Sore hari, pukul 5. Kami bertiga berboncengan dengan motor Honda Astrea Grand keluaran tahun 1993 yg kumiliki, Ayu dan Yudha duduk di belakang. Kami bergerak menuju tukang cukur rambut yang terletak dipenghujung jalan Gunung Soputan ini. Rambut Yudha sudah gondrong, dan membutuhkan sedikit upaya agar terlihat pantas kembali.
Tujuan kami berikut adalah Jalan Gunung Agung. Aku akan mencoba melihat-lihat beberapa jenis kompor gas. Kompor gas kami rusak parah. Diperbaiki akan butuh waktu, sedang urusan perut adalah hal utama. Maka, di salah satu toko elektronik ini kami berhenti, mencoba meneliti mana yang paling cocok, dan terjangkau kantong kocekku. Karena di toko ini tak kutemui yang cukup pantas, kami lalu menyeberangi jalan, mencoba bertanya dan mengumpulkan iformasi lagi pada toko elektronik yang juga menjual kompor gas ini.
Setelah oke, maka satu jenis kompor, lengkap dengan selang dan regulator nya segera terbungkus, di beri tali, dan kujinjing. Bagaimana membawanya? Hmmm, knapa harus repot?? Bahkan, jika dahulu, aku sanggup berempat berjalan2, dengan kedua anakku, dan simbok, dari rumah ke pasar seni Sukawati, dan kembalinya dengan lukisan seukuran 50 cm X 100 cm, maka kali ini kucoba pula. Kompor gas kuletakkan di bagian depan motor, yudha duduk di bagian tengah, diapit oleh simbok.
Tujuan kami kali ini adalah rumah ipar, di jalan Antasura. Berkunjung menjenguk mertua. Tiba di sana, mertua yang sudah sangat sepuh sedang mandi dan bersiap untuk di ajak ke dokter. Hmmm, waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Anakku ingin ikut bersama ipar yang mengendarai mobil Kijangnya. Maka, kuletakkan dua bungkus sate yang kubeli di atas meja makan, kembali memutar arah motor, berpamitan pada ipar perempuanku untuk mengiringi mobil yang ditumpangi mertua dan anakku.
Kali ini sudah lebih gampang, karena Yudha anakku ikut menumpang di mobil yang dikendarai iparku, Nyoman Sumadi, maka kompor yang kami beli bisa diletakkan di belakang, lalu dipegangi oleh simbok. Kembali kami berangkat, mengikuti laju mobil Kijang berwarna biru gelap ini.
Dokter Thomas Eko, spesialis syaraf, tempat prakteknya terletak di depan banjar Wangaya Denpasar. Maka kami harus menusuri jalan Gadjah Mada, dan berbelok ke kiri, memarkir kendaraan, kemudian menyeberang ke tempat praktek dokter ini. Mertuaku sudah sangat sepuh, dan kami ingin memeriksa kesehatan beliau.Suami yang kutelpon ke rumah, terlihat sudah tiba pula di parkir depan ruang tunggu doktet. Maka, aku pamit untuk pulang terlebih dahulu, suami dan Yudha menunggu mertua mendapat giliran untuk diperiksa oleh dokter, iparku dan anaknya juga ikut menunggu di sana.
Well, karena hidup banyak rasa..... Maka, nikmatilah hidup ini sebagai sebuah pilihan yang bakal harus kita jalani. Suka duka, lara pati, persaudaraan, harapan, persahabatan.... Jika semua dikeluhkan tanpa berbuat apa pun, hmmm, bakal suram dunia.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar