Satya Cipta, Sang Pelukis Cahaya
Wanita kelahiran tanah
Lampung ini menamatkan pendidikan pada Institut Kesenian Jakarta, Jurusan Seni
Teater.Selanjutnya, semenjak tahun 2006 hingga 2013 bekerja pada beberapa
kelompok teater di Jakarta, juga pada beberapa sutradara, mencakup Slamet
Raharjo, Sudjiwo Tejo, Jose Rizal manua, Putu Wijaya. Hal ini mematangkan
kompetensinya sebagai seorang penata gerak dan tampilan artis, sebagai koreografer,
dan bahkan seorang seniman,
Bila
Lukisan adalah Cinta
Maka
Satya menggurat nya pada kanvas dengan hasrat membara
Ketertarikannya pada
bidang seni lukis mulai berkembang semenjak dia tinggal di Bali. Keahlian yang
kian terasah ini terwujud pada berbagai karya lukis yang dihasilkan. Dan akhirnya
memberanikan diri tampil pada berbagai pameran seni lukis.
Penampilan perdananya
dalam potensi seni lukis adalah pada tahun 2017 pada pameran bertajuk “The Offering”
di Gallery Monkey Forest. Tahun 2017, New Media Art Exhibition bertemakan “Déjà
vu” di La Salle College of Art, Singapore. Tahun 2017, Pameran Seni Wanita
bertema “Luwih Utamaning Luh” di Art Center Denpasar. 4th Indonesia’s
Grand Exhibition bertema “Epicentrum”, di Manado, Sulawesi Utara. Tidak puas
sampai disini, Satya Cipta bahkan menjajal kemampuannya untuk turut terlibat
tampil dalam pentas Drama Musikal bergenre romantic karya Shakespeare. Berperan
sebagai penyanyi sopran pemeran Cymbelline, mengandung kisah mengenai tragedy percintaan,
yang disutradarai oleh Prof. Rubin dari (Essex University), dan dipentaskan di
Art Center Denpasar.
Bila
Lukisan adalah Cahaya
Maka
Satya melebur segala resah gelisahnya tentang wanita
dan
kodrat yang terkadang memaku kita dalam stigma membuta
Kali ini, kembali Satya
melakukan pameran tunggal bertema “A Budding Talent”, di Museum Puri Lukisan
Ubud. Dibuka oleh pada tanggal 6 Oktober 2018, rencananya pameran akan berlangsung
hingga akhir Oktober 2018, dengan memamerkan 31 hasil karya seni lukisnya.
Bila
Lukisan adalah Kidung Asmara
Maka
Satya membasuh wajah kita memerah semburat jingga
karena
hasrat birahi tiada ternafikan lagi
Dengan mudah bisa kita
temukan guratan coretan dan tarian kuas bercorak feminin di setiap karyanya. Garis
kecil halus namun tajam, panjang, dengan lekuk indah, sebagian besar bertema
wanita, ibu dan anak, dan pesona indah wanita.
Pada beberapa bagian
gambarnya, terlihat sketsa sederhana, dengan banyak ruang sengaja dibiarkan
kosong, hanya goresan sederhana, permainan warna sederhana, hitam dan putih,
namun tetap menampilkan indahnya perempuan.
Di bagian lain karya
seni yang dihasilkan, terlihat guratan yang lebih penuh, berbagai bentuk penuh
terdapat pada lukisan, termasuk dengan permainan warna yang lebih beragam.
Bila
Lukisan adalah Satya
Maka inilah hitam putih
merah biru kuning aneka warna tutur kata sang pelukis wanita tentang resahnya,
tentang hidupnya, tentang asmara, tentang asa, yang mewakili wajah kita semua……
Inilah Satya Cipta,
dengan keseluruhan kreativitas yang tercermin pada karya seni lukis. Tercermin
bahwa emosi jiwa nya penuh letupan tiada terkira, terkadang datar, begitu
sederhana, namun adakalanya begitu membias dan berpendar, seolah ingin
menumpahkan seluruh hasrat gejolak di dalam diri.
“Ya, karya saya
memperlihatkan kegalauan wanita, yang terkadang begitu tertekan, karena
dituntut untuk melakukan hal yang dianggap sebagai tugas wanita, dituntut untuk
menerapkan laku wanita, sedangkan mungkin mereka memiliki hasrat, keinginan,
kebutuhan, hak dan juga tanggungjawab yang tidak sama di setiap waktu”, ujar
Satya.
Pola yang dihasilkan
Satya tidak mudah dicerna penikmat seni pada umumnya. Beragam karya bisa
diterjemahkan sebagai karya vulgar belaka, mendobrak kemapanan yang selama ini
berlaku di tengah masyarakat, yakni, tabu berbicara seks secara terbuka. Ada
bentuk perempuan bertelanjang dada, tampilan vagina bersimbol bunga dan cahaya,
sosok yang sedang berciuman , tanpa mengenakan busana apa pun, dan bahkan,
bersanggama. Namun, inilah wajah kita semua. Ada kalanya tampil penuh warna, wajah
tertutupi topeng-topeng kemunafikan. Namun karya Satya berbicara jujur, tentang
wanita, tentang sifat asli manusia bila hadir polos apa adanya, tentang
perilaku hakiki manusia yang menghadirkan kita semua, tentang proses hadirnya
sebuah karya, tentang persepsi penikmat seni, tentang letupan emosi, gejolak
hasrat birahi, kesedihan, kemarahan, ledakan jiwa, proses yang akan selalu
bergulir, hingga akhir masa.
Karya Satya mewakili sosok
sebagian wanita, mewakili era nya, bahwa ada lompatan jauh dari sesuatu yang
dahulu dianggap tabu untuk dibicarakan namun kini tidak. Karya Satya merupakan
karya pelukis cahaya, melesat jauh ke muka, menyesak di dada bagi yang tidak
siap memberi makna, dan mewakili gundahnya wanita.
Teruslah melukis,
Satya. Hasilkan banyak karya dengan gaya, dengan irama nada, dengan alunan
lentik jemarimu, dengan tinta Cina, dengan banyak warna, dengan manja, dengan
cinta, dengan cita, dan, dengan cahaya…..
Kacak
matei mandi ghah, jak ughik keno jajah
Tidak mau hidup berada di bawah belenggu
Tidak mau hidup berada di bawah belenggu
Satya adalah keindahan wanita
Menyapa dunia dengan guratan karya jemari
lentiknya,
Berbicara tentang cinta, harapan, segala
resah yang membuncah,
“Dunia berawal dari wanita, sosok ibu,
berjalan dengan ibu, dan berakhir pada ibu.
Bila ibu terjaga baik, dihormati,
dicintai, maka dunia juga akan damai”.
Tuturnya suatu ketika.
Satya mewakili kegundahan wanita
Tentang segara rasa yang ada, hadir
menyapa, menggoda,
berbicara tidak hanya berupa kata.
Tentang lukisan yang berbisik,
berbicara, berteriak, berdesah,
bergeletar, bergejolak membara, berdecap
nikmat, bercanda,
berjalan dalam garis kehidupan yang
tertuang pada banyak wanita
“Akulah cermin jiwa sang wanita”.
Ujarnya penuh makna
Satya adalah wanita berprinsip teguh
kukuh ….
Tidak berhenti pada kata tidak, tidak
berlalu pada kata cukupkan dahulu hingga disitu.
“Karya saya mendobrak pakem yang ada.
Meski dianggap tercela adanya, namun inilah dunia kita semua. Mau tidak mau,
suka ataupun tidak, bagian yang tidak diakui ini tumbuh berkembang bersama kita
semua”, Tutur Satya perlahan.
Satya si Wanita Era Milenial…..
Sejarah perjalanan hidupnya berbalur
pengalaman, pendidikan,
pekerjaan, pergaulan beragam yang
menggambarkan kedewasaan wanita.
Rangkaian karya nya bertutur indah,
tentang metamorfosa yang tercipta,
tentang mutiara yang terasah.
Satya si Pelukis Wanita…..
Pejamkan bilah kelopak matamu, bayangkan
terlintas karya Satya…….
bila rasa hadir menggoda, bila hati
jujur bicara,
bila resah bisa terbaca, maka, karya
Satya bertutur tentang kita
Tentang semburat galau, tentang nuansa
jiwa, tentang asa, cinta,
kerinduan, pengorbanan, perjuangan,
kebahagiaan, dan ceritera kita bersama
Satya adalah Mata Hati kita.
Bila
Lukisan adalah Cinta
Maka
Satya menggurat nya pada kanvas dengan hasrat membara
Bila
Lukisan adalah Cahaya
Maka
Satya melebur segala resah gelisahnya tentang wanita
dan
kodrat yang terkadang memaku kita dalam stigma membuta
Bila
Lukisan adalah Kidung Asmara
Maka
Satya membasuh wajah kita memerah semburat jingga
karena
hasrat birahi tiada ternafikan lagi
Bila
Lukisan adalah Satya
Maka
inilah hitam putih merah biru kuning aneka warna tutur kata sang pelukis wanita
tentang resahnya, tentang hidupnya, tentang asmara, tentang asa, yang mewakili
wajah kita semua……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar