Apakah
yang
melatarbelakangi upacara Melasti sesungguhnya? Mengapa orangtua, anak
kecil, perempuan dan lelaki, melakukan aktivitas ini? Mengapa mereka
menempuh belasan
kilometer dengan penuh semangat ? Euforia semata, dan demi prestisius di
mata masyarakat??? Ikatan yang kuat mengatur kehidupan mereka?
Ah, kusebut ini.... jalan pilihan hidup. Sekecil
apapun yadnya, dan, dengan segala macam cara yang kita bisa dan mampu,
untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa......
Anak
kecil yang kulihat merajuk, menangis dan mogok melanjutkan perjalanan.
Kaum muda yang berjalan beriringan dan bekerjasama dalam mengarahkan
gerak jempana dengan beragam pretima atau benda suci yang disakralkan.
Kaum perempuan yang mengenakan topi lebar atau menutupi wajah dengan
koran untuk melindungi sengatan matahari. Ayah yang menggendong anaknya,
dan berkali langkahnya terhenti di pinggir jalan. Dan, beragam gaya
lainnya lagi tatkala mengikuti rangkaian upacara melasti.
Ini
semua adalah jalan pilihan hidup. Budaya hanya akan berjalan dan
berkembang bila ada masyarakat penjunjung dan penyungsung budaya itu
sendiri. Dan, melasti atau melis, adalah bagian dari komponen budaya.
Mau tidak mau, suka tidak suka, kita semua adalah bagian dari struktur
atau sistematika yang berkembang di tengah masyarakat.
Dengan
melasti masyarakat berharap dapat membersihkan diri, menyucikan beragam
benda suci, memelihara kesakralan pretima dan beragam simbol atau
perlambang yang disucikan oleh masyarakat. Dengan melasti masyarakat
bersiap menyambut hari raya Nyepi, Tahun Baru Saka. Dengan melasti
masyarakat berharap agar di tahun yang akan datang mereka akan menjadi
semakin bijak dan shantih.....
Rahajeng
Nyanggra Rahinan Jagate. Rahajeng Nyepi Tahun Baru Saka Bali 1936.
Dumogi irage sareng sinamian setate ngemangguhin lan nganemoning
kerahayuan .....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar