Patience is Earth,
Kesabaran adalah Bumi
adalah sebaris kalimat yang bermula dari puisi karya Rendra, “Paman Doblang”.
Bumi diolah, dihantam,
digemburkan, dihancurkan, digerus, ditanami, diabaikan, tetap diam menerima
perlakuan umat manusia. Kesabaran Bumi ini harusnya menjadi teladan manusia
untuk belajar sabar mengatasi berbagai situasi dalam kehidupan. Dengan segala
sabar dan pasrah, bumi terus menggeliat menggelora menaburkan bibit menjalani
proses yang kemudian terwujud pada hasilnya, bumi memberikan hasil atas beragam
perbuatan yang diterimanya.
Kesabaran adalah Bumi
ini yang menjadi tema bagi pameran 14 seniman lukis muda Indonesia, dan dua
dari Cina. Mereka menempa diri dengan perlahan, belajar mewujudkan harapan
dalam proses berkepanjangan, terus menerus berproses, senantiasa memperbaiki
diri dalam segenap potensi. Dan, inilah mereka, menampilkan beragam
kreativitas, semangat, hasrat, inisiatif, kompetensi diri, melalui hasil karya
seni lukis mereka.
Bermula dari duduk
bersama, saling bertukar pikiran, mencoba memberanikan diri memainkan jari
jemari lentik di atas kertas padi dengan torehan kuas, menggunakan beragam
media juga teknik seni lukis, para seniman muda ini telah memperlihatkan betapa
kesabaran tidak akan pernah menghianati hasil kerja.
Hubungan Indonesia dan
Cina merupakan sejarah panjang dialog tanpa henti. Hal ini bermula pada
perjumpaan leluhur semenjak dahulu kala, terwujud pada beragam kolaborasi dalam
berbagai bidang kehidupan, dan salah satunya adalah budaya. Kali ini, berupa
pameran seni lukis di atas kertas padi, bertajuk “Patience is Earth”, di
Sudakara Art Space, Sudamala, Sanur, dari tanggal 19 Desember 2018 hingga 6
Februari 2019.
Bukan suatu kebetulan,
bila ini wujud dari proses kesabaran tersebut. Sabar menanti momen tepat dalam
mewujudkan hasil kerjasama, sabar menanti dalam berkolaborasi bersama banyak
seniman, bahkan kedua belah Negara, yang tentu tidak mudah menghadapi perbedaan
antara Indonesia dan Cina, menyatukan banyak pihak untuk bertemu pada satu
tempat, baik seniman, para tamu undangan, pemerintah, pengusaha, dan berbagai
tokoh masyarakat.
Pameran ini juga
sekaligus sebagai rasa syukur dalam menyambut Hari Suci umat, yakni Hari Raya
Natal bagi umat Kristiani, Hari Galungan dan Kuningan bagi umat Hindu, Hari
Raya Tahun Baru bagi umat sedunia, juga Tahun Baru Babi bagi orang Cina,
tanggal 5 Februari 2019.
Bermula dari diskusi
yang mengalir, upaya menghasilkan karya seni berkualitas, proses pembelajaran
tiada henti, kesabaran yang berbuah bahagia sehingga hadirnya pameran bersama
kedua Negara, bahkan, dibuka oleh Konsul Jenderal Republik Rakyat Cina di Bali,
Mr. Gou Haodong, IB Sidharta Putra (Gusde), tokoh masyarakat yang senantiasa
menjadi garda terdepan dalam hal budaya, khususnya budaya Bali, dan juga seni
lukis, Putu Suasta, motivasi dan semangat yang dicurahkan bagi para seniman
muda, kelompok seni lukis dari Komunitas Kertas Padi, Ema Sukarelawanto, bagi
dedikasi dan inisiatif dalam menyatukan seniman, dan Ben Subrata yang
memberikan ruang besar bagi perkembangan seni budaya dan penyatuan seniman dari
kedua Negara di Sudakara Art Space.
Pada pameran seni lukis
kali ini, Pelukis Liu Fei dari Cina menampilkan karya seni lukis nya di atas
kertas padi. Terlihat nuansa kematangan guratan kuas mengenai pemandangan alam
di negeri Cina. Tentang hutan bambu, air terjun yang mengalir pada sebuah pedesaan,
ketajaman teknik lukis di atas kertas padi dengan menggunakan tinta Cina
membutuhkan keahlian tersendiri agar tinta tidak luber namun tetap menghasilkan
garis jelas. Terdapat delapan karya lukis Liu Fei yang sebagian besar
menggambarkan keindahan negeri Cina. Teng Shengsheng, juga menyajikan delapan
hasil karya seni lukisnya mengenai nuansa alam, mulai dari beraneka bunga
berwarna-warni, burung, dan juga ikan koi.
Made Kaek menampilkan
Song of the Devil, Made Somadita menyajikan Chinese Hero, Made Duatmika Bodrex
menyajikan Patung Batu Belah, Made Gunawan menyampaikan “Story under the tree”,
Made Wiradana dengan “Ancient figure”, Made Dollar Astawa mengurai karya dalam
“Isap Sari 01”, Nyoman Sujana Kenyem dengan karya berupa “Im Yang 01”, Ketut Jaya Kaprus menyajikan indah “Spirit of
Soul”, Wayan Redika menampilkan “Babi Tanah Air Beta”, Loka Suara menampilkan
Salam #01, Putu Edy Asmara dengan Asparanggi, Polenk Rediasa berwujud dalam
karya Merah Drupadi, Sutjipto Adi menguraikan karyanya dalam Calligraphy
Abstraction #01, D. Tjandra Kirana dengan Inner Memory. Menjelaskan bahwa dalam
memori manusia terkadang bertaburan kenangan yang terpendam, sekian lama
menyeruak pada ingatan, datang dan pergi, namun adakalanya bertahan lama.
Apa yang membedakan pelukis
dari Republik Rakyat Cina dengan pelukis dari Republik Indonesia?? pelukis dari
Republik Rakyat Cina melukis dengan penuh kehati-hatian, disiplin tinggi pada
ruas garis yang ditorehkan, permainan warna yang kurang dekoratif, namun
ketelitian pada setiap detailnya. Sedangkan pelukis dari Republik Indonesia
mengurai eksplorasi pada kreativitas bentuk, warna, yang lebih bervariatif.
Lihatlah pada keberanian Wayan Redika menampilkan torehan bergaya Kamasan
dengan Sang Kala “Babi” bersimbol nusantara di punggungnya. Lihatlah bagaimana
Putu Edi Asmara bertutur tentang “Asparanggi”, Tahun Babi menurut kalender
Lunar dengan penyertaan simbol Pis Kepeng, dan juga gambar babi unik bersalto
terbalik. Atau membandingkan karya Made Gunawan yang memperlihatkan lukisan
alam dan karya Made Wiradana yang memperlihatkan sosok dari jaman purba
menurutnya.
Hal ini bukan berarti
bahwa karya lukis seniman Indonesia hanya sekedar asal jadi dan kurang bermutu.
Bila kita merujuk pada kebebasan berpendapat juga berkarya, dukungan yang
diberikan oleh beragam pihak, seniman Indonesia diuntungkan oleh situasi
tersebut. Kebebasan dalam bereksplorasi, menggunakan beragam bentuk dan media
serta kesempatan yang diberikan, memperlihatkan kaya warna dan ragam dalam
karya seni lukis seniman Indonesia.
Mr. Gou Haodong dalam
kata sambutan menjelaskan bahwa legenda yang mengalir, hubungan yang terjalin,
semenjak ribuan tahun di antara Cina dan Indonesia telah melahirkan beragam
bentuk hasil karya. Bahkan, Konsul Jenderal Cina yang baru ini, sempat
memamerkan hasil karyanya yang juga merupakan lukisan kertas padi. Seni adalah
bahasa yang menyatukan umat manusia dalam berkomunikasi melalui bahasa jiwa,
“Art is the language of soul communication” ujar Mr. Gou Haodong.
Cahaya Wirawan Hadi
selaku ketua PPIT Bali dan Agus Maha Usadha selaku ketua bidang seni dan budaya
menjelaskan bahwa komunikasi yang telah berlangsung semenjak lama hingga di era
globalisasi tentu memperlihatkan ikatan yang sudah terjalin dengan erat.
Perkembangan teknologi dalam berkomunikasi sungguh membantu mempermudah
hubungan ini berlangsung dengan baik. Berbagai perbedaan yang ada bisa teratasi
dengan itikad baik kedua belah pihak, salah satunya adalah dengan jalinan
kerjasama budaya, berupa pameran ini, “Patience is Earth”.
Wakil Gubernur Bali,
Dr. Ir. Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menyampaikan bahwa sejarah panjang
hubungan bilateral Negara Republik Indonesia dengan Republik Rakyat Cina
memperlihatkan hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, baik dalam
hal perekonomian, sosial budaya, pendidikan, dan lainnya, sehingga bahkan ada
pepatah yang bertutur, bila ingin belajar, belajarlah, jauh, hingga ke negeri
Cina, agar paham makna persaudaraan dan persahabatan yang telah terjalin
semenjak ribuan tahun lalu.
Kita memang tidak akan
bisa lupa dari sejarah yang telah tercipta dan terjalin selama ini. Hendaknya
proses pembelajaran ini membuat kita semakin membumi, semakin sabar, semakin
tekun berkarya, dan semakin membuka diri terhadap jalinan kerjasama juga
interaksi yang melibatkan kedua belah pihak negeri. Salah satunya, dalam wujud
kerjasama di bidang seni dan budaya.
Kertas padi merupakan
suatu bentuk kecanggihan nenek moyang dalam membuat hasil karya. Betapa, kertas
yang dipergunakan untuk mencurahkan segala hasrat, sebagai sarana belajar, bahan
menyampaikan informasi, diremas, digulung, dilipat, pada saat dibuka dan
dibentangkan kembali, akan kembali utuh pula. Hal ini mengajarkan pada kita,
bahwa segala ujian, rintangan dan tantangan, harusnya menjadikan kita manusia
yang sabar, tetap bersemangat, senantiasa berkarya, memberikan yang terbaik
baik diri sendiri, untuk orang lain, demi masa depan.
Santidiwyarthi
Denpasar, 19 Desember
2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar