Pulang ke Sepang, selalu menghantar ingatan tentang mudik. Perjalanan kembali pulang yang menguntai sejuta kenangan. Harapan setiap orang untuk mendapatkan “Home sweet home”. Kali ini, sebuah perjuangan lain lagi untuk pulang kampung, ke Sepang Kelod kami mengarah.
Penampahan Galungan, Selasa, 5 Juli 2011, pukul 7 pagi. Simbok bersiap dengan 3 ransel yang bakal kami bawa. Yudha lengkap dengan seperangkat pakaian untuk bepergian. Perlahan kami bertiga menyusuri jalan menuju ke Singaraja. Cuaca cerah bersahabat dengan sinar mentari menerpa tubuh. Hangat di pagi hari. Sudah berbilang Galungan, kami hanya mebanten di Denpasar, karena mertua berada di Denpasar. Dan baru pulang jelang Kuningan, karena pada saat rahina Kuningan adalah odalan di sanggah kami. Namun kali ini, berbarengan dengan libur sekolah, dan Bli Nengah Puja bakal mragatang pianak bungsunya, Ketut Santi, di Manis Galungan. Aku berangkat terlebih dahulu bersama simbok dan anak bungsuku, Yudha. Suami bakal berangkat bersama Adi tepat di hari raya Galungan, setelah selesai bersembahyang.
Penjor menjulang indah di sepanjang pinggir jalan raya Denpasar menuju Negara, di depan rumah penduduk yang merayakan hari raya Galungan dan Kuningan. Memasuki hutan Bading Kayu, Yeh Leh Yeh Lebah, daerah Pengeragoan, jalan mulus beraspal menyapa kami. Tidak demikian halnya tatkala tiba di area Munduk Mengenu. Jalan berlubang menganga bersiap menyambut pengemudi motor yang kurang ahli. Apalagi setelah tiba di Dapdap Putih, menuju ke arah Asah Badung, Sepang, perjalanan ke Utara, menanjak dan menuruni bukit, dengan aroma kebun cengkeh dan kopi menyambut ramah hidung kami. Berkali Ayu dan anakku Yudha harus turun dari motor karena aku tidak yakin bisa mengendarai motor di jalan rusak parah tersebut. Benar kata orang yang berbicara......”Jangan pernah mengaku sakti jika hanya mampu ngebut di jalan raya datar seperti Denpasar atau Jakarta, jika belum bisa menguasai medan jalan raya Dapdap Putih – Sepang.
Namun hidup adalah sebuah pilihan. “Take it, or... leave it” Kata pepatah. Maka..... inilah jalan hidup yang kupilih. Menjadi tua dan mati, setiap orang bisa saja mengalami hal tersebut, namun berlaku bijak dan menjadi dewasa, tidak semua orang bisa memilih jalan tersebut. Dan.... disinilah aku, mengendarai motor, pulang ke sebuah tempat, yang ku sebut rumah.
Akhirnya, kami tiba pukul 11 pagi di pelataran rumah tua, Pangkung Singsing. Kuturunkan muatan kami. Beristirahat sejenak, sebelum membantu keluarga besar dengan memasang wastra sanggah, munggahang banten Galungan, dan berbagai kegiatan jelang Galungan lainnya......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar