Selasa, 8 Desember 2010. Besok adalah Buda Kliwon Dunggulan, hari Galungan bagi umat Hindu. Sampian penjorku telah selesai dari tadi malam. Sampian gantung bagi tiap padma, tugun karang, dan pelangkiran telah siap pula dihiasi. Kini tinggal menghias penjor. Sebatang bambu telah siap, kolong-kolong telah pula selesai diolah oleh kedua anakku.
Budha Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idep.
Buda / Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan ber-satunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran. Jadi, inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacauan pikiran itu (byaparaning idep) adalah wujud adharma.
Hmmm,
Semenjak bertahun lampau, aku terbiasa membuat sendiri sampian penjorku. Walau mungkin banyak dijual orang di pinggir jalan, dari yang se harga sepuluh ribu rupiah, hingga ber puluh ribu lengkap dengan berbagai asosoris dan aneka pernak perniknya, namun sungguh tiada tara keindahan yang kurasakan dari membuatnya sendiri. Kuajarkan anak-anakku perlahan untuk memahami makna filosifis yang terkandung dari sebuah penjor, lengkap dengan sampiannya. Kuajarkan mereka untuk membuat sendiri, walau terkadang sungguh menjengkelkan menunggu hasil akhirnya, mereka sibuk dengan berbagai celotehan, menyela dengan berbagai aktivitas, hingga ku dibuatnya harus menyelesaikan sendiri karena mereka telah keburu kabur. Namun..... bukankah, orangtua yang baik akan selalu tiada lelah berusaha mengarahkan anak-anak untuk menunjukkan prestasi maksimal dari dalam diri mereka sendiri? Ah ha....
Bapak Widnyana Sudibya menjelaskan bahwa dibalik makna penjor adalah agar tiap orang punya pribadi yang teguh kokoh dalam menegakkan ajaran agama, namun lentur dan selalu toleran, penuh keindahan, luwes dalam berbagai pergaulan. Menurutnya :
http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1150&Itemid=96 menjelaskan makna Penjor Galungan berdasar materi dari I Gede Manik, S.Ag
Umat Hindu dari jaman dahulu sampai sekarang bahkan sampai nanti dalam menghubungkan diri dengan Ida Sanghyang Widi Wasa memakai symbol-simbol. Dalam Agama Hindu simbol dikenal dengan kata niasa yaitu sebagai pengganti yang sebenarnya. Bukan agama saja yang memakai simbol, bangsa pun memakai simbol-simbol. Bentuk dan jénis simbol yang berbeda namun mempunyai fungsi yang sama.
Dalam upakara terdiri dari banyak macam material yang digunakan sebagai simbol yang penuh memiliki makna yang tinggi, dimana makna tersebut menyangkut isi alam (makrokosmos) dan isi permohonan manusia kehadapan Ida Sanghyang Widi Wasa. Untuk mencapai keseimbangan dari segala aspek kehidupan seperti Tri Hita Karana.
Masyarakat di Bali sudah tidak asing lagi dengan penjor. Masyarakat mengenal dua (2) jenis penjor, antara lain Penjor Sakral dan Penjor hiasan. Merupakan bagian dari upacara keagamaan, misalnya upacara galungan, piodalan di pura-pura. Sedangkan pepenjoran atau penjor hiasan biasanya dipergunakan saat adanya lomba desa, pesta seni dll. Pepenjoran atau penjor hiasan tidak berisi sanggah penjor, tidak adanya pala bungkah/pala gantung, porosan dll. Penjor sakral yang dipergunakan pada waktu hari raya Galungan berisi sanggah penjor, adanya pala bungkah dan pala gantung, sampiyan, lamak, jajan dll.
Definisi Penjor menurut I.B. Putu Sudarsana dimana Kata Penjor berasal dari kata “Penjor”, yang dapat diberikan arti sebagai, “Pengajum”, atau “Pengastawa”, kemudian kehilangan huruf sengau, “Ny” menjadilah kata benda sehingga menjadi kata, “Penyor” yang mengandung maksud dan pengertian, ”Sebagai Sarana Untuk Melaksanakan Pengastawa”.
Tujuan pemasangan penjor adalah sebagai swadharma umat Hindu untuk mewujudkan rasa bakti dan berterima kasih kehadapan Ida Sanghyang Widi Wasa. Penjor juga sebagai tanda terima kasih manusia atas kemakmuran yang dilimpahkan Ida Sang Hyang Widi Wasa. Bambu tinggi melengkung adalah gambaran dari gunung yang tertinggi sebagai tempat yang suci. Hiasan yang terdiri dari kelapa, pisang, tebu, padi, jajan dan kain adalah merupakan wakil-wakil dari seluruh tumbuh-tumbuhan dan benda sandang pangan yang dikarunia oleh Hyang Widhi Wasa.
Rahajeng Galungan Mbak Santi :)
BalasHapusSuksema...
BalasHapusRahajeng Galungan lan Kuningan juga ya