Tiba di depan kelas empat B, kutinggal dia, kutemui ibu guru wali kelas. Setelah urusan tuntas, ku pamit pada anakku untuk meninggalkannya. Yudha anakku mulai cemberut, merunduk dengan wajah sedih, lalu menangis. Ah.... dia yang selama ini selalu tabah, persiapkan sendiri segala peralatan sekolahnya, kini menangis sedih dan merjauk karena tidak ingin ditinggalkan.
Tuhan.....
anakku butuh kehadiran dan bimbinganku.... Hatiku trenyuh. Aku yang seorang psikolog, tamatan Universitas Gadjah Mada tahun 1993..... Aku yang seorang dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali, tenaga pengajar, dengan ribuan mahasiswa, dan telah meluluskan ribuan mahasiswa pula...... Aku yang memiliki beberapa anak asuh, dan sering menjadi tempat curhat bagi banyak orang..... Kini, anakku membutuhkanku. Kubatalkan rencana untuk pergi bekerja, masuk ke STPNDB.
Setelah seminggu dia tidak masuk sekolah.... dengan begitu banyak tunggakan tugas yang belum diselesaikannya, dengan ketakutan bila ditunjuk untuk maju ke depan kelas oleh ibu guru, dia kini sedang dalam situasi dilema, stres, tegang, takut, sedih, merasa tidak berdaya...... Kugenggam tangannya, kukuatkan hatinya, agar dia tabah dan siap menghadapi segala kemungkinan..... Kupeluk dia, ah.... jiwanya sedang rapuh.
Tiap orang adalah pribadi yang unik. Suka duka, lara pati, semua di tangan Hyang Widhi, namun kita patut berusaha sekuat tenaga agar menjadi pribadi yang tegar dan tabah menjalani dinamika kehidupan. Akan kuserahkan segala yang kumampu demi buah hatiku ini..... namun dia juga harus berusaha menjadi pribadi yang bijak dan kian dewasa, meski kini umurnya baru 8 tahun.
Berbagai aktivitas yang kujalani akhir2 ini, sungguh telah menyita perhatian dan waktu, juga tenaga dan ruang hari-hariku.... kini aku harus konsentrasi pada si bungsu, sebelum dia menjadi pribadi yg minder karena stres yg dialaminya. Kutemui kembali guru wali kelasnya, memohon ijin untuk mengajak Yudha kembali ke rumah. Kupeluk dia, dengan membisikkan kata-kata, kami berdoa bersama, lalu dia jatuh tertidur.
Dia terbangun dan terjaga dari tidurnya satu jam kemudian. Kami makan bersama, dan aku pamit padanya untuk sebuah tujuan lain. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Aku ingin beranjak menuju Bitra, Gianyar. Mertua Komang Mahayani, ponakanku yang tinggal bersama suaminya di Pontianak, akan dikuburkan hari ini pukul 12 siang. Suami sedang bertugas dalam rangka DIES Fakultasnya, maka aku pergi sendiri kali ini. Maka kukenakan pakaian kebesaranku, lengkap dengan berbagai perlengkapan lainnya, dan mengarahkan laju motor menuju setra Bitra......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar