Saling mencintai dan
mengasihi satu sama lain
dan kepada siapa saja
tanpa memandang perbedaan fisik
akan memberikan
keseimbangan cinta kasih.
(Yajur Weda 32. 8)
“Sa’atah protasca wibhuh prajasu”
artinya Tuhan terjalin
dalam makhluk yang diciptakan.
Dan di dalam ajaran
Hindu, perspektif cinta kasih diwujudkan dalam hubungan horizontal, vertikal,
diagonal, juga universal, yang dikenal dengan Tri Hita Karana. Tri Hita Karana
sebagai sebuah perwujudan cinta kasih secara nyata, dalam bentuk interaksi
sosial religious, yaitu sesame manusia (pawongan), antara manusia dengan alam
lingkungan di sekelilingnya (palemahan), dan antara manusia dengan Tuhan Yang
Maha Esa (parahyangan).
Hanya mereka yang mampu
memahami sifat hakiki dari kasih sayang sejati yang mampu menerapkan cinta
kasih pula di dalam kehidupan, bersikap welas asih terhadpa semua mahluk hidup.
Hanya mereka yang mampu mewujudkan kasih sayang di dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari yang akan mampu memiliki spirit, semangat, me taksu, dalam
perbuatannya.
Ini pula yang
diharapkan dari umat Hindu, bukan tentang mewahnya kehidupan, bukan tentang
banyak nya bantuan yang kita berikan, bukan pula tentang megahnya upacara
pengorbanan yang kita wujudkan dalam kehidupan.
Cinta kasih hanya dapat
terwujud jika manusia dapat saling memahami serta mengimplimentasikan cipta,
rasa dan karsa menjadi satu, baik spiritual maupun rasional, yang berlandaskan
ajaran “Tat Twam Asi” Chandogya Upanisad VI : 14, sloka 1, Dasar dari cinta
kasih adalah Aku adalah kamu. Di dalam dirimu tercermin jiwaku, demikian pula
sebaliknya. “Sarwam khalu idan Brahman”, Chandogya Upanisad III : 14 sloka 3,
yang bermakna semua ini adalah Brahman / Tuhan. Ciptaan dan cerminan dari
Tuhan. “Aham Brahman asmi” (Brhadaranyaka Upanisad I : 4 sloka 10), Aku adalah
Brahman / Tuhan. Di dalam diri kita terdapat cerminan sifat Tuhan.
Atharwa Weda III.30
“Aku membuat engkau
bersatu dalam hati,
bersatu dalam pikiran,
tanpa rasa benci,
mempunyai ikatan satu
sama lain
seperti anak sapi yang
baru lahir dari induknya.
Agar anak mengikuti
Ayahnya dalam kehidupan yang mulia
dan sehaluan dengan
Ibunya.
Agar si isteri
berbicara yang manis,
mengucapkan kata-kata
damai kepada suaminya.
Agar sesama saudara,
laki atau perempuan tidak saling membenci.
Agar semua bersatu dan
menyatu dalam tujuan yang luhur
dan berbicara dengan
sopan.
Semoga minuman yang
engkau minum bersama dan makan makanan bersama.”
Cinta kasih di dalam
keluarga, di era milenial tidak lagi hanya sekedar pemaksaan kehendak. Yang sangat
menonjol adalah adanya keterbukaan, saling bersikap jujur, mengembangkan sikap
saling memahami dan memotivasi, sehingga beragam masalah keluarga dapat
diselesaikan, menciptakan keselarasan dan kesesuaian seperti pada alam, sesuai
dengan hukum abadi (Rta).
Konsep hubungan garis vertikal dan horizontal juga berlaku dalam kehidupan keluarga agar mencapai satu tujuan luhur yaitu keharmonisan, ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan bersama. Kebersamaan yang begitu menonjol dalam kehidupan keluarga inti menjadi parameter ke tingkat kehidupan keluarga yang lebih besar dan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar