"Ni Gusti Made Srimin, ibu, senantiasa mendukung saya, meski terkadang banyak
rintangan yang kami temukan". Ujar beliau disaat bertutur mengenai
usaha menegakkan pelestarian budaya yang ada, agar tidak beralih ke lain
hati, ke para pemilik di luar negeri, atau tanpa sempat dinikmati oleh
banyak pihak.
Kami berjalan perlahan di senja hari,
Kamis, 6 Februari 2014 ..... menyusuri satu ruang ke ruang lain, dari
satu gedung ke gedung lain, dengan lebih dari seribu rupa ragam benda
seni budaya yang ada. Ada lebih dari 400 an karya seni lukis, 300 an
patung, dan 300 an keris.
"Agar anak cucu kita
kelak bisa dengan bangga memandang dan menikmati budaya leluhurnya, juga
melestarikan dan mengembangkan budaya itu sendiri", ujar JMK Jero Pande
Wayan Suteja Neka, ketika kutanya alasan, mengapa beliau lakukan ini
semua, bahkan dengan mengorbankan materi dan emosi dalam diri.
Ah, guru......
Aku
ingin seteguh karang di hatimu, dalam melestarikan dan mengembangkan
budaya leluhur. Bukan sebuah hal mudah, mengumpulkan berkas sejarah
dalam beragam rupa, baik lukisan, patung, keris, bahkan, dengan membeli
dari pemiliknya, dan kemudian memberi kesempatan pada anak - cucu, untuk
belajar memahami dan menikmati sejuta makna dibalik rupa
tersebut.......
Aku ingin belajar dari cinta kasih
seorang Pande Wayan Suteja Neka dan Ni Gusti Made Srimin...... Bahwa, cinta yang
menguatkan mereka untuk menjalani hari-hari bersama, bahwa kebahagiaan
hadir dalam beragam cara, dalam cinta tentang seni dan budaya, yang
hadir di tengah kehidupan mereka berdua.....
"Saya
mendapat kebahagiaan dari dunia seni, maka saya kembalikan kebahagiaan
itu kepada dunia seni itu sendiri". Pande Wayan Suteja Neka, sebagaimana
tertulis dalam buku beliau, "Keris Bali Bersejarah" (2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar