Kamis, 31 Mei 2012. Hari ini meajar ajar dalam rangkaian Pitra
Yadnya, Ngaben mertua. Namun hari ini juga adalah hari dimana di STPNDB
diadakan proses pembuatan Electronic Identity Card dan pengambilan sidik
jari oleh Kemenparekraf. Hmmm, bukankah, manusia adalah mahluk ciptaan
Tuhan yang bisa memilih jalan menuntaskan permasalahan dengan semakin
bijak dan dewasa??
Maka, kuputuskan, berangkat se pagi mungkin ke Nusa Dua, mengikuti
proses pembuatan foto dan pengambilan sidik jari yang dilakukan oleh
petugas dari pusat, lalu bergabung dengan rombongan keluarga besar yang
mengikuti proses meajar ajar.
Sudah semenjak beberapa hari sebelumnya, aku mencoba ber diskusi dan
mencari solusi terbaik. Namun, ini adalah sebuah kebijakan dan proses
yang dilakukan oleh Kemenparekraf. Dan petugasnya datang dari Jakarta
hanya untuk se hari. Daripada aku harus mengikuti susulan periode
berikut untuk pembuatan foto dan pengambilan sidik jari yang bakal
dilakukan entah kapan, kupikir, lebih baik kuikuti jadwal yg telah
ditetapkan sajalah.
Kupersiapkan segalanya yang mungkin kulakukan lebih awal. Menitipkan 4
kotak besar kue bolu yang sudah dipotong-potong dan dibungkus dengan
plastik kecil ke rumah iparku di jalan Antasura. Juga dua buah termos
untuk membawa air panas buat kopi dan teh selama perjalanan, gelas
plastik dan sendok plastik untuk makan. Semua kubawa kemarin sore
harinya, ke rumah ipar di jalan Antasura, sehingga pagi hari suami dan
anakku bisa menumpang di mobil yang akan dibawa iparku ini untuk
bergabung di Goa Lawah bersama rombongan dari Singaraja yang membawa
banten.
Pukul 6 pagi, hari Kamis, suami tercinta dan Yudha, si putra
bungsu, berangkat mengendarai motor ke jalan Antasura. Adi, si putra
sulung bersiap berangkat sekolah, mengikuti Ulangan Akhir Semester. Aku
bebersih se isi rumah, lalu berangkat ke Nusa Dua. Aku juga membawa
tambahan lagi, dua buah kue cake karamel yang sudah di potong dan
dibungkus plastik kecil, dan ransel berisi pakaian ganti selama
perjalanan panjang nanti.
Tiba di STPNDB, setelah berganti pakaian dengan uniform kerja, sedikit
berdandan, aku bergabung dengan rekan kerja lain untuk memulai proses
pembuatan Electronic Identity Card. Dengan sedikit meminta, memohon,
memelas, memaksa, untuk mendapat giliran awal. he he he.......
Berikutnya, kembali berganti pakaian, mengenakan celana panjang, jaket,
selendang melingkar di leher, kacamata hitam, lengkap dengan kaus kaki
dan sarung tangan. Bu IGA Mirah ikut menumpang bersamaku. Beliau ingin
ikut menumpang hingga ke Sanggaran, sebelum melanjutkan perjalanan ke
Kecubung, rumahnya, dengan menumpang bemo.
Waktu menunjukkan pukul 9.30 saat aku meluncur dengan motorku melintasi
by pass Ngurah Rai, melewati patung Dewa Ruci di Simpang Siur. Di Sanur,
aku menurunkan bu Mirah. Namun, tak tega rasanya, melihat sahabatku ini
berdiam menunggu bemo menuju terminal Kreneng yang tak kunjung lewat.
Maka, kuhantar beliau langsung menuju jl Kecubung. Hmmm, bukankah ada
pepatah yg mengatakan '"Sahabat sejati akan selalu berusaha membantu
sahabatnya, baik dalam suka dan duka, dengan segala usahanya".....
Kembali aku berangkat menuju Sanur, berbelok ke kiri, jalan by pass
Gurah Rai, lalu berbelok ke kanan, by pass Prof. Mantra, menuju Pura Goa
Lawah.
Hujan rintik dan kian deras yang turun selepas pantai Lebih memaksaku
mengenakan jas hujan untuk membungkus ransel dan kotak kue, juga
menutupi seluruh tubuhku. Tiba di pantai Tegal Besar, masih di by pass
Prof. IB Mantra, suami yang kutelpon mengatakan bahwa rombongan telah
selesai dengan prosesi di Goa Lawah. Maka, segera kubelokkan arah motor
menuju ke Takmung, menuju ke Pura Besakih. Aku berencana bergabung
dengan rombongan di Pura Dalem Puri.
Pukul 12.00, saat kuparkir kendaraan di jaba Pura Dalem Puri, kutemui 5
mobil rombongan lain dari keluarga besarku, yang menjadi iringan dalam
prosesi Meajar ajar ini. Tanpa membuang waktu lama, aku segera bergabung
dengan mereka. Bersama kami, terdapat pula Mangku Pura Subak kami di
Desa Sepang Kelod, Dusun Asah Badung, lanang dan istri. Mbok Wayan
Bangli, yang sudah sejak beberapa hari lalu menginap di Singaraja untuk
membantu menuntaskan banten. Rombongan dari kampung halaman di dusun
Kapit, Desa Nyalian, Kec. Banjarangkan, Kab. Klungkung.
Selesai dari Pura Dalem Puri, Pura Tegal Penangsaran, kami melanjutkan
perjalanan ke Pura Goa Raja. Kali ini Mbok Wayan Leming bergabung
bersamaku naik motor. Dia terkenal selalu mabuk jika menumpang mobil.
Dari Pura Goa Raja, kami menuju Pura Ulun Kulkul
Kemudian menuju ke Pura Pedharman kami, Shri Arya Kepakisan.
Pura
Pedharman ini sedang dalam tahapan renovasi. Dibeberapa bagian masih
terlihat belum selesai. Namun, sungguh sudah indah terlihat. Pura
Pedharman baru saja melaksanakan upacara Piodalan Pujawali pada Buda
Cemeng Klawu kemarin. Namun aku tidak sempat berkunjung kemari kala itu.
Lalu berakhir di Pura Penataran Besakih.
Rombongan kembali melanjutkan perjalanan menuju Pura Dalem Agung yang terletak di Besang, Klungkung.
Kami beriringan bersama dengan 5 kendaraan mobil. Sedangkan aku dan Yan Leming mengendarai motor tercintaku.
Pura
Dalem Besang. Terlihat megah dengan segenap aura yang melingkupinya.
Kami, sebagai warga Jero Gede Tanjung, dari Dalem Tegal Besung. Ini
adalah kawitan keluarga besar kami.
Semoga, kami sekeluarga, mampu
menjadi penjunjung dan penyungsung budaya serta adat istiadat leluhur,
berbakti kepada agama dan negeri ini, dengan sepenuh bhakti dan
kemampuan kami. Karena, dalam setiap ajaran dan makna yang terkandung di
dalamnya, aku percaya, akan selalu terdapat Genius Local Wisdom.
Kebijakan yang sungguh adi luhung, yang bisa menuntun kami melalui
hari-hari dalam kehidupan kini dan nanti, kelak, seperti sebagaimana
leluhur kami telah melalui dan menjalaninya.
Acara
berakhir tuntas disini pukul 4 sore. Kami mencakupkan tangan memohon
pamit, dan bersiap untuk kembali melanjutkan perjalanan.
Sebelum kemudian kami menuju ke Pura Dalem Kangin di Desa Nyalian, Kec. Banjarangkan, Kab. Klungkung.
Namun
ternyata kami masih harus menunggu Jero Mangku yang masih melaksanakan
tugas, muput rangkaian upacara di tempat lain. Maka, bersabar kami
menunggu sambil berdiskusi di jaba Pura Dalem Kangin desa Nyalian
tersebut.
Setelah
Jero Mangku tiba, dan rangkaian upacara Meajar ajar tuntas, kami
kembali melanjutkan perjalanan menuju ke rumah keluarga besar dimana
terletak Sanggah Dadia.
Waktu menunjukkan pukul 8 malam, tatkala kami tiba di rumah tua, di
dusun Kapit, Desa Nyalian. Dewa Ida Bagus Aji menuntaskan prosesi
upacara di Dewa Hyang sanggah keluarga besar, sedang Mangku Pura Subak
menuntaskan upacara di sanggah kemulan.
Pukul 9 malam, rangkaian upacara di sini tuntas, dan berakhir dengan acara makan malam sekeluarga.
Namun rangkaian upacara belum tuntas seluruhnya, kami masih akan
melanjutkan perjalanan kembali. Perlu tindakan tepat tanpa perlu panik
atau esmongsian. Maka, kutitipkan motor pada keluarga besar di Nyalian,
dan aku bergabung dengan rombongan yang akan kembali melanjutkan
perjalanan menuju Singaraja dengan menumpang di salah satu mobil, yakni
APV. Kami masih harus ngelinggihang bethare di sanggah di rumah keluarga
di Asah Badung, Desa Sepang Kelod. Tinggal 4 mobil yang kini beriringan
menuju Singaraja. Satu mobil pick up untuk membawa banten, satu mobil
kijang biru tua milik iparku, dan dua mobil sewa an untuk membawa
penumpang.
Kami menyusuri jalan tembus, di Mambal, sebelum tiba di jalan raya Dps -
Gilimanuk, melewati malam hari menyusuri jalan di hutan Bading Kayu,
Dapdap Putih, Asah Badung, dan tiba di halaman rumah pada pukul 12 malam
hari. Hmmm, sungguh sebuah perjalanan spiritual yang tidak bisa dilalui
sempurna oleh banyak orang. Namun, inilah sebuah perjuangan yang
memperlihatkan, betapa..... kecintaan yang sungguh besar, pada keluarga,
pada kerabat, pada sahabat, pada budaya dan adat istiadat, yang,
mungkin hanya orang-orang pilihan yang bisa melaluinya dengan segala
ujian dan cobaan yang ada dan terlibat di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar