menuju lokasi yang berjarak sekitar 15 km arah timur laut dari desa adat bersangkutan.
Ratusan warga berbondong-bondong mengikuti rangkaian upacara Melasti sambil membawa sesaji dan peralatan suci, diiringi alunan musik tradisional Bali (gamelan) yang bertalu-talu. Kegiatan ritual tersebut berlangsung dari pagi hingga sore, baik di danau maupun di lingkungan Desa Adat Ole.
Sementara desa adat lainnya di Bali selain ada juga yang memilih hari pertama, juga bisa hari kedua, ketiga atau keempat sesuai pedoman majelis tertinggi umat Hindu di Bali. Umat Hindu di Bali dalam memperingati pergantian tahun saka dari 1932 ke tahun baru 1933 melakukan serangkaian upacara keagamaan yang diawali dengan Melasti.
Selesai Melasti dilanjutkan dengan melaksanakan upacara Tawur Kesanga pada hari Jumat (4/3), sehari menjelang Nyepi, dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat Provinsi Bali yang dipusatkan di Pura Besakih, kemudian tingkat kabupaten/kota, kecamatan, desa adat hingga rumah tangga masing-masing.
Tawur Kesanga yang berakhir pada petang hari itu dilanjutkan dengan Ngerupuk yang bertujuan untuk menetralkan semua kekuatan dan pengaruh negatif bhutakala, yakni roh atau makluk jahat yang tidak kelihatan secara kasat mata. Keesokan harinya, Sabtu (5/3), umat Hindu merayakan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1933 dengan melaksanakan Tapa Berata penyepian. (Ant/ARI)
http://berita.liputan6.com/sosbud/201102/322103/Umat_Hindu_Tengger_Gelar_Upacara_Melasti menjelaskan :
Ribuan umat Hindu dari Suku Tengger menggelar upacara melasti atau labuhan suci di Pantai Watu Pecak, Lumajang, Jawa Timur, Ahad (27/2). Beragam sesaji hasil bumi dibawa ribuan umat Hindu dalam upacara yang bertujuan untuk mensucikan alam semesta dan mensucikan diri dari segala kotoran tersebut.
Upacara yang merupakan rangkaian Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1933 dilakukan di laut sebagai simbol peleburan, dimana seluruh air akhirnya akan masuk ke laut. Dalam upacara ini juga dibuang binatang ke tengah laut sebagai simbol membuang enam sifat buruk manusia, yaitu kama atau nafsu biologis, rakus, kemarahan, madha atau kemabukan, kebingungan, dan sikap iri hati.(ADO)
http://www.balistarisland.com/Balinews/BaliNews-Apr0601.htm menjelaskan bahwa :
Melasti Ceremony / Hindu Symbol Purification in Parade
Bali owns immeasurable culture where every day we can find the Hindu ritual in the island, which is famous known as an Island of the god. One of important ceremony in Hindu rituals is Melasti or purification the Pratima (god symbol) and other Hindu Religion symbol at the beach. This Melasti Ceremony is conducted once a year in conjunction with the big Hindu Holiday called Nyepi Day/ silent day. The Melasti event is generally done three-day before Nyepi day or depends to the local custom countryside rule. At the Melasti celebration, all Hindu people in Indonesia especially in Bali troop to carry the holy symbol of Hindu religion to the sea to be cleaned and looked at the alongside road the parade of Umbul-umbul symbol and others. It is also accompanied by the gamelan traditional enliven this event.
Jadi, ada yag memulainya terlebih dahulu, ada yang lebih dekat ke perayaan Hari Raya Nyepi, tergantung masing-masing kebijakan yang diambil.
Parade in the Spirit of Balinese Religious
It is a beautiful view in Melasti celebration that you can find in Bali if you pay a visit to Bali Island before the Nyepi Day where entire Hindu people in Bali come trooping to local temple and carry the symbol of the infinite and other Hindu religion to sea. This celebration is very amazing where Hindu people with their typical clothes walk to the sea accompanied by the traditional gamelan the same time bring the pennon (Umbul-Umbul) and other symbols. After cleaning the symbol of the infinite or other Hindu symbols, entire Hindu people return to rural to bring back its symbols to each temple. There is a happened unique view here where some Hindu people experience of the Kesurupan (occurrence of outside its consciousness nature) designating the ceremony run at ease. Multifarious offerings have been prepared inclusive Balinese Traditional Dance welcome the deity arrival and its symbol from the sea before placed in each temple. This matter represents the important shares from celebration of big holiday of Hindu people where Hindu People will celebrate the Nyepi Day. at the (time) of Nyepi day, entire/all people hindu will experience the Brata Panyepian (Abstention of Feast Day Of Ramadan Nyepi) that is Amati Geni is may not fire the fire, Amai Krya is may not work the, Amai Lelanguan is may not travel and Amai Lelungan [is] may not voice to ossify. By running this four abstention was clear the circumstance in Bali Island is very silent and there no vehicle run on the road, no light is on and no activities. This matter is the unique event in world and represent the fascination make the tourist come to Bali .
Ehm....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar