Karena keluarga adalah awal dari jutaan jejak langkah kita
di dunia, maka, luangkan sejenak waktu bersama keluarga, meski tak
selalu bisa bersama di setiap jejak langkah kita.....
Sabtu
pagi. Setelah tuntas dengan urusan keluarga di rumah mungilku, aku
berangkat menyusuri jalan raya di pagi hari, menuju Batuaji, Kerambitan,
Tabanan. ingin mengunjungi keluarga dan sekaligus menghantarkan Dw
Biyangku kontrol gula darahnya di RSUD Tabanan. Mampir sejenak di RSUD
Tabanan hanya untuk mengambil nomer antrian, aku dapatkan nomer urut
126, kembali kulanjutkan perjalanan menjemput Dw Biyang untuk kembali ke
RSUD.
Suara burung bernyanyi dengan pemandangan
hijau sawah, air gemericik mengalir di kali, aroma segar suasana alam
desa, sungguh, sebuah santapan rohani damai di pagi hari. Kujumpai
beberapa perempuan desa mebanten saiban, menghaturkan banten sebagai
pertanda syukur pada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa masakan terhidang bagi
keluarganya hari itu.
Kami tiba di RSUD Tabanan pada
pukul 8.30 pagi. Baru pendaftar nomer 50 yang dipanggil untuk mencek
kelengkapan berkas sebelum lanjut ke bagian Poli. Ehm.... lumayan lama.
Aku duduk bersandar di kursi, dan tertidur nyenyak tanpa kusadari.
Terjaga pukul 9.10, sudah tiba pada nomer antrian 115. Kuberikan kursiku
pada seorang ibu yang menggendong bayi perempuan lucu, "Anak saya sudah
demam 3 hari ini" Ujarnya terbata, sambil menjelaskan, dia dapatkan
uang pinjaman untuk menghantar bayinya berobat ke RS.
Di
samping meja antrian, seorang pria tua tertunduk..... "Saya dapat nomer
antrian 295, istri saya sakit, muntah-muntah semenjak kemarin. Ujarnya
sendu..... Ah, tak tega aku menyadari dia mungkin masih harus antri
berjam-jam sebelum nomer antriannya tiba. Ku ambil berkas Jamkesmas dan
surat rujukan Puskesmas yang dimilikinya, dan kujadikan satu dengan
berkas Dw Biyang yang kubawa, segera kuangsurkan pada petugas bagian
pendaftaran, aku berteriak lantang "Nomer 125 !!, berkas pendaftaran
untuk dua orang !". Petugas pendaftaran menerima, dan mulai memproses
berkas kami. Setelah tuntas, kuberikan berkas kepada bapak tua tersebut.
Baru
kemudian kusadari, bapak tersebut bernama Ketut Putra, dari Timpag,
Desa Tunjung. Dia menuntun istri tercinta yg berjalan dengan sangat
perlahan, bergerak menuju Poli Dalam. Istrinya, Ni Made Cita, di periksa
darahnya, sedang Pak ketut Putra, diperiksa kadar gula darahnya, karena
dia juga mengidap penyakit diabetes.
Ah, kasih
sayang...... Siapa yang berani meragukan kekuatan sebuah cinta? Aku
berharap, cinta kasihku akan abadi seperti cinta mereka berdua, hingga
usia senja, hingga kematian memisahkan kita....
Salut sama ibu yang bagaikan malaikat! Thanks for sharing... bukan hanya cerita tetapi juga rasa bahagia ketika kita bisa membantu sesama...
BalasHapus