Kharma
phala ngaran ika,
Phalaning
gawe hala hayu.
Hala
ula hala tinemu,
Hayu
pinargi hayu pinanggih.
Dari: Satua I Kedis
Cangak Mati Baan Lobane / Pedanda Baka / Cangak Maketu.
Cerita atau
dongeng memiliki peranan dalam pengembangan karakter agar memiliki jati diri
yang jelas dan tegas. Dongeng juga dapat dijadikan sarana dalam mewariskan
nilai-nilai luhur kepribadian yang membantu anak menjalani masa tumbuh kembang
dengan baik. Anak – anak dapat belajar bermain peran, mengembangkan empati dan
juga mengatasi permasalahan yang terjadi di dalam lingkungan.
Mereka belajar
mengembangkan intelektualitas dan imajinasi dengan mendengarkan dongeng, mengembangkan
kreativitas dengan mencari problem solving yang di dapat
dari dongeng. Dengan demikian akan semakin banyak alternatif solusi jika
terjadi konflik atau permasalahan di dalam berinteraksi dengan orang lain dan
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan daya nalar yang ada.
Di Bali, Hikayat
atau dongeng rakyat dikenal dengan Cerita Tantri yang berbentuk prosa maupun
puisi. Masyarakat Bali mengenal tiga macam Cerita Tantri, yakni Tantri
Kamandaka, Tantri Manduka Harana, dan Tantri Pisaca Harana. Salah satu bentuk
Cerita Tantri Kamandaka yang terkenal adalah Satua Ni Diah Tantri yang
menceritakan mengenai tingkah laku para binatang yang didongengkan oleh Ni Diah
Tantri pada Raja Patali Nagatun, Prabu Eswaryadala. Satua Ni Diah Tantri ini
sendiri memiliki dua puluh enam cerita yang meliputi : Kisah Bhagawan
Drarmaswami, Tertipu Tipuan Suara-suara, Burung Atat Meniru Pengasuhnya, Kisah
Empas, I Titih Berguru kepada I Tuma, Burung Kedis Cangak Mati Baan Lobane,
Kisah Bangsa Burung Pemangsa, Kisah I Cewagara, Kejelekan Tingkah Laku Singa,
Burung Tinil Mengalahkan Samudera, Kisah I Papaka, Kisah Sri Adnya Dharmaswami,
I Welacit dan I Surada, Macan yang Dihidupkan Sang Pandita, Yuyu yang Baik
Hati, Kisah Burung Sangsiah, Kisah Keburukan Perilaku Kera, Kambing Takutin
Macan, Kisah Gajah yang Sok Kuasa, Kisah Empas Mengalahkan Garuda, Kisah
Seorang Pemburu, Kasiapa Kepuh, I Syaruda Menjalankan Tipu Daya untuk Membunuh
Ular, Kisah Tiga Ikan, Kisah Batur Taskara, dan Cerita Sang Arya Dharma Percaya
Ajaran si Kambing.
Tingkah dadi jadma idup,
tusing suud mangulati,
solah, laksana melah,
anggon kemulan numadi,
magae jemet-jemetang,
sinah mapikolih lewih.
Dari Pupuh
Ginanti. Sebagai umat manusia yang menjalankan ajaran Dharma, melakukan
perbuatan di dalam kehidupan, bekerja dengan bersungguh, berpikir dan berkata
kebaikan, sehingga memperoleh hal yang baik pula.
Cerita Tantri
mengandung ajaran dan nilai moralitas yang mengajarkan umat manusia dengan
perumpamaan hubungan sebab dan akibat dari sifat para binatang dan tokoh yang
terdapat dalam cerita. Cerita Tantri juga mengandung nilai luhur tentang budi
pekerti, etika, keteladanan dalam hidup yang berlandaskan aspek Ketuhanan,
Kemanusiaan, Kejujuran, Keadilan, Kerjasama, Kepedulian, Kecerdasan.
Penerapan dari
filosofis Maguru Satwa (berguru pada binatang) ini menjadi pedoman dalam
kehidupan bermasyarakat yang dikenal dengan istilah Dunia Tantri. Dan filosofis
ini yang secara terus menerus ditanamkan semenjak usia dini pada diri anak yang
disebut dengan Golden Age, usia emas sang anak dalam menumbuhkembangkan benih-benih
sikap positif, sehingga memiliki pengaruh luar biasa dalam pembentukan karakter
sang anak setelah dia dewasa.
Referensi:
Sawitri, Cok.
2011. Tantri, Perempuan yang Bercerita. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Ananda, IB, BP.,
Hendra Setiawan. 2012. Kisah 1001 Malam Ni Diah Tantri, Inspirasi Ibu dalam
mengembangkan Karakter Anak. Klungkung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar