Dan...... Telah kubuktikan sendiri. Pikiran dan tindakan yang akan tentukan jalan sejarah kehidupan kita. Kita bertanggungjawab terhadap diri kita masing-masing...... Sekali niat hadir dalam hati, doa dan kerja keras akan membuktikan, apakah niat akan terwujud. Maka, aku bergerak menuju Gianyar, Banjar Cemenggaon, pernikahan ibu Ayu, rekan sesama dosen STPNDB. Berikutnya, Baturiti, Tabanan, pernikahan Uttari Pitanatri. Selanjutnya, Munduk, Buleleng, pernikahan anakku, Putu Liong. Kemudian, menempuh jarak Mayong, Ringdikit, Rangdu, Bubunan, Tangguwisia, Kalianget, Tegehe. Mengunjungi anak asuhku, Maisiah. Mengunjungi Brahmavihara Arama. Dan, menembus Banjar, Pedawa, Gobleg, Baturiti, danau Tamblingan dan Buyan, Pancasari, dan danau Beratan, kembali ke Denpasar.
Sabtu, 11 Januari 2014, bertepatan dengan Tumpek Kandang, Saniscara Kliwon Uye. Ada tiga upacara pernikahan, Pawiwahan, yang ingin kuhadiri. Maka, setelah tuntas dengan urusan rumah tangga, dari cuci2 dan masak2, aku berpamitan dengan suami. Yudha sedang bersekolah, Adi masih menikmati tidur lelapnya. Pukul 8 motorku bergerak menuju Banjar Cemenggaon, pinggir jalan raya, persis sebelum Pasar Seni Sukawati.
Pawiwahan I, rekan kantorku, Ibu Putu Ayu Sudiparwati, SE., menikah dengan I Wayan Seraya, ST., sahabat sekaligus tetangganya di seberang rumah. Bu Ayu sedang bersiap berdandan bersama sang suami, bagi resepsi pernikahan mereka. Aku berjalan berkeliling, diskusi dengan keluarga besarnya, mengambil beberapa foto, dan berpamitan melanjutkan perjalanan.
Setelah Banjar Cemenggaon, aku bergerak menuju Banjar Kerobokan, di Baturiti. Pawiwahan putri dari Pinandita Profesor I Gede Pitana. Uttari Pitanatri, seorang alumni STPNDB, dia juga adalah mahasiswa bimbingan skripsiku. Sekaligus adik dari Putu Diah Sastri Pitanatri, rekanku satu ruang, di STPNDB.
Bersama Ibu dan Bapak Prof. Dr. Wayan P. Windia, SH., M.Si., pakar hukum adat Bali, yang juga dosen UNUD.
Bersama Ibu dan Bapak Komang Mahawira, Direktur Akademi Pariwisata Makasar
Bersama Ibu dan Bapak I Gusti Ngurah Putra,
Bersama Ibu dan Bapak Dr. Anak Agung Gde Oka Wisnumurti, dosen FISIP Warmadewa, yang juga Ketua Yayasan Kesejahteraan KORPRI Prop. Bali.
Berfoto bersama rekan-rekan seperjuangan...... Ibu Dra. NLKS Sri Sulistyawati, M.Par., Ibu Ni Luh Gde Sri Sadjuni, SE., M.Par., Ibu Ni Nyoman Sukerti, SE., M.Si., Ibu Dra. Ni Luh Lasmini, M.Si., dan Ibu Any Rasmini.
Bersama ibu Susi, dari Badan Pengembangan Kemenparekraf Jakarta, yang dipaksa rela untuk berfoto ria bersama.....
Setalah tuntas di sini, aku kembali bergerak menuju ke Munduk, Buleleng. Putu, anakku, melangsungkan pernikahan. Dan dia memintaku untuk hadir memberi restu baginya.
Hmmm, hujan yang mulai turun, semakin lama kian deras, semenjak jalan sesudah pasar Baturiti, mengganggu laju motorku. Beristirahat sejenak menikmati semangkuk bakso babi, juga kopi kental, lumayan menenangkan pikiran, sebelum kembali melaju.
Setelah melewati danau Beratan, aku berbelok ke kiri, memasuki daerah Asah Gobleg, menuju ke Munduk. Ku lalui danau Tamblingan dan danau Buyan. Kabut tebal menutupi jarak pandang hingga hanya 10 meter ke depan.
Bersama Guru Dr. Wayan Sukarma,
Keesokan hari, Minggu, 12 Januari 2014, kembali aku mengunjungi Pawiwahan putra pertama bapak Wayan Dana, rekan kerja kami di STPNDB. Hmmm, sungguh, bulan dengan banyak pernikahan. Bulan baik untuk menikah.
Kutemui pula, Bapak I Nyoman Darmika, yang hadir bersama istrinya. Hmmm, aku kagum pada dedikasi supir kami ini. Telah 20 tahun aku bekerja di STPNDB, selalu kulihat semangat mengabdinya yang tidak pernah goyah. Ah.... aku belajar disiplin dan tangguh dari pak Nyoman Darmika.
Hadir pula, ibu dan bapak Dr. Wisnu Bawa Tarunajaya, SE, MM., mantan Puket STPNDB, dan ibu dan bapak Ida Bagus Widana, SH., M.Par.
Well......
Selamat atas upacara pernikahan yang telah kalian lalui, para sahabat, para anakku...... Semoga langgeng selalu, memperoleh berkat bagi kalian semua, juga keluarga besar........
Ingatlah selalu.
"Life does not have to be perfect to be wonderfull" - Annette Funicello
Hidup yang menyenangkan tidak harus
hidup yang sempurna. Kita mungkin memiliki kekurangan, ada beberapa hal
yang tidak kita miliki, tapi bukan berarti kita tidak bisa bahagia
karenanya. Berusaha untuk selalu sempurna dan menyempurnakan segala
sesuatu akan membuat hari-hari Anda begitu saja. Coba lihat kembali
sekitar, bersyukur, dan nikmati segala yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar