Selasa, 30 April. Setelah mengajar di
pagi hari, dan menyempatkan hadir di kelas yang mendapat mata kuliah
Metodologi Penelitian dan mereka presentasi Usulan Proyek Penelitian
bagi tugas akhir para mahasiswa. Aku masih menuntaskan beberapa skripsi
para mahasiswa yang menjadi bimbinganku, di senja hari, tatkala pesan
singkat masuk ke telpon genggam milikku.
Bu
Dayu Puspaadi, rekan kerja sesama dosen di STPNDB, dan juga tetanggaku
di perumahan kami, menuliskan "Ibu, Yudha mengendarai motor dan menabrak
motor diam milik saya yg sedang di parkir depan rumah. Saya suruh dia
pulang, mungkin capek, baru pulang sekolah sudah bermain2".....
Dheuh.....
Segera
ku telepon bu Dayu, juga ke rumah, untuk memastikan situasi dan kondisi
yang terjadi. Anak-anak, dan, siapa pun. Kita selalu terkait dengan
beragam sebab musabab, dan juga alasan bagi setiap tindakan juga situasi
yang ada. Setelah kupastikan segalanya masih dalam kendali baik-baik
saja, kurapikan peralatan kerja, dan bergegas beranjak pulang.
Adi
Pratama, putra sulungku, mendaki Gunung Batur bersama kelompok pencinta
alam SMANSA. Mereka ber 20 orang, bergerak siang ini menuju Gunung
Batur. Bakal mengamati sunrise dan menikmati situasi di sana. Well,
murid kelas 3 SMA baru saja menuntaskan Ujian Nasional dalam situasi
kekacauan setelah diundur sekian hari, dan juga ketidakpastian
pelaksanaan yang membuat mental mereka ikut terpengaruh. Mereka perlu
refreshing.
Khawatirkah
aku akan anak-anakku??? Si Yudha yang abis tabrakan, si Adi yang ingin
membuktikan kemampuan diri mendaki bukit. Namun..... terkadang, perlu
membiarkan mereka hadapi permasalahan dan tantangan dalam kehidupan
tanpa dampingan orangtuanya. Mereka harus menjadi tangguh, bijak dan
dewasa dengan cara mereka sendiri pula.
Esok
harinya, Rabu, 1 Mei 2013. Pukul 5 sore. Yudha baru pulang dari les
setelah kujemput dari Primagama yang terletak di jalan Diponegoro.
Bapaknya juga baru pulang kerja. Adi juga baru tiba dari mendaki gunung
Batur. Yudha tanpa sepengetahuanku, mengambil motor kakaknya, dan
berkeliling di perum. 30 menit kemudian dia kembali, dan ingin
memasukkan motor ke halaman, untuk kemudian bermain layang-layang.
Dia
terjatuh di depan gerbang rumah kami, ditimpa motor. Ah.... kami semua
berhamburan menghampiri. Setelah bapak dan kakaknya membantu, kupukuli
dia. Ah, ah ah...... Emosi jiwa melanda. Dia telah mengikuti pelajaran
dari pagi di sekolah, dilanjut dengan 3 jam les. Tanpa beristirahat
sejenak, dia sudah bermain motor dan kini hendak ber layangan.....
Akibat lelah, letih, mengantuk, lapar, dia tidak konsentrasi dalam bawa
motor, terjatuhlah dia.
Ku
cek sekujur tubuhnya, tidak ada bekas luka lebam setelah tertimpa motor
berat dan besar. Kusuruh dia mandi. Dan, kutawarkan untuk menyuapinya
makan. Dia menolak. Dan memilih tidur. Ah.... dia tertidur hingga pagi
hari.
Hatiku
hancur.... karena telah memukuli anakku. Dan, dia tidur dengan tatap
ketakutan. Kudekap dia, kuelus rambutnya dan tubuhnya. Kejamkah aku pada
anakku? Brutalkah aku pada darah dagingku? aku sayang padanya, namun
tindakan pendisiplinan perlu, agar dia tahu tentang kesungguhan hati,
tentang benar dan salah, dan, tidak meremehkan orangtuanya sendiri.
Ah.....
Aku mencintai anak2ku, sangat
mencintai mereka. Hanya mereka yang membuatku hidup dan bersemangat
selalu. Jangankan kedua anakku, aku berusaha mencurahkan perhatian dan
juga cinta demi banyak anak lain di dunia. Yang tak mampu melanjutkan
pendidikan di jenjang formal, sehingga harus mengikuti di Pusat Kegiatan
Belajar Mengajar di Darma Wangsa, membayar Rp 50.000 per bulan demi
Sumbangan Pendidikan dan Pembelajaran bagi yang duduk di level SMA,
membayar biaya Ujian Nasional dan proses penerbitan ijasah sebesar Rp
400.000, dan biaya darmawisata sebesar Rp 200.000. Tanpa memandang level
kasta dan warna, tanpa memandang entah dia Hindu atau Muslim, Budha
atau Katolik sekalipun. Meski terkadang.... mendapat hujatan dan
cemoohan. Meski terkadang, bahkan, untuk beli baju dan sepatu pun, aku
tak mampu. Ah ah ah.... Masih banyak yg jauh lebih menderita daripadaku.
"Daripada
mengutuk gelapnya malam, gulita berkepanjangan dalam kehidupan, lebih
baik menyalakan cahaya lilin untuk menerangi jejak langkah kita, menjaga
asa di dalam dada agar selalu bersemangat dan ceria". Demikian pepatah
yg pernah kudengar. Dalam
diam malam, air mataku bergulir. Galau melanda, doaku dalam diam, pada
Tuhan. Tangisku dan galauku dalam diam di larut malam, hingga pagi
hari......
Esok
pagi, dia terjaga dan mandi, bersiap berangkat sekolah. Dihabiskannya
seporsi nasi sarapan yang kubuat baginya, dan kusuapkan ke dalam
mulutnya sambil kami bercerita membahas rencana kegiatan sepanjang hari
ini. Ah, ah ah..... anak-anakku terkasih. Jadilah pejuang tangguh,
tumbuhlah bijak dan dewasa. Terkadang, memang hidup tidak seindah dan
semudah harapan dan impian kita.........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar