Sabtu, 16 Juli 2011 di Pangkung Singsing, Asah Badung, Sepang Kelod. Hari raya Kuningan tiba. Banten sudah tertata rapi. Sanggah kami sudah terlihat indah dengan wastra yang terpasang lengkap. Ada penjor dengan sampian menjulang melambai tinggi. Pajeng terlihat sudah terpasang di bagian kiri dan kanan Padmasana, Tugu Dewa Hyang, Bethare Hyang Guru. Sampian gantung dengan hiasan nya, menunjukkan tingkat kreativitas ponakanku yang membuatnya. Ya, di balik rangkaian upacara dan berbagai atribut yang menyertainya, terdapat sebuah kearifan lokal yang sungguh jenius. Memperlihatkan bentuk, fungsi dan makna ritual dan budaya yang ada dibalik upacara agama. Bertemu dan berkumpul bersama, menyelesaikan kerja secara bergotong royong, saling bertukar cerita membahas berbagai aspek kehidupan, dan yang paling penting, memuja dan memuji kemuliaan Hyang Widhi Wasa, dengan berbagai cara dan rupa yang kita mampu.....
Pemangku baru akan tiba pukul 10, setelah selesai memuput upacara di sanggah dadia beliau, juga di Pura Subak. Kuputuskan akan ke rumah ipar di bagian utara. Maka, bersama dengan ke dua anakku dan kadek Dika yang masih berusia 3 tahun, kami berjalan bersama, menuruni pangkung singsing, kemudian menapaki jalan kecil menembus ladang kopi, kebun salak, dan pohon cokelat. Arome cengkeh dari pepohonan yang ada di kiri dan kanan menyeruak angkasa. Kami berjalan beriringan sepanjang 500 meter, sebelum akhirnya tiba di rumah iparku ini. Putu Dita menyambut dengan senyum ramahnya. Dia kini naik ke kelas 4 SD. Bapak dan ibunya sedang menyelesaikan munggahang dan muput banten Kuningan.
Hari raya Kuningan dirayakan setiap 6 bulan sekali oleh umat Hindu. Kuningan adalah nama wuku dalam kalender Bali. Kuningan jatuh pada sabtu kliwon wuku Kuningan. Di hari ini, umat Hindu memuja Mahadewa yg disimbolkan dengan warna kuning, warna Kemakmuran. Mahadewa adalah istilah bagi Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Semoga terwujud kemakmuran untuk semua.
Well, namanya juga anak-anak.... mereka kemudian mulai asyik bermain bersama, saling menggoda, berlarian, dan berputar2 mengelilingi halaman dengan mengendarai sepeda. Hmmm, selalu menyenangkan melihat mereka bergerak dengan bebas kian kemari. Akhirnya, 30 menit berikutnya, kami kembali ke rumah tua dan bersiap untuk persembahyangan Kuningan dan Odalan di sanggah keluarga besar kami.
Sembahyang bersama dan nyurud, atau ngelungsur, merapikan hasil persembahyangan hari ini tuntas pada pukul 3 sore. Simbok tiba dengan di hantar oleh Ketut Rancis. Sebenarnya kami masih termasuk keluarga besar, karena Putu Widiasih, nama Ayu sesungguhnya, adalah masih terhitung cucu dari pihak suamiku.
Waktu menunjukkan pukul 4 sore saat motor kami bergerak meninggalkan desa Asah Badung, Sepang Kelod. Aku bersama Ayu, sedang suami bersama Adi dan Yudha. Astungkara, Hyang Widhi Wasa..... satu hari lain lagi kulewati hari dalam kebesaran nama Mu.....
Hmmm, 3 jam perjalanan sebelum tiba di Denpasar. Berharap, dapat segera kutemui Ibu dan kedua adikku, bersama Tantri, ponakanku, yang kini berada di Kerambitan. Besok pagi mereka sudah bakal terbang kembali ke Jakarta. Namun apa mau dikata... pukul 6.30 sore tiba di Denpasar dengan rasa lelah mendera, maka, kuputuskan untuk tidak ke Kerambitan. Memilih beristirahat sebelum keesokan pagi dini hari, pukul 4 pagi, berangkat dengan PakMan Mudita, supir dan mobil sewaan, bersama suami dan anak2, menjemput Ibu dan adik2, dan langsung menghantar mereka ke bandara Ngurah Rai, untuk terbang kembali ke Pontianak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar