Pukul 8.00, Senin 8 Oktober 2012. Mendung menggelayut di langit gedung Pascasarjana, menyapa pagi dengan malu-malu, hingga kesannya kelabu. Duduk menanti dg manis, dan wajah sumringah, berharap bertemu beberapa profesor yang bisa membantu pencerahan pemikiranku, di parkiran kampus Sastra. Sambil memegang buku tentang Sejarah perjuangan seorang srikandi di bidang jurnalisme. Seorang perempuan berjilbab berjalan perlahan menghampiri..... "Saya Halimah dari Ternate, ingin menghabiskan waktu di perpustakaan pascasarjana S3, Program Studi Kajian Budaya" Ujarnya.
Dia lalu bercerita, bahwa dalam perjalanan tadi, menemui pak Putu Sukaryawan sedang terduduk di pinggir jalan dengan wajah berdarah-darah. Ahhh. Pak Putu, demikian kami biasa memanggilnya, adalah salah seorang karyawan di Pascasarjana, Program Studi Kajian Budaya. Semenjak kulalui program S2 di Program Studi Kajian Budaya Universitas Udayana dari tahun 2006, sudah kukenal dia. Namanya sebenarnya adalah Wayan Sukaryawan, namun entah mengapa, kami lebih mengenalnya dengan sebutan, Pak Putu.
Ibu Halimah mengatakan bahwa dia temui Pak Putu terduduk di pinggir jalan depan Gedung Pascasarjana di jalan Sudirman. Hmmm, kucoba berkali menghubungi nomer HP nya, tidak diangkat. Lingkungan kampus masih sepi. Kembali kucoba menghubungi nomer HP nya, dan, di ujung sana terdengar suara pak Putu. "Saya sedang di UGD RS Sanglah". Kami putuskan segera berangkat menuju RS Sanglah, dan mencoba melihat, apa yg bisa kami bantu baginya.
Di RS Sanglah, rumah sakit pendidikan bagi fakultas Kedokteran Universitas Udayana ini, aku bersama ibu Halimah bertanya di meja resepsionis tentang keberadaan pak Putu. Seorang remaja pria mengaku menghantarkan pak Putu kesana. " Saya bernama Putu Diva Dharma Suta, saya yg barusan alami kejadian bersama pak Putu".
Ah, mahasiswa fakultas Kedokteran Universitas Udayana semester satu ini sedang terburu karena terlambat kuliah, sehingga dia memotong laju jalan motor pak Putu tadi pagi, dan terjadilah kejadian tersebut. Hmmm. Wajahnya terlihat panik. Kuyakinkan dia bahwa pak Putu sudah ditangan para dokter. Kami berdiri bersama menyaksikan pak Putu menjalani operasi pada bibir bagian dalamnya. Satu ampul Lidocain, satu spuit / jarum suntik kecil, dan satu jarum serta benang jahit, betadine, kapas dan perban, terletak di atas meja operasi.
Siapa pun, tentu tidak menginginkan peristiwa ini terjadi. Namun, kita tidak bisa menghindar dari takdir yang telah ditetapkan Beliau. Maka, yang bisa kita lakukan adalah mempersiapkan diri untuk menjalani berbagai peristiwa yang mungkin datang menghampiri. Karena, perjuangan dan proses yang kita hadapi, akan menentukan keberhasilan kita dalam kehidupan.....
Dr. Putu Sukardja, M.Si., Sekretaris Program Pascasarjana S3, Program Studi Kajian Budaya, muncul kemudian. Juga para staf Kajian Budaya. Selesai dengan urusan administrasi dan resep obat untuk ditebus kemudian, aku berpamit, mohon diri, untuk kembali melanjutkan perjalanan. Lekaslah sembuh, pak Putu. Demi kesehatan bapak, dan juga demi keluarga yang menanti selalu. Juga para mahasiswa program Pascasarjana. Kami membutuhkan tenaga dan sumbang pemikiran bapak, demi kelancaran tugas-tugas bapak pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar