Tiba pk 9.00, di SMANSA Denpasar yang memiliki semboyan Karmany Eva Dhikaraste Maphalesu Kadhacana ini, terlihat lumayan banyak pula ortu yang hadir. Banyak pula kaum ibu yang hadir tanpa didampingi para bapak, dengan berbagai alasan. Berbagai wajah ceria terlihat di sana. Ada Prof. Ramantha yang dekan FE Unud sekaligus sebagai Ketua Komite SMANSA, walau tidak ada anaknya lagi yang bersekolah di sana. Ada juga, Prof. Maba. Yang tidak hadir selaku anggota Komite adalah Prof. Dasi Astawa. Ada jajaran guru yang menjadi wali kelas satu SMANSA. Ada juga orangtua murid yang ku kenal. seperti Kepsek SDN 3 dimana anakku bersekolah, di Padang Sambian Kelod. Prof. Parimartha, guruku di Program S3 Pasca Sarjana Kajian Budaya di UNUD. Mantan PD II FT UNUD, dan masih banyak lagi lainnya.
Kepsek SMANSA Denpasar, Pak Tumbuh yang akan pensiun se tahun lagi, mengawali dengan berbagai kata pengantar, memperkenalkan berbagai jejeran dan jajaran pemimpin, serta para guru yang ada di SMANSA. Beliau juga menjelaskan berbagai progam perencanaan dan pelaksanaan serta evaluasi yang ada di SMANSA. Kemudian Prof. Ramantha memberikan uraian tentang fungsi dan tugas dari Komite Sekolah. Akhirnya, besaran biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan selama se tahun yang akan datang.
Di sebelahku, duduk seorang ibu. Bekerja sebagai staf di Suman Tours & Travel, suaminya seorang dokter mata. Berkomentar, hidup sudah semakin berat. Biaya-biaya sungguh tidak terduga. Apa yang kita rencanakan sering meleset dan berjalan tanpa terduga. Di belakangku duduk seorang bapak yang bertugas di Dinkes. Anak pertamanya kini berada di FK UNAIR, masuk dengan biaya 150 juta, Kelas Khusus. Biaya yang dijanjikan hingga tamat dan meraih gelar sebagai Dokter. Di depanku duduk seorang dosen UNUD mantan PD II, anak pertamanya di FK UNUD, lulus PMDK di FK UNUD, juga mantan siswa SMANSA, dan "cukup" membayar Rp. 29.500.000,00 untuk masuk ke FK UNUD. Di sisi yang lain, duduk se kumpulan ibu yang anaknya kini mulai masuk klinik dan jadi mahasiswa praktek setelah menempuh sekian tahun di FKG UNUD. "Perlu biaya besar", demikian komentar singkatnya.
Hmmm. Benar apa yang telah dituturkan oleh Prof. Maba, setelah Prof. Ramantha selesai menguraikan informasinya. Sungguh, tidak ada pendidikan murah, bahkan gratis. Setiap orang tua menginginkan yang terbaik bagi anak-anaknya. Namun kini, beban hidup sungguh kian berat. Banyak orangtua yang kuajak diskusi, membenarkan situasi dan kondisi ini.
Duhh... Tuhan. Bantu kami dan anak-anak kami untuk jalani ini dengan se baik mungkin. Pintar, bijak, kesempatan dan keberuntungan hanya sebagian aspek yang bisa tentukan keberhasilan tiap orang lulus jalani tiap ujian dan godaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar