Karena seni
menghaluskan budi, mengasah kesabaran, mengekspresikan jiwa, melatih kemampuan,
dan menguji kerjasama dengan banyak pihak lain. Salah satunya dengan
menari, kita bisa mengolah tubuh, melatih ketrampilan tampil di depan publik,
melestarikan dan mengembangkan seni budaya leluhur, agar selaras dengan
kehidupan di era kini”, Ujar Anak Agung Gde Bagus Mendera Erawan.
Anak Agung Gede Mandira
bersama sama dengan Anak Agung Gede Oka
Dalem yang merupakan tokoh pendiri, penanggungjawab sekaligus pembina sanggar tari dan tabuh
dari Puri Kaleran, Peliatan Ubud. Spirit dan kreativitas dibidang seni ini
kemudian dilanjutkan oleh anak dan cucu juga anggota keluarga lain, masyarakat
sekitar, para tamu yang hadir, wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara.
Tarian Legong merupakan
tari dasar bagi para penari untuk menguasai sekaligus gerakan dan ekspresi
seorang penari. Dan kisah Jaya Pangus banyak dipergunakan dalam sendratari atau
drama yang mencerminkan sekaligus kejayaan dan kehancuran kerajaan Jaya Pangus.
Jaya Pangus memiliki istri, Dewi Danu, berputrakan Mayadenawa yang bertahta di
kerajaan Bedahulu. Dewi Danu menjadi murka setelah mengetahui Jaya Pangus
memiliki istri lain, Kang Ci Wi. Dewi Danu kemudian mengadu pada ayahnda, yang
kemudian mengutuk Jaya Pangus, menjadi Barong Landung, dan akan menjaga setiap
perempatan agung di Bali.
Fragmen tari Legong
Lanang Jaya Pangus ini ditampilkan perdana pada tahun 2012, tanggal 12
bulan 12, yakni Desember.
Kreasi Berikutnya
adalah Legong Lanang Nandira Indra Maya Danawa. Raja Maya Danawa merupakan Raja
Dalem Balingkang kedua setelah Prabu Jaya Pangus, ayahnda nya. Kesaktian yang
dimiliki Raja Maya Danawa membuat nya semakin tidak tertandingi dan kian
sombong, menganggap dirinya sebagai dewa, dan hanya dia yang patut disembah.
Sangkul Putih atau Arya Wang Bang Manik Angkeran memohon bantuan pada Bhatara yang
kemudian mengutus Dewa Indra membasmi kejahatan Maya Danawa. Dewa Indra
menciptakan Pura Tirta Empul untuk membersihkan sepuluh kotoran, yakni Dasa
Mala. Darah Maya Danawa mengalir menjadi
sungai Petanu. Dan kematian Maya Danawa diperingati sebagai Hari Raya Galungan,
kemenangan Dharma melawan Adharma. Legong Lanang Nandira Indra Maya Danawa
merupakan kreasi Legong Lanang kedua, dan dipentaskan secara perdana pada tahun
2015.
Dan untuk pementasan
tari Legong Lanang Nandira Indra Maya, berkolaborasi indah bersama sang peƱata group
karawitan, I Wayan Darya, dan pengiring gamelan, Sekaha Gong Genta Buana Sari,
serta Juru Tandak, Bapak I Made Sidia.
Anak Agung Gde
Bagus Mendera Erawan menjelaskan bahwa legong lanang yang ditarikan oleh para pria
ini penting untuk mengingat sejarah tarian dan para penari. Jaman dahulu,
legong lanang juga sudah ada dalam pementasan Nar dan Nir yang kini sudah tidak
dipentaskan lagi. Disamping itu pula, secara sosial kemasyarakatan, budaya
sudah seharusnya dipahami tidak hanya sebatas tampilan fisik semata, namun juga
dari kedewasaan sikap mental para penari, para penabuh, para penonton, dalam
mengapresiasi sebuah pertunjukan dan para penarinya.
Ada banyak nilai yang
bisa dipahami dan dijelaskan fungsinya, tidak hanya sebatas yang tersirat
maupun tersurat belaka. Sebagai penari, pelaku seni, penikmat seni dan ragam
budaya, orang yang terlibat pada bidang seni, tokoh budaya, dituntut untuk
memberikan penilaian yang bebas dari proses menghakimi semata. Sebagai penari
Legong Lanang, mendapatkan ujian kesabaran dalam berekspresi, melatih kekuatan
tubuh karena menarikan gerakan perempuan.
Alumni SMAN 2 tahun 65. Penglingsir Puri Kaleran Peliatan
Ubud, Anak Agung Gde Bagus Mendera Erawan, beristrikan seorang perempuan
Jepang yang juga seorang seniman lukis, Jero Hadi Kencana Wulandari.
Beliau menamatkan pendidikan
ASTI, kini ISI, tahun 1971 bersama I Wayan
Dibia. Beliau menjelaskan bahwa dengan menari beliau berharap bisa senantiasa berkarya,
untuk mengajegkan Seni dan Budaya Bali.
Kolaborasi perdana
bersama sanggar seni tari dari Butoh, Jepang, berjudul Tri Premana, berikutnya,
Legong Lanang Nandira Jaya Pangus pada tanggal 12 Desember tahun 2012,
bertemakan Jaya Pangus, kemudian Legong Lanang Nandira Indra Maya Danawa, pada
tanggal 25 Januari 2015, Legong Lanang
Nandira Raja Bedahulu pada tahun 2017.
“Hidup saya untuk
menari, oleh menari dan dari menari, sudah semenjak tahun 1959, hingga kini,
saya akan terus menari, Tari adalah panggung kehidupan saya”, tutur beliau
dengan penuh semangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar