Ada ikatan kuat antara
Budaya, Penguasa, Masyarakat, Pengusaha. Clifford Geertz mengupas topik bahasan
ini secara mendalam dalam Tafsir Budaya, bahwa budaya melibatkan sistem simbolik
yang membuatnya harus dibaca, dipahami, diterjemahkan, diterapkan, dievaluasi
berkali secara terus menerus dalam pola pendekatan hermeneutika. Hal ini
terlihat jelas pada penerapan yang berkembang di Ubud hingga kini, bahwa Puri
berperan kuat sebagai pusat dari budaya yang berkembang di tengah masyarakat,
sehingga tradisi, seni, religi, bahkan spiritual sebagai bagian dari budaya bisa
terus berada di tengah masyarakatnya.
Seiring waktu yang
bergulir, Puri bukan lagi hanya sebatas simbol kebesaran dan kemewahan belaka,
namun dari balik tembok puri inilah, para tokohnya, para penglingsir, turut
serta, melahirkan ide-ide cemerlang, membuat konsep nyata, mendukung berbagai
aktivitas di tengah masyarakat, berperan secara nyata, dan bisa berkembang
menjadi kolaborasi indah dalam balutan pariwisata. Dan, ini diperlihatkan
dengan berlangsungnya kegiatan Ubud Royal Weekend, yang untuk tahun 2018 ini
sudah berlangsung sebanyak ke lima kalinya.
5th Ubud
Royal Weekend 2018 berlangsung dari hari Kamis hingga Minggu, tanggal 19 hingga
22 Juli 2018. Dengan sederetan kegiatan yang menandai Ubud Royal Weekend kali
ini. Penanggungjawab Ubud Tjokorda Gde Putra Artha Astawa Sukawati, didampingi
Tjokorda Gde Raka Sukawati, juga Hermawan Kartajaya selaku penggagas Ubud Royal
Weekend menjelaskan pada saat press conference di Museum Puri Lukisan, pada
hari Jum’at, tanggal 20 Juli 2018. Dukungan penuh dari Puri diperlihatkan
dengan turut sertanya para penglingsir dalam rangkaian kegiatan terkait Ubud
Royal Weekend 2018, seperti Tjokorda Agung Ichiro Sukawati yang menjadi Ketua
Panitia Penyelenggara 5th Ubud Royal Weekend 2018. Anggota keluarga
Puri juga turut aktif pula menjadi anggota kepanitiaan, berperan secara aktif
di berbagai kegiatan yang menjadi bagian dari acara Ubud Royal Weekend kali
ini.
Inilah suatu bentuk
pengabdian Puri bagi kelangsungan budaya yang sudah menjadi tradisi semenjak
leluhur, tanggungjawab moral bagi perkembangan pariwisata budaya yang
berkelanjutan, tanpa lupa pada kearifan lokal yang berlaku di tengah
masyarakat, dan menjadi panutan bagi kaum muda untuk terus berkarya secara
bersama dengan seluruh komponen yang ada. Puri tidak hanya sekedar simbol belaka,
namun menjadi panutan, menjadi teladan, menjadi pemimpin dalam menjaga Budaya,
menjamin benteng kearifan lokal di tengah derasnya arus perubahan yang bisa mengancam
keharmonisan dalam kehidupan, khususnya di tengah masyarakat Ubud.
Kegiatan kali ini
dirangkai dengan Workshop, Seminar, Pameran, Lomba, dan Bazaar, serta Pentas
Seni yang berbasis Budaya, Pariwisata, juga Kewirausahaan. Opening Ceremony
bagi 5th Ubud Royal Weekend dilangsungkan di Puri Agung Ubud pada
hari Jum’at, 20 Juli 2018.
Hari Kamis, 19 Juli
2018, sebagai hari pertama pelaksanaan 5th Ubud Royal Weekend 2018,
diadakan Workshop bertema “Ubud Tanggungjawab Kita Bersama” dengan Narasumber
Marika Gloecker dan Ketut Swabawa. Google Art & Culture, Culture
Photography Talkshow bersama Mario Blanco. Coffe Workshop bersama Tukang Kopi
Nakal Community, UKM Sukses dan Mandiri oleh Hermawan Kartajaya, Pre Even Night
Show, dan Ubud’s Jegeg Bagus Competition.
Hari Jumat, 20 Juli
2018, diadakan Culture Day di Museum Puri Lukisan, khususnya pada Lotus Stage,
berupa Mural Workshop oleh Gus Mang Monez sebagai Asosiasi Mural Ubud. Juga
pembahasan Lontar dan Aplikasinya dalam Era Kini, dengan topik Pawedasmara oleh
Ida Bagus Oka Manubawa, bersama dr. Oka Negara yang membahas Manusia dan Seks
yang Sehat dan Bertanggungjawab. Teks lontar Pamedasmara merupakan pustaka
warisan leluhur yang selama ini tersimpan di Puri Anyar Ubud, dan dibuka untuk
dibahas bersama pada kegiatan seminar demi masyarakat luas. Malam harinya
diadakan Opening Ceremony di Puri Agung Ubud.
Hari Sabtu, 21 Juli
2018, diadakan Seminar Enterpreneurship Day: Culture + Enterpreneurship =
Tourism oleh Hermawan Kartajaya, Pemberian Anugrah Outstanding People bagi para
tokoh yang dianggap berprestasi demi kemajuan Ubud oleh Menteri Koperasi dan
UKM RI, AAGN Puspayoga. Ada pula Seminar bersama Shukit Urmahacharoen yang
bertemakan “Matrix Model: New Creative OVOP of Benjarong on The Rock” di Galeri
Sukawati. Dan juga Diskusi Panel sore hari dengan topik “Meet The Enterpreneurs”
bersama Ni Luh Jelantik, Mr. Joger, Wayan Darmayasa, dan Nyoman Sukadana. Malam
harinya diadakan Performance oleh Gus Teja di Lotus Stage.
Hari Minggu, 22 Juli
2018, diadakan Tourism Day dengan Trash Hero Plogging dan Juwuk Manis. Seminar
oleh Ketut Swabawa. Juga MarkPlus Special Guest Live Sketch bersama Urban
Sketcher Bali. Seluruh rangkaian
kegiatan terkait 5th Ubud Royal Weekend 2018 di akhiri dengan
Diskusi Dini Hari dan Napak Tuju, pada Hari Minggu, 22 Juli 2018
Mau tidak mau, suka
tidak suka, budaya era kini harus menguatkan landasan berpijak di tengah
masyarakat agar nilai-nilai budaya itu tidak luntur dan menghilang, namun
justru bias terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan jaman. Hal ini sudah
tentu berdampak pada menguasaan teknologi dan juga pelibatan berbagai komponen
yang ada di tengah masyarakat. Dan salah satu cara yang bisa mendukung adalah
dengan semangat kewirausahaan. Ini yang membuat perencanaan Ubud Royal Weekend
untuk tahun 2018 ini dirancang bertemakan Enterpreneurship.
Tjokorda Gde Raka
Sukawati menjelaskan pada hari Jum’at, tanggal 20 Juli 2018, bahwa Semangat
untuk menerapkan nilai-nilai budaya yang sesuai dengan perkembangan jaman
dengan semangat berkewirausahaan di tengah masyarakat ini yang perlu mendapat
dukungan. Inilah tugas utama dari Puri untuk menjadi motor penggerak masyarakat
di sekelilingnya. Ini harapan dan menjadi keinginan para penglingsir Puri,
sehingga memberikan dukungan penuh bagi terselenggaranya Ubud Royal Weekend
2018, dengan melibatkan masyarakat Ubud, mengundang berbagai praktisi terkenal
yang menguasai bidangnya, menyertakan institusi pemerintah dan lembaga
pendidikan, dan membuka Museum Puri Lukisan menjadi pusat pembelajaran bagi
banyak komponen masyarakat.
Tjokorda Gde Putra Artha
Astawa Sukawati selaku penanggungjawab kegiatan 5th Ubud Royal
Weekend 2018 pada saat press conference hari Jum’at, 20 Juli 2018 menjelaskan
sudah tentu ada banyak perkembangan yang diharapkan membawa kebaikan bagi
banyak pihak, sehingga selalu ada perubahan dan perkembangan yang dilakukan
oleh pihak Puri, baik dalam hal sistematika organisasi kerja, pelibatan
berbagai pihak dalam pelaksanaan kegiatan, para sponsor yang terkait, dan
jadwal pelaksanaan yang terus menerus meningkat. Misalnya, pada saat
pelaksanaan kegiatan Ubud Royal Weekend I hanya dua hari, hingga sekarang
menginjak kegiatan Ubud Royal Weekend yang ke lima menjadi empat hari.
Pelaksanaan Ubud Royal
Weekend 2018 kali ini juga melibatkan Sekeha Teruna Teruni yang berasal dari ke
13 STT yang ada, namun hanya ada 6 STT yang terlibat, karena pada saat
bersamaan juga terdapat upacara keagamaan di masing-masing desa di Ubud.
Terdapat 36 stand pada bazaar yang berlangsung di Museum Puri Lukisan dengan
mengusung konsep UKM berbasis pariwisata budaya yang berkelanjutan. Opening Ceremony bagi 5th
Ubud Royal Weekend dilangsungkan di Puri Agung Ubud pada hari Jum’at, 20 Juli
2018.
Tjokorda Gde Agung
Sukawati merupakan tokoh Bali yang termasuk dalam pionir dan motor penggerak
awal dalam mencetuskan Pariwisata Budaya. Semangat beliau ini yang kemudian
menjadi pegangan untuk digulirkan dan dilanjutkan oleh generasi penerusnya,
anak dan cucu, karena menyadari hanya Pariwisata Budaya yang pantas berkembang di
Bali, khususnya di Ubud sehingga nilai nilai leluhur dan tradisi tidak akan
punah sia-sia.
Tjokorda Gde Putra Artha
Astawa Sukawati pada saat press conference yang dihadiri awak sejumlah media
pada Jum’at, 20 Juli 2018, juga menegaskan bahwa perkembangan yang terjadi di
Ubud bisa menjadi teladan bagi daerah lain, bahwa hanya dengan melibatkan
banyak komponen yang bersinergi secara harmonis maka pariwisata dapat tumbuh
dan berkembang hingga gaungnya menggapai ke seluruh dunia. Komponen yang terlibat
tersebut bisa dilihat dalam wujud hubungan Tri Hita Karana, bagaimana semangat
yang ada pada orang-orang di Ubud dalam merawat nilai-nilai yang terkait
hubungan Horizontal, dengan sesama umat manusia, nilai-nilai vertikal, hubungan
dengan Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dan juga hubungan dengan alam semesta,
dengan lingkungan sekelilingnya. Hal ini sekaligus menjelaskan bahwa hubungan
ketiga komponen ini yang terjadi di Ubud saat ini, bagaimana tatanan
modernitas, kekinian, jaman now, era kini, justru menguatkan tradisi yang ada
dengan tetap berlandaskan kearifan lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar