Namanya I Gede Darmika. Ia adalah Kepala Pool Kendaraan STPNDB yang baru
bertugas sebulan ini, menggantikan bapak I Wayan Langgeng yang telah
pensiun. Maka.... segudang tugas baru menuntut konsentrasi kerja
maksimal, selain melanjutkan pendidikan yang tengah dijalani, juga
tuntutan keluarga besarnya.
Hari ini, kami mengadakan Tirta Yatra dengan beberapa rekan pegawai
Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali. Tujuan kami adalah Pura Luhur
Besakih. Serangkaian Ida Bethare turun kabeh masih berlanjut hingga
tanggal 16 April. Berhubung anaknya tidak bisa dan tidak terbiasa dengan
orang asing, entah satu mobil atau satu motor, maka mereka mengendarai
motor berboncengan sekeluarga, dari Denpasar menuju Pura Besakih yang
terletak di Kecamatan Rendang, Karangasem.
Hmmm, ini mengingatkanku akan kebiasaanku mengajak anak-anak dan juga
simbok mengendarai motor ber tirta yatra ke beberapa tujuan. Entah itu
ke Tanah Lot, Uluwatu, Batukaru, Rambut Siwi, Silayukti, Andakasa,
Lempuyang, Pulaki, dan masih banyak lainnya. Tuhan tidak pernah
membedakan cara dan gaya kita, bukan???
Sepanjang jalan, kulihat beragam wujud kasih orangtua menanamkan budi
pekerti secara nyata tentang hubungan manusia dengan alam semesta,
hubungan manusia dengan sesama manusia itu sendiri, dan hubungan manusia
dengan Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Well. Manusia tangguh tidak terlahir dengan se kedipan mata belaka.
Mereka juga terbentuk dan terkembang berkat orang-orang yang ada di
sekelilingnya. Orangtuanya.....
Teringatku, betapa, tatkala bertahun lalu tirta yatra kami lakukan
menuju Pura Batur. Membludaknya arus kendaraan dan para pemedek yang
berniat tangkil, membuat bis kami tidak beranjak hampir satu jam, tiga
kilometer dari pura. Seluruh penumpang bis turun dan berjalan perlahan
menghampiri pura. Tanpa suami, bersama si sulung yang kala itu masih
berusia 4,5 tahun, berbobot 25 kg yang menolak berjalan kaki, dan dua
banten pejati di kepalaku, kami berjalan perlahan mendekati pura.
Kuucapkan berkali dalam hati...... "Tuhan, aku bersumpah, akan kuajak
seluruh anggota keluargaku, untuk selalu memujaMu, menghampiri rumah
suciMu, dimanapun, yang kumampu untuk kami hampiri selalu". Dan.... satu
setengah jam kemudian, kami bisa bersimpuh di dalam pura Batur, dengan
bercucuran keringat, tubuh bergetar kelelahan, di tengah ribuan umat
pemedek yang berdesakan, namun kebahagiaan luar biasa menyelimuti
batinku.
Bahkan, kulihat, seorang turis Swedia, menggendong anaknya, sambil
berceritera dengan bersemangat, mengenai beragam situasi di seputran
Pura Besakih yang mereka saksikan. Betapa.... toleransi dan harmoni bisa
dikembangkan semenjak dini, sehingga se isi bumi semakin shanti dari
hari ke hari.
Dan..... kasih seorang menantu terhadap ibu mertua, yang diperlihatkan
oleh rekan kerja kami, ibu Ketut Riyani. Beliau mengajak ibu mertuanya
untuk bersembahyang bersama. Ehm. Kasih mesra antara mertua dan menantu,
akan membantu terciptanya harmoni keluarga. Memang... harmoni berawal
dari diri sendiri. Bila kita bisa introspeksi diri dan berlapang dada,
berusaha sekuat tenaga menjaga harmoni yang berawal dari lingkup
keluarga sendiri.... maka, akan damai pula dunia ini. Home sweet home
lah.
Temanku pernah menulis pepatah indah ini...... "Yen dot benehin banjar,
benehin keluarga malu. Yen dot benehin keluarga, irage pedidi malu
benehin". Artinya...... bila kita ingin mengatur negara ini, mengatur
orang lain, memerintah dan mengomentari orang lain, atur dulu lah rumah
tangga sendiri. Dan, bila ingin mengatur serta mengurus rumah tangga,
terlebih dahulu kita harus introspeksi diri sendiri, sudah beres kah
kita, sudah benarkah diri kita sendiri. Jangan hanya bisanya ingin
menang sendiri saja.....
Hmmm, benar juga. Home sweet home always top lah. Dari keluarga lah
negara ini akan tetap tegak berdiri, menjulang angkasa dengan anggunnya.
Aku pernah menggendong anakku bagai ini,
berjalan tiga km dengan dua pejati di kepala, menghampiri Pura Batur yg
penuh sesak. Dan, meski tak selalu bisa mendampingi mereka, kasih ku
akan selalu menyertai setiap jejak langkah mereka, entah kapan, kemana
dan dimana berada.....
Ngiring mesandekan dumun, mengibung ngajeng
lungsuran banten. Ketipat saur kacang, siap bali sambel matah, jaen
pesan..... Astungkara. Kebahagiaan kita yg tentukan, bukan?? Meski
sederhana, kebersamaan di antara kita akan bertahan lama.... Tanpa
memandang gelar dan kasta, usia dan harta, kami pun duduk bersama di
halaman rumput luas terbentang, menikmati ketupat dan beragam makanan
lain yang sudah kami haturkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar