Setelah seharian lelah dengan urusan kantor, aku
pulang dan tiba di rumah pukul 3 sore. Kedua anakku tertidur lelap di
pembaringan. Hmmm, terkadang mereka akur, adakalanya lain kali begitu ingin
kujewer karena jadi biang beragam keributan di rumah mungilku ini. Sudah lama
kami tidak bepergian bersama. Kesibukan kerja dan kuliahku, kesibukan mereka
dalam beragam kursus dan sekolah, dan, minggu ini mereka sedang menghadapi
ulangan umum. Sungguh, kami perlu lebih sering berkumpul dan pergi bersama.....
Waktu menunjukkan pukul 4 sore hari, tatkala kami
berboncengan di atas motor hitam astrea grand milikku keluaran tahun 1993. Aku
dengan berat tubuh "hanya" 75 kg, putra sulungku yang kini kelas III
SMAN I Denpasar, dengan berat tubuh pula yang "hanya" 75 kg, dan
putra bungsuku yang kini kelas V SDN 3 Padang Sambian Kelod, dengan berat tubuh
"hanya" 40 kg.
Tujuan pertama kami adalah toko mobile phone di
Imbo, istilah bagi jalan Imam Bonjol. Putra sulungku memiliki uang tabungan
dari hasil kerjanya selama ini, dan dia berencana membeli Ipod sebagai modal
kerjanya. Yup, dia sudah terbiasa melakukan beberapa pekerjaan dan menerima
bayaran, mulai dari menjual hasil rancangan gambarnya, perbaiki handphone dan
komputer, sablon dan jual baju kaos, menanggap beberapa proyek fotografi
bersama teman-teman sekolah demi beberapa event kecil. Well, kedua anakku
terbiasa dengan ide-ide kreatif yang mereka lakukan. Si bungsu, misalnya, dia
pernah berjualan asesoris bagi teman-temannya, menggalang penjualan es jus di
perumahan kami.
Dan, setelah mendapatkan Ipod yang diinginkannya
seharga 5,2 juta, meski bekas, namun masih dalam kondisi prima tersebut, kami
segera berlalu dari toko tersebut.
Tujuan kami berikutnya adalah Rimo electronic
trading center. Printerku sudah tidak bisa diandalkan lagi. Sudah dua tahun
mengabdi bagi kami. Dengan aku sedang menempuh pendidikan S3 di Program
Pascasarjana Universitas Udayana, Program Studi Kajian Budaya, demikian pula
halnya suamiku yang kakak kelasku di sana, kedua anakku yang aktif mencetak
beragam pekerjaan mereka, kami butuh mesin printer baru. Mungkin, hanya akan
kubeli yang biasa saja, sesuai dengan isi kantungku yang tak seberapa.
Satu jam berkeliling dan memantapkan pilihan
kami, kami dapatkan printer HP yang lumayan tangguh ini menurut penjualnya.
Hehehe, dimana-mana memang kecap selalu nomer satu, numero uno, gak ada duanya.
Tuntas perjalanan hari ini, kami bersiap untuk pulang.
Bertiga berboncengan di atas motor tuaku, dengan
aku yg mengendarai setang motor, laju kendali motor smakin berkurang, dan....
ternyata ban motor pecah. Hmmm, sungguh, berat beban yang harus ditanggungnya,
200 kg berat beban kami bertiga, belum lagi ditambah dengan ransel beratku,
mesin printer....... Hehehe, maafkan kami, sang motor tercinta.
Perlahan kami berbalik arah, mencari tukang
tambal ban pada pukul 8 malam memang sungguh tidaklah mudah. Astungkara......
seorang penambal ban dengan mengendarai motor sedang bersantai di depan Rimo
Electronic Trading Center. Andi namanya. Bapak muda dari seorang putri, berasal
dari Banyuwangi, dia mengambil posisi jabatan yang sering tak dianggap oleh
orang banyak ini, penambal ban. Namun dia bisa memperoleh hingga Rp 150.000 per
malam, dengan bekerja dari pukul 5 sore hingga larut malam.
Dan yang lainnya lagi..... aku bersama kedua
anakku bisa menikmati kebersamaan kami dengan sungguh-sungguh terasa, dari
berbelanja bersama, bepergian bersama, mejeng dengan duduk di pinggir jalan
bersama, sambil memandangi kendaraan yang berseliweran di jalan raya Diponegoro
ini, menanti sang motor di tambal bannya.
Astungkara....... Berpikir positif dan mampu
memahami makna indah yang hadir di balik setiap peristiwa.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar