Hari Kamis, 20 Maret 2014. Waktu menunjukkan pukul 9.30, sesaat
setelah rombongan para mahasiswa peserta Praktek Kerja Lapangan 2014
dari Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali, Program Studi Administrasi
Perhotelan angkatan 2011, kelas A, B dan C semester 6 menikmati mandi,
makan dan istirahat sejenak di Rumah Makan Bromo Asri, Probolinggo.
Setelah selama 9 jam duduk di dalam bis semenjak Nusa Dua, menyeberangi
selat Bali, menyusuri Pantura Propinsi Jawa Timur, kami semua menikmati
kebersamaan dalam keberagaman dosen - mahasiswa - mahasiswi, supir,
kenek, dan orang-orang yang kami jumpai.
Tiba waktunya melanjutkan aktivitas kami.
Bis A dengan penumpang Prodi ADH angkatan 2011, kelas A semester 6, berjumlah 29 mahasiswa - mahasiswi,
dan dosen pendamping, Bapak Drs. Dewa Ketut Sujatha, M.Si., Ibu Dra. Ni Luh Ketut Sri Sulistyawati, M.Par., Drs. I Nyoman Wirtha, berangkat menuju Desa Wisata yang berlokasi di Desa Ngadisari, di
Dataran Tinggi Tengger, Gunung Bromo, Kecamatan Sukapura, Kabupaten
Probolinggo, Propinsi Jawa Timur.
Bis B dengan penumpang
Prodi ADH angkatan 2011, kelas B semester 6, berjumlah 30 mahasiswa - mahasiswi, dan dosen pendamping, Ibu Ni Luh Gde Sri Sadjuni, SE., M.Par.CHT, dan Ibu Ni Nyoman Sukerti, SE., M.Si, berangkat menuju Desa
Wisata yang berlokasi di Desa Tanggul Rejo, dengan koordinat
7°5'13"S 112°32'13"E, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik,
Propinsi Jawa Timur.
Bis C dengan penumpang Prodi ADH
angkatan 2011, kelas C semester 6, berjumlah 29 mahasiswa - mahasiswi,
dan dosen pendamping,Bapak Drs. I Wayan Jata, M.Phil.Ag., Ibu Dra. Ni
Desak Made Santi
Diwyarthi, M.Si, Ibu Dra. I Gusti Ayu Mirah Darmayanty, M.Si., dan staf
prodi ADH, bapak Nyoman Sukarma, berangkat menuju Desa Wisata yang
berlokasi di Desa Wonokitri, Kecamatan Pasuruan, Kabupaten Probolinggo,
Propinsi Jawa Timur.
Desa Ngadisari pada tahun 2013
berhasil meraih desa terbaik pada tingkat nasional dalam hal gotong
royong dengan berdasar hasil penilaian pada empat indikator, yakni :
bidang kemasyarakatan, bidang ekonomi, bidang sosial budaya dan agama,
serta bidang lingkungan hidup. Hal yang paling menonjol keberadaannya
pada masyarakat Ngadisari di Kecamatan Sukapura ini adalah dalam hal
adat istiadat, budaya dan semangat gotong royong di tengah
masyarakatnya.
Desa Tanggul Rejo terletak di kecamatan
Manyar, Kabupaten Gresik. Desa ini berbatasan langsung dengan desa
Dukutunggal, Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan. Penduduk desa Tanggul
Rejo sebagian besar adalah petani tambak dengan hasil seperti nener,
gelondongan, udang fanami, yang sebagian hasil nya di kirim ke pulau
Bali. Desa Tanggul Rejo terdiri dari tiga Kelurahan, yakni Tanggul Rejo
Utara (Tanggul Tengah / Dalam), Tanggul Rejo Selatan, dan Dagang.
Desa
Wonokitri merupakan salah satu dari empat alternatif pintu masuk menuju
Bromo. Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger mencakup 50.273.30 hektar
dataran
tinggi yang dipenuhi jajaran pegunungan dan hamparan hutan yang eksotis.
Seluas 5.250 ha di dalamnya berupa lautan pasir. Terletak pada
ketinggian 2393-3000 mdpl, temperature berkisar antara 3-20 derajat
Celcius. Taman Nasional Gunung Bromo terbagi dalam 4 kabupaten yaitu:
Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang. Dan, Desa Wonokitri sering
dilalui para wisatawan yang ingin menikmati alam Kawasan Nasional Bromo.
Desa ini terdiri dari 101 kk dengan 3074 jumlah masyarakat, dimana hampir setiap KK memiliki kendaraan Jeep Land Rover.
Adat
istiadat dan kehidupan masyarakat di Desa Wonokitri sangat unik. Mereka
termasuk masyarakat suku Tengger. Menurut kepala Desa yang seorang ibu
ramah nan cantik, Ibu Aidarwati, 99 % penduduknya beragama Hindu.
Masyarakat sebagian besar merupakan petani dan beraktivitas di bidang
pariwisata. Jarang sekali masyarakat yang merantau, mereka beranggapan,
hanya disini mereka lahir, hanya
disini mereka belajar hingga disini pula mereka kembali kepada Sang
Hyang Widi.
Beberapa semboyan hidup yang mereka miliki seperti, Ajak adigang adigung adiguna. Aji neng diri saka jati. Aji neng roca saka busana,
Manusia hendaknya tidak mengandalkan dan menyombongkan kelebihan yang
dimiliki, meliputi kekuasaan, kekayaan, dan kepintaran. Termasuk pula
salam bila saling menyapa bagi masyarakat Bromo Tengger yang meyakini
Tuhan Yang Maha Tunggal, seperti "Hong Ulung Basuki Langgeng" yang bermakna Semoga Sang Hyang Widhi senantiasa memberikan Kedamaian, kemakmuran dan kesehatan bagi kita semua.
Ketika turun dari kendaraan, kita akan dihampiri para pemuda warga
asli Wonokitri, yang menyapa ramah dan menanyakan maksud kedatangan.
Mereka menawarkan penginapan, ada yang menawarkan jasa pemandu wisata,
ada juga yang menawarkan mobil Hardtop untuk menuju ke Puncak Bromo. Semenjak th 2010 diberlakukan
aturan baru, kendaraan roda 4 dilarang memasuki kawasan wisata, jadi
pengunjung yang mambawa mobil pribadi harus memarkir kendaraan mereka di
parkir area yang telah disediakan di pos terakhir, desa Wonokitri. Kemudian Hardtop siap
mengantar dari Wonokitri ke Pananjakan-Lautan pasir Bromo tanpa
terbatas waktu, dengan membayar 450 ribu rupiah per Hardtop yang
berkapasitas 6 orang (termasuk 1 sopir) sampai kembali ke tempat parkir
mobil semula.
Di beberapa rumah dan pondok wisata yang kami kunjungi, terlihat pula peralatan memasak seperti kompor gas, berdampingan dengan luweng (kompor tradisional dari tanah yang masih pakai kayu bakar).
Tuntas
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan, rombongan kembali bergerak. Kali
ini menuju kota Malang. Berhubung situasi dan kondisi tidak
memungkinkan, maka rombongan terbagi menjadi dua. Prodi DIV ADH smt 6
Kelas A dan C menginap di Hotel Ollino Garden, dan Kelas C menginap di
hotel
Referensi:
http://ridho-kurniawan.blog.ugm.ac.id/tag/wonokitri/
http://probolinggokab.go.id/newest/index.php?option=com_content&view=article&id=410:desa-ngadisari-juara-pertama-nasional&catid=1:latest-news&Itemid=102
http://aduh2104.blogspot.com/2012/09/sejarah-tanggul-rejo.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar