Watercolour Society merupakan
kumpulan pelukis berbahan cat air. Di kawasan Internasional, perkumpulan ini
berdiri secara resmi semenjak tahun 2012, namun sempat vakum sebelum akhirnya
kembali aktif dalam berbagai gerakan yang memperlihatkan aktivitas mereka
semenjak tahun 2012. Di Asia terdapat Asian Watercolor Confederation. Mereka
pernah menyelenggarakan pameran bersama pada tahun 2008, dari tanggal 8 – 30
November, dalam rangka memperingati hari jadi yang ke 19 tahun.
Sedangkan di Indonesia
terdapat Indonesian Watercolour Society, yang mengawali aktivitas mereka dengan
pameran bersama pada tahun 1993, terselenggara di Jakarta dan Bali sekaligus.
Pada tahun 2012, Indonesian Watercolour Society menyelenggarakan pameran safari
keliling di empat kota, meliputi Jakarta, Jogjakarta, Solo dan Bali, yang
kemudian mendapat penghargaan dari MURI selaku pameran seni lukis cat air yang
terlama dan dengan peserta pelukis mancanegara yang terbanyak, yakni ratusan
orang. Pada tahun 2016, Indonesian Watercolour Society kembali menyelenggarakan
pameran di Bandung bertajuk Asian Watercolour Expression.
Dalam rangka merayakan
hari jadi mereka yang ke 25, diselenggarakan pameran bertempat di Hall Njana
Tilem Museum. Pameran yang berlangsung dari tanggal 7 sampai 14 Oktober 2018 tersebut mengikutsertakan 129
lukisan yang berasal dari 66 pelukis yang berasal dari 9 negara mencakup Cina,
Hongkong, Taiwan, Myanmar, Malaysia, Korea, Jepang, Singapura dan Indonesia.
“Saya berharap lukisan
ini dapat dinikmati tidak hanya oleh pembuat dan penikmat seni yang hadir di
sini, namun juga dari informasi yang tersebar ke berbagai penjuru nusantara,
bahwa pameran ini membawa misi damai. Budaya yang hadir dalam bentuk seni lukis
bisa memberikan kedamaian, ketenangan bagi penciptanya, bagi masyarakat yang
menikmati karya seni lukis ini, dan kemudian juga menularkan damai tersebut
bagi lingkungan di sekitarnya”, demikian ujar JMK Pande Wayan Suteja Neka pada
kata sambutan di saat membuka Jubilee 25 years Indonesian Watercolour Society.
Robby Lulianto selaku
ketua Indonesia Watercolour Society menghadiahkan sebuah karya seni lukis
potret diri Pande Wayan Suteja Neka di dalam rangkaian kegiatan pembukaan.
Robby mengakui kendala keterbatasan dana sering menghambat aktivitas Indonesian
Watercolour Society untuk berkumpul bersama dan menyelenggarakan pameran dari
berbagai hasil karya para anggotanya. Namun hal ini tidak membuat mereka patah
semangat dan berhenti berkarya. 25 tahun pengalaman sungguh semakin mematangkan
langkah organisasi Indonesian Watercolour Society untuk saling bersinergi dan
memberikan energi positif, tidak hanya bagi para anggotanya, namun juga bagi
masyarakat luas pencinta dan penikmat seni lukis.
Ida Bagus Alit Suryadi menjelaskan bahwa penyelenggaraan
kegiatan kesenian ini bukan hanya sekedar sebuah aktivitas pameran seni dan
budaya, namun sekaligus memberikan pemahaman dan pengalaman berharga bagi
setiap orang, terkait dengan inspirasi dan semangat serta kreativitas pada
berbagai ruang kehidupan.
Hal itu memang tepat,
karena terlihat dari berbagai peserta pameran yang berlatar belakang berbagai
Negara, berbagai usia, berbagai pendidikan serta pengalaman yang sungguh
beragam. Seperti hal nya ibu Budiarti Silalahi yang bahkan baru mulai melukis
tatkala berusia 67 tahun. Karyanya yang berjudul menggambarkan bunga angrrek
dengan latar belakang corak kain batik sebagai karya khas nusantara. “Indonesia
sangat terkenal dengan batik, dan saya mengungkapkan kekaguman saya pada batik
dengan menyertakannya pada banyak karya lukis saya”, ibu Budiarti menjelaskan
dengan penuh binar di wajahnya, terkait karya beliau.
“Kini saya berusia 78
tahun, dan akan tetap melukis hingga tangan saya tidak bisa bergerak lagi”.
Ujar beliau. Meski sudah sangat sepuh, namun semangat yang berkobar terlihat
pada guratan pola gambar dan warna cat air di atas kanvas karya ibu Budiarti.
“Saya juga aktif pada berbagai organisasi sosial kemasyarakatan. Beberapa karya
saya yang laku terjual, saya sumbangkan hasil penjualannya demi organisasi,
salah satunya, Yayasan Anak Berkebutuhan Khusus / Diffabel”. Ah, sungguh mulia
aktivitas ibu Budiarti Silalahi, meski sudah sangat tua, namun beliau masih
terus menghasilkan berbagai lukisan indah berbahan cat air, dan mengikuti
berbagai pameran yang diselenggarakan oleh Indonesia Watercolour Society di
berbagai penjuru nusantara bahkan hingga ke luar negeri.
Hal tersebut di atas
memberikan semangat padaku, bahwa budaya membuat orang menjadi kian halus dalam
empati, mendorong semangat berkreasi tiada henti dalam bidang seni, dan juga
membuka wawasan pergaulan seseorang dengan ikut serta berperan pada berbagai
aktivitas seni dan budaya, salah satunya, pameran seni lukis yang menandai
Jubilee Indonesian Watercolour Society di Njana Tilem Museum ini.
Tidak hanya ibu Budiarti
Silalahi yang berusia lanjut sebagai salah satu seniman aktif dari Indonesia
Watercolour Society. Ada banyak peserta pelukis lain yang juga aktif berkarya
secara terus menerus, dan ikut aktif pada berbagai pameran seni lukis untuk
memperlihatkan hasil transformasi hasil karya lukisnya
Namun dapat terlihat
bahwa pada umumnya para pelukis cat air menghasilkan karya yang menggambarkan
berbagai aktivitas kehidupan manusia sehari hari. Para pelukis Indonesia, pada
umumnya menampilkan sosok manusia, dengan guratan halus dan tajam, terkait
dengan aktivitas manusia dan budaya nya, misalnya, D. Tjandra Kirana, yang
menggambarkan sosok perempuan penari Legong Keraton dengan warna merah marun
pada pakaiannya dan berlatar belakang belantara pepohonan berwarna hijau lembut.
Guratan tegas yang tergambar pada lukisan bertema “The Beauty of The Balinese
Tradition” yang menggambarkan keindahan perempuan bali terkait tradisi di
tengah lingkungan masyarakat, yang tidak terlepas dari seni dan budaya,
khususnya seni tari. Siunandar Djaya bahkan lebih berani bermain dengan warna
pada karyanya bertema “Tari Topeng Bali”. Beliau menggunakan aneka warna, mulai
dari tekanan yang lembut pada bagian pinggir lukisannya, hingga menggabungkan
warna warna kontras sekaligus pada sosok penari di dalam lukisan, mulai dari
terang dan gelap sekaligus, hitam dan putih, merah dan kuning, hijau dan coklat
sekaligus untuk menggambarkan guratan otot penari. “Sosok penari dengan gerak
hentakan dinamis pada tari Bali yang ingin saya tonjolkan pada lukisan cat air
saya”, ujar beliau menyampaikan penjelasan.
Bagaimana dengan
pelukis mancanegara lain ? Pada umumnya para pelukis mancanegara juga memperlihatkan
aktivitas kehidupan sehari hari masyarakat berdasar hasil pengamatan dan
imajinasi mereka. Seperti halnya pelukis Malaysia, Smith Sein Lynn, yang
melukiskan aktivitas kehidupan nelayan dan pedagang pada pasar terapung. Pelukis
Khoo Boon Seng, yang juga menampilkan karya lukis aktivitas nelayan ikan di
negaranya. Guratan halus warna warni yang menggambarkan perkampungan nelayan
tersebut sungguh memperlihatkan kedewasaan teknik permainan warna cat air
beliau. Tidak mudah menggabungkan beragam warna warni yang harmoni dalam
guratan - guratan halus, namun masih bisa memperlihatkan dengan jelas setiap
detil bagian lukisan. Pelukis Perlin, yang menampilkan tema Devout pada lukisan
berupa penari pria yang menusukkan besi hingga tembus ke kedua belah pipinya.
Museum Njana Tilem kata
Njana Tilem berasal dari Ida Bagus Njana yang hidup pada tahun 1912 hingga
1985. Beliau dikenal sebagai seorang maestro seni ukir, terutama dari
kayusugih, banyak hasil karya dengan beragam bentuk karya beliau terkenal di berbagai penjuru negeri. Pengelolaan Museum kemudian dilanjutkan oleh anaknya yang
bernama Ida Bagus Tilem. Dan kini, selaku Direktur dari Museum Njana Tilem
adalah putra beliau, Ida Bagus Surjadi.
Pameran Seni Lukis
terkait peringatan Hari Jadi ke 25 Indonesia Watercolour Society berlangsung di
Wantilan Museum. Dan ini merupakan Pameran yang pertama kali semenjak Wantilan
Museum dibuka semenjak se tahun lalu. “Ini adalah suatu bentuk kreativitas yang
berlangsung semenjak era kakek saya, Ida Bagus Njana, dan ayah, Ida Bagus
Tilem, yang akan terus bergulir hingga kini dan nanti” Ujar Ida Bagus Suryadi
menjelaskan perkembangan Museum Njana Tilem.
Museum yang berdiri di
atas lahan seluas ini juga dilengkapi dengan spot menarik dan unik bagi
berbagai Event, seperti pernikahan, pertemuan, dengan suasana di udara terbuka.
Restoran dan bar yang terdapat di area Museum Njana Tilem ini juga menawarkan
menu khas, yakni Bebek Goreng Krispi. Bahkan, jika beruntung dan saat nya
tepat, pengunjung dapat menikmati malam romantik dengan nuansa bulan purnama
bersinar indah cahyanya tepat di atas Museum Njana Tilem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar