Setelah hari Minggu, 21 Agustus 2011 kembali pulang ke Batuaji, Kerambitan, dan mampir ke rumah ipar dimana mertuaku berada, pukul 6 sore tiba di rumah. Merapikan se isi rumah, membersihkan diri, mengecek tugas harian anak-anak dan juga tugas yang diberikan para guru mereka adalah tugas rutin di malam hariku. Menikmati malam dengan bersantai sebelum esok hari mulai dengan kehebohan lain.....
Senin pagi, 22 Agustus 2011, morning crazy sudah reda. Anak-anak sudah berangkat sekolah. Namun terdengar anak tetangga menangis. Hmmm, Kadek Raras menangis sedih karena tidak berhasil menemukan pasangan kaos kakinya. Dia baru masuk SMP kelas I. Juara I di sekolahnya waktu tamat SD. Ibunya sibuk mengomeli sang anak. Trenyuh hatiku.....
Kubayangkan, anak2ku ada pada posisi seperti yang dialaminya. Ibunya terpaksa tinggal terpisah dengan bapaknya karena pekerjaan yang tidak bisa disatukan. Kadek adalah anak kedua dari 5 bersaudara. Adik2nya sibuk berteriak2 dan berlarian di sekitarnya. Si bungsu yang baru berusia 1,5 tahun menangis ingin ikut ibunya menghantar kadek ke sekolah. Pengasuh adik2nya sedang sibuk mencari pasangan kaos kaki yang entah berada dimana....
Bergegas kubuka lemari pakaian kedua anakku, kuambil sepasang kaos kaki. Ku ambil pula se bungkus nasi kuning yang masih tersisa di atas meja, lalu berjalan membuka gerbang pagar rumah kami, menuju ke rumah depan. Kuangsurkan pada nya, kubuka ransel tas yang tersampir di bahunya, lalu kuminta ibu nya menyudahi mengomeli anaknya, dan segera mengeluarkan motor untuk mengantar Kadek ke sekolah.
Tuhan, kami bukanlah keluarga kaya....
Namun, kedua orangtuaku mengajarkan untuk selalu berbagi dengan orang lain, dan menebar damai dimanapun kami berada. Dan kini, aku bertugas mengajarkan pada anakku, menjadi diri mereka sendiri, berbagi pula dengan orang lain, bersyukur atas segala yang masih boleh kami terima kemarin dan hari ini.....
Selesai disini, aku bergegas mengenakan uniform kantor kami, mengeluarkan kendaraan, dan berangkat menuju Nusa Dua. Ada kelas yang harus kuajar pukul 13.40 nanti. DIV Manajemen Akunting Hospitality semester 1. Namun teman2 kantor merencanakan untuk melayat ke Sudaji, Buleleng. Bapak bu Lasmini, teman satu ruangku, meninggal. Hmm, aku ingin ikut. Maka segera kutuntaskan beberapa pekerjaan, menghubungi ketua kelas, memberikan materi pelajaran untuk hari itu, dan bersiap bergabung dengan rekan2 lain.
Berhubung aku mengendarai motor ke kampus, maka harus kukendarai pula motor ke Denpasar. Kembali ke rumah, meminta Ayu, simbok, untuk meletakkan tas ransel berisi laptop di atas meja, lalu kembali ke jalan Imam Bonjol, menitipkan motor di TakaPit, toko yang menjual aksesoris dan ban mobil. 15 menit menanti, Pregio kantor kami tiba. Didalamnya ada Ketua STPNDB, para puket, bu Sulis, Bu Lastara, Bu Komang, Bu Desak, Bu Mirah, dan Bu Sri Manis. 3 jam berada di dalam mobil, akhirnya kami tiba di desa Sudaji.
Bu Lasmini memiliki 5 saudara lainnya, ada Pak Lastika, dan Bu Las. Mereka bersama keluarga bertetangga denganku. Ehm.... That's what friends are for, bukan? Karena kita ga bisa hidup sendiri, saling berbagi dengan yang lain, walau itu mungkin cuma sekedar rasa.... simpati dan doa bagi yang sedang berduka cita. Lagipula, kita ga pernah bisa tahu bakal bagaimana hidup kita esok lusa.
Tiba kembali di Denpasar, waktu menunjukkan pukul 7 malam, hari sudah gelap. Suamiku bersama beberapa teman tetangga masih ada di Sembung, Mengwi, undangan mepandes dari tetangga kami pula. Simbok sedang mengikuti sekolah Paket Kejar C untuk meraih ijasah SMA. Si bungsu melaporkan via telpon, sedang ribut dengan sang kakak karena tidak mau membuatkannya mie goreng, sang kakak membela diri dengan ungkapan bahwa adiknya sudah dua piring makan mie. Swaha.... Hari-hari lain lagi dalam kehidupanku.
Senin pagi, 22 Agustus 2011, morning crazy sudah reda. Anak-anak sudah berangkat sekolah. Namun terdengar anak tetangga menangis. Hmmm, Kadek Raras menangis sedih karena tidak berhasil menemukan pasangan kaos kakinya. Dia baru masuk SMP kelas I. Juara I di sekolahnya waktu tamat SD. Ibunya sibuk mengomeli sang anak. Trenyuh hatiku.....
Kubayangkan, anak2ku ada pada posisi seperti yang dialaminya. Ibunya terpaksa tinggal terpisah dengan bapaknya karena pekerjaan yang tidak bisa disatukan. Kadek adalah anak kedua dari 5 bersaudara. Adik2nya sibuk berteriak2 dan berlarian di sekitarnya. Si bungsu yang baru berusia 1,5 tahun menangis ingin ikut ibunya menghantar kadek ke sekolah. Pengasuh adik2nya sedang sibuk mencari pasangan kaos kaki yang entah berada dimana....
Bergegas kubuka lemari pakaian kedua anakku, kuambil sepasang kaos kaki. Ku ambil pula se bungkus nasi kuning yang masih tersisa di atas meja, lalu berjalan membuka gerbang pagar rumah kami, menuju ke rumah depan. Kuangsurkan pada nya, kubuka ransel tas yang tersampir di bahunya, lalu kuminta ibu nya menyudahi mengomeli anaknya, dan segera mengeluarkan motor untuk mengantar Kadek ke sekolah.
Tuhan, kami bukanlah keluarga kaya....
Namun, kedua orangtuaku mengajarkan untuk selalu berbagi dengan orang lain, dan menebar damai dimanapun kami berada. Dan kini, aku bertugas mengajarkan pada anakku, menjadi diri mereka sendiri, berbagi pula dengan orang lain, bersyukur atas segala yang masih boleh kami terima kemarin dan hari ini.....
Selesai disini, aku bergegas mengenakan uniform kantor kami, mengeluarkan kendaraan, dan berangkat menuju Nusa Dua. Ada kelas yang harus kuajar pukul 13.40 nanti. DIV Manajemen Akunting Hospitality semester 1. Namun teman2 kantor merencanakan untuk melayat ke Sudaji, Buleleng. Bapak bu Lasmini, teman satu ruangku, meninggal. Hmm, aku ingin ikut. Maka segera kutuntaskan beberapa pekerjaan, menghubungi ketua kelas, memberikan materi pelajaran untuk hari itu, dan bersiap bergabung dengan rekan2 lain.
Berhubung aku mengendarai motor ke kampus, maka harus kukendarai pula motor ke Denpasar. Kembali ke rumah, meminta Ayu, simbok, untuk meletakkan tas ransel berisi laptop di atas meja, lalu kembali ke jalan Imam Bonjol, menitipkan motor di TakaPit, toko yang menjual aksesoris dan ban mobil. 15 menit menanti, Pregio kantor kami tiba. Didalamnya ada Ketua STPNDB, para puket, bu Sulis, Bu Lastara, Bu Komang, Bu Desak, Bu Mirah, dan Bu Sri Manis. 3 jam berada di dalam mobil, akhirnya kami tiba di desa Sudaji.
Bu Lasmini memiliki 5 saudara lainnya, ada Pak Lastika, dan Bu Las. Mereka bersama keluarga bertetangga denganku. Ehm.... That's what friends are for, bukan? Karena kita ga bisa hidup sendiri, saling berbagi dengan yang lain, walau itu mungkin cuma sekedar rasa.... simpati dan doa bagi yang sedang berduka cita. Lagipula, kita ga pernah bisa tahu bakal bagaimana hidup kita esok lusa.
Tiba kembali di Denpasar, waktu menunjukkan pukul 7 malam, hari sudah gelap. Suamiku bersama beberapa teman tetangga masih ada di Sembung, Mengwi, undangan mepandes dari tetangga kami pula. Simbok sedang mengikuti sekolah Paket Kejar C untuk meraih ijasah SMA. Si bungsu melaporkan via telpon, sedang ribut dengan sang kakak karena tidak mau membuatkannya mie goreng, sang kakak membela diri dengan ungkapan bahwa adiknya sudah dua piring makan mie. Swaha.... Hari-hari lain lagi dalam kehidupanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar