Pameran di Museum Seni
Neka dalam rangka Hari Ibu berlangsung semenjak tanggal 22 Desember 2018 hingga
22 Januari 2019.
“Perempuan adalah
anugerah terindah bagi dunia. Tanpa perempuan, dunia hanya akan menjadi bagian
muram yang membuat bahagia tidak bisa menjelma di permukaan bumi, juga di dalam
hati”. Seperti terurai dalam kata sambutan yang disampaikan oleh JMK Pande
Wayan Suteja Neka disaat berlangsungnya Pameran dalam rangka Hari Ibu, 22
Desember 2018 di Museum Seni Neka.
Woman is the true
representation of life itself. Women as mothers are positioned in a very noble
place. As Indonesian famous proverb states “heaven is located at the soles of
the fert of your mother”. Without women, this earth will lose its meaning”.
Sosok perempuan, representasi dari pilar kekuatan dan kemegahan
keluarga, negara. Dia bisa menjadi penjaga damai di bumi, juga di dalam
hati. Menjadi penyemangat keluarga juga orang lain di sekelilingnya,
menebarkan kehangatan dan cinta kasih bagi banyak orang lainnya.
Hal
ini yang juga tercermin pada lukisan yang diikutsertakan dalam pameran
terkait Hari Ibu di Museum Seni Neka. Sosok megah perempuan dengan corak
baju berwarna kuat, merah, kuning, keemasan, tatapan tajam dengan
lirikan genit liukan manja sang pelukis. Atau sebaris perempuan dengan
banten di atas kepala untuk persembahan bagi Tuhan, dengan pakaian yang
dikenakan, mencerminkan khas perempuan Bali dengan ikatan budaya kental
di sekeliling mereka. Pelukis pria yang menampilkan beragam lukisan
tentang perempuan, pemuliaan perempuan dengan beraneka liukan kuas,
torehan warna-warni nan variatif, berbagai figur perempuan, bahkan yang
bertelanjang dada. Inilah kaum perempuan yang berani tampil apa adanya
di tangan para pelukis pria.
Serangkaian Pelukis yang
ikut berperan antara lain: Atjin Tisna, Made Jirna, Nyoman Gunarsa. Pelukis
Indonesia: Irsam, OH Supono, Mulyadi W., Krijono, Nono Suteja, S. Yadi K.,
Linton Paul, Roedyat Martadiradja, Pelukis Luar Negeri : R. San Miguel, Teng
Nee Cheong.
Women bring three types
of glory: The first glory is beauty. The second glory is strength. The third
glory is women as the source of life.
Perempuan itu adalah
keindahan, kecantikan, anugerah yang diberikan Tuhan bagi dunia. Dia menjadi
pilar kekuatan dunia, yang memberikan semangat, yang menjaga keutuhan keluarga,
yang senantiasa menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang dalam berkarya, dan
juga yang memberikan rasa damai di muka bumi. Bahkan Kitab Suci Reg Weda
menyampaikan Perempuan, Pertiwi, adalah Dewi yang turun ke permukaan bumi untuk
melaksanakan tugasnya menegakkan kebenaran dan menjaga perdamaian. Beliau
adalah pasangan dari Bapak Angkasa yang tidak terbantahkan, saling melengkapi,
dalam melindungi dan membimbing umat manusia di muka bumi.
Perempuan lah yang
memberikan kehidupan pada dunia. Semenjak terjadinya pembuahan, mengandung dan
melahirkan, memberikan air susu pada bayinya, merawat dan membesarkan anak.
Pertiwi yang dikenal
sebagai “Dhra, Dharti” merupakan salah satu dari Shakti nya Dewa Wisnu. Beliau
merupakan bagian yang membawa, menyediakan, melengkapi kebutuhan keluarga.
Bersama-sama dengan Dewi Lakshmi, juga Shakti nya Dewa Wisnu, yang merawat,
menjaga keutuhan juga persatuan umat manusia. Dan di dalam Hindu, kami berdoa
bagi Pertiwi, menghormati dan menghargai Dewi Pertiwi sebagai perlambang atau
simbol perempuan yang telah memberikan kehidupan, menjaga kelangsungan di
permukaan bumi.
Di Indonesia,
pemerintah menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Dan perayaan ini
diperingati dengan berbagai cara di seluruh pelosok Indonesia. Jauh sebelum
penetapan Hari Ibu, beragam suku di Indonesia telah menghargai spirit atau
energy dari alam dan kekuatan dari bumi. Beragam suku di Indonesia ini
mempersonifikasikan alam sebagai Ibu yang memberikan kehidupan, dan juga Dewi yang
menjaga alam dan lingkungan bagi berbagai suku di Indonesia. Hindu memberikan
sumbangsih besar dengan konsep Dewi Pertiwi (Goddess Pertiwi) juga Ibu Bumi
(Mother Earth), sehingga kemudian lahir konsep Dewi Pertiwi atau Dewi Bumi.
Pameran kali ini merupakan
suatu bentuk pemuliaan Perempuan terkait dengan Hari Ibu. Ke tiga belas seniman
turut berperan serta dalam 31 karya seni lukis mereka yang ber tutur tentang
perempuan. Pameran kali ini pula bertepatan dengan Hari Purnama, hari baik
dalam agama Hindu, diberikan keris bagi Pande Made Sutawan. Pande Made Sutawan
adalah seorang yang berkecimpung dalam dunia pariwisata dan perhotelan,
khususnya sebagai GM Hotel Royal Pitamaha di Ubud. Namun ketertarikannya,
ketulusikhlasan menghaturkan ngayah di pura, dalam berbagai kegiatan upacara
keagamaan, membuat JMK Pande Wayan Suteja Neka memberi hadiah sebuah keris
khusus.
“Sudah semenjak lama,
Iwa (uwak / sebutan bagi paman) meminta saya datang dan memilih keris untuk
digunakan sebagai sarana ngayah di pura. Namun saya tidak berani, belum
tergugah untuk datang terkait urusan perkerisan ini. Entah mengapa kini saya
begitu ingin datang, dan ternyata hari baik, yakni Purnama” Ujar Pande Made
Sutawan.
Energi Alam memang
sungguh tidak bisa terduga, tidak bisa dipungkiri atau disangkal. Pasrah dan
tulus ikhlas dalam pengabdian, khususnya terkait dengan upacara keagamaan atau
spiritual, akan menghantar kita pada berkah dari Ibu Pertiwi, anugerah Tuhan.
Dan hal ini terwujud pada keris yang diberikan seorang Jejeneng Mpu Keris,
Pande Wayan Suteja Neka, pada salah satu warga Pande yang berkarya dalam beragam
bidang termasuk spiritual dan religi keagamaan, Pande Made Sutawan.
“Saya sengaja
memberikan keris ini bertepatan dengan Hari Ibu, sebagai simbol bahwa Ibu
Pertiwi akan senantiasa memberkati setiap jejak langkah Pande Made Sutawan,
untuk selalu berkarya pada berbagai aspek kehidupan. Keris ini sebagai
perlambang anugerah Tuhan, dari seorang Pande, Jejeneng Mpu Keris, kepada warga
Pande, agar selalu menegakkan kehormatan seperti sebagaimana tersirat pada
filosofi keris ini. Ujar JMK Pane Wayan Suteja Neka.
“Bertepatan dengan Hari
Ibu, saya juga memberikan keris ini bagi ibu Santi, yang sudah beberapa kali
menulis tentang Gianyar, Ubud, Museum Neka dan Pameran Lukisan di dalamnya. Perempuan
penulis diharapkan bisa menghasilkan karya tulis yang sanggup mencerahkan
banyak orang, memotivasi orang lain untuk turut berkarya, menggerakkan
kreativitas bagi pembacanya dan orang lain di sekelilingnya. Kayu sulaiman
adalah kayu perlambang kesaktian. Namun kesaktian yang dimaksud disini adalah
bahwa dengan hasil karya kita bisa memberikan banyak kesaktian bagi orang lain
untuk terus berkarya pula secara positif. Kritikan tidak harus membuat kita
patah semangat dan mundur, menarik diri”. Tutur JMK Pande Wayan Suteja Neka disaat
menyampaikan keris tersebut.
Pemberian keris terkait
Hari Ibu, Hari Bumi Pertiwi, karena, “Keris ini adalah perlambang perjuangan
memahami budaya nusantara, mengembangkan dan menghargai warisan luhur nenek
moyang. Maka saya sampaikan bertepatan dengan Hari Ibu, di saat Pameran Lukisan
terkait Hari Ibu, bagi seorang ibu, yakni ibu Santi, dan juga Pande, yang
akhirnya tergugah memiliki keris yang akan dipergunakan untuk ngayah bagi
pertiwi” Ujar Pande Wayan Suteja Neka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar