Nangluk Merana termasuk
dalam Bhuta Yadnya yang diselenggarakan pada sasih kanem.
Leluhur kita di
nusantara memiliki kearifan lokal yang sungguh luhung. Salah satunya
adalah Tolak Bala, Peneduh Jagat,
Pamilayu Bumi, Bumi Pada, atau Nangluk Merana. Hal yang membahas ini terdapat
pada Naskah Roga Sanghara Bhumi, Lontar Purwaka Bumi, “Perembon indik ngaben
tikus, Lontar Sri Purana (Pemda Tingkat I Bali 1989), Lontar Dukuh Jumpungan.
Prosesi tradisi memohon
maaf dan keselamatan pada penguasa semesta (Tuhan Yang Maha Kuasa) ini
bertujuan untuk menetralisir berbagai bencana alam, musibah, mala petaka dalam
kehidupan.
Mardiwarsito (1981:
507) menjelaskan bahwa kata Roga barasal dari bahasa Sanskerta yakni penyakit,
sakit, cacat badan. Sanghara / Samhara berarti menarik kembali, meniadakan,
memusnahkan sakit, melebur, membinasakan. Kata Bhumi merujuk pada bumi. Maka, rangkaian upacara ini bertujuan untuk
menetralisir, meniadakan bencana di muka bumi.
Lontar Widhi Sastra
menjelaskan bahwa masyarakat Bali setiap lima tahun sekali melaksanakan Tawur
Agung (Pancawalikrama) di Pura Besakih, sebagai sabda Bhatara Putrajaya yang
berstana di Gunung Agung. Upacara ini bertujuan menyucikan alam semesta, menyucikan kembali pikiran
manusia (manacika), perkataan (wacika), dan perbuatan (kayika) dari cemer ikang
bhuwana, agar bumi menjadi bersih dan suci (kaparisudha).
Upacara penyucian yang
bisa dilakukan menurut Roga Sanghara Bhumi adalah (1) upacara Prayascita, yaitu
upacara penyucian bumi pada tatanan yang kecil seperti bangunan pribadi, kebun,
dan sebagainya, (2) Guru Piduka, yaitu permohonan maaf pada para dewa karena
ulah manusia bumi menjadi kotor (cemer), (3) Labuh Gentuh, yaitu upacara
penyucian bumi yang tingkatnya lebih tinggi dari prayascita.
Berbagai upacara
penyucian bumi ini dilakukan sesuai dengan tingkatan, mulai dari rumah tangga,
tingkat desa, kota, kabupaten, dan propinsi. Dalam perkembangan selanjutnya,
upacara ini memanfaatkan kearifan local yang disesuaikan dengan Desa, Kala,
Patra. Hingga kemudian terdapat istilah sebagai implementasi dari lontar Roga
Sanghara Bhumi, seperti: Peneduh Jagat, Pamilayu Bhumi, dan Nangluk Merana.
Peneduh Jagat merupakan
upacara yang diselenggarakan pada hari Kajeng Kliwon pada Sasih Kapat, sesuai
dengan Lontar Pemaculan, Lontar Roga Segara Bhumi, bila terdapat ciri seperti
gempa bumi, wabah penyakit, gerhana, manusia meninggal tanpa sebab, manusia
tidak bisa membedakan mana yang baik dan buruk, bertujuan agar bumi aman, damai
dan tentram.
Pamilayu Bumi merupakan
upacara permohonan agar diberikan berkah kerahayuan jagat dan terbebaskan dari
bencana alam atau konflik sosial, terjadi di luar daya nalar atau akal sehat
umat manusia, disikapi dengan menggelar “Pamilayu Bumi” agar terwujud
keselamatan jagad.
Nangluk Merana
merupakan Upacara Yadnya sebagai permohonan Kepada Tuhan agar berkenan
menangkal atau mengendalikan bencana, gangguan yang mengakibatkan kehancuran,
penyakit pada tanaman, mala petaka atau mara bahaya bagi umat manusia. “Nangluk”
berarti empangan, tanggul, pagar, penghalang, “Merana” berarti hama atau bala
penyakit, mara bahaya.
Upacara Nangluk Merana,
Pecaruan Sasih Kaenem, Sudha Bumi Jagat taler Pemelaspas, Mendem Pedagingan lan
Rsi Gana ring Pelinggih Catus Pata, Desa Adat Pekraman Nyalian, di Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan,
Kabupaten Klungkung, Jum’at, 7 Desember
2018.
Upacara Nangluk merana
Ring Pura Dalem Gede Blahkiuh, Jum’at, 7 Desember 2018
Upacara mecaru Sasih
Kaenem di Desa Tonja dan Banjar Bantas Denpasar, Kamis, 6 Desember 2018
Upacara nangluk Merana
Banjar Adat Subamia Dencarik dan Subamia Ambal-ambal, Tabanan.
Upacara Nangluk Merana
di Pura Dalem Gede Desa Pekraman Senapahan, Senapahan Kaja dan Senapahan Kelod,
Sengauk Petung, Tanah Bang, Ngelanglang Buana, Ngider Desa.
Upacara Nangluk Merana
Desa Adat Kuta, Kamis, 6 Desember 2018
Upacara nangluk Merana
ring Desa Wanasari
Upacara nangluk Merana,
Ida Ratu Sesuhunan mececingak ring wewidangan Desa Pekraman Petiga, Semiga,
Marga, Tabanan.
Upacara Nangluk Merana
berdasar sastra Lontar Purwaka Bumi, agar terhindar dari mara bahaya, memohon
berkah kesuburan, pada Sasih Kaenem. Karena Sasih Kaenem merupakan fase
pancaroba, peralihan musim dari kemarau ke hujan, curah hujan lebih lebat,
berdampak pada kondisi alam, perubahan cuaca yang ekstrim, merebaknya hama atau
penyakit, sehingga upacara ini bertujuan untuk menetralisir dan memberikan
kedamaian serta keselamatan lahir dan batin.
Upacara Nangluk Merana
ring Desa Lukluk
Ida Ratu Sesuhunan Pura
Dalem Penataran lan Kahyangan Tibung melancaran ring wewidangan Desa Adat
Padang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar