Senin, 27 Mei 2013, pukul tujuh pagi. Keluar dari kamar mandi, dan
tergelincir di depan pintu. Kucoba meraih pegangan pinggir lemari, namun
tak terjangkau, kepala menghantam pinggiran palang kayu, aku jatuh
terduduk. Dari kepala bagian kanan muncrat darah segar, kemudian
mengucur kian lama kian banyak.
Panik??? Hmm. Langkah
pertama selalu adalah, sabar, tenang. Masalah takkan tuntas dengan
kepanikan, bukan? Kuminta Ayuk mengambil handuk kecil dan air dalam
baskom. Kubasahkan handuk, dan menekan bagian luka. Adi kemudian
memegang kulit kepala, mencoba menekannya. Si Bapak mengambil daun
tanaman binahong, meremas dan menghaluskan, lalu ditempel pada bagian
luka. Kutunggu dua menit, darah tidak mengalir lagi. Sedikit remasan
daun binahong, olesan minyak bokashi, dan perban berbentuk tanda silang
menghiasi kepala sebelah kanan. Rambut masih sedikit lengket dan bau
karena bercak darah.
Ke dokter berobat??? Hmmm, tidak ada waktu.
Pukul
8 pagi ada pertemuan dengan Pak Taufan dan Bu Susi dari Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia, juga para dosen Sekolah Tinggi
Pariwisata Nusa Dua Bali yang berjuang mengajukan pengusulan pangkat ke
jenjang Lektor Kepala. Setelah sepuluh tahun tidak naik pangkat, dan
berbulan menuntaskan berkas pengusulan pangkat, aku tak ingin kelewatan
kesempatan ini. Lagipula, berkas beberapa sahabat ada padaku, harus
kubawa serta dalam pertemuan kali ini.
Di tengah
tatapan khawatir sang suami, anak dan simbok, aku ber pamit berangkat
kerja. Kututup kepala dengan slayer, dan meluncur dengan si hitam, motor
tercinta. Printer kuletakkan di bagian depan dalam tas go green yang ku
miliki.
Tiba di Nusa Dua, setelah pertemuan yang kami
ikuti bersama, informasi yang kami dapatkan adalah..... Tidak lagi bisa
mengusulkan ke jenjang jabatan Lektor Kepala bila tidak memiliki gelar
Doktor. Dheeuuhh. Well, aku sedang menempuh pendidikan di program Doktor
di Universitas Udayana. Namun, bagaimana dengan para rekan lain yang
sudah belasan tahun pada jenjang Lektor ?? yang sudah siap dengan segala
berkas, yang merupakan para pakar dalam berbagai bidang vokasi, juga
tak diragukan lagi kemampuan menulis pada beragam jurnal dan
menghasilkan beragam penelitian.....
Setelah
selesai pertemuan, beberapa rekan memaksa untuk menghantar ke dokter
untuk memeriksakan luka di kepalaku. Bu Dayu Indrawati, Bu Sukerti, Bu
Indah Kusumarini, Bu Lasmini, Bu IGA Mirah. Dheuuuhhh...... That's what
Friends are for, sayang.... Tanpa memandang latar belakang kasta, suku
dan agama, mereka memperhatikan ku, kami saling perhatian...... Namun,
tahukah kalian. Uang dalam dompetku tinggal Rp 50.000. Bila ke dokter,
atau puskesmas, paling tidak, rambut dibotakin sebagian, terutama pada
luka, lalu disuntik anti kebal, baru kemudian di jarit. Paling tidak,
perlu 500 ribu an buat pegangan dalam genggaman. Hiks.... Aku tahu,
mereka bakal mau meminjamkan duit, aku tahu, mereka akan siap
menghantar. Namun tidak...... aku akan baik-baik saja. Terduduk berdiam
diri, menikmati segala suka dan duka.
Sejurus kemudian, aku berpamit dan berpulang.... keramas di rumah,
membersihkan rambut yg lengket, mengobati kembali dg minyak, dan
tertidur dengan kepala nyut-nyut an....
Sok hebat ?? Bukan, sayangku.....
Hidup
terkadang sangat kejam, terkadang tidak seindah mimpi kita, tak semudah
harapan dan kemauan. Namun, terjatuh dan tersungkur, maka aku akan
bangkit kembali berkali dan berkali..... untuk menjadi betina tangguh,
setidaknya, bagi diriku sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar